Daffa menatap wajah istrinya sesaat sebelum akhirnya dia menjawab.
"Daffa tidak menyangka kalau bunda memata-matai Daffa sampai 24 jam. Daffa memang banyak kekasih bunda, tapi Daffa tidak pernah pacaran sampai kelewat batas. Daffa berani bersumpah bunda, pasti ada yang mau menjebak Daffa dan mau memisahkan Daffa dengan Meisya."
"Sekarangkauu bisa bicara begitu nak, tapi jika ada sebuah bukti yang menguatkan kalau anak yang dikandung wanita itu adalah anakmu. apa yang akan kamu lakukan?" ucap bunda Felicia dan Daffa tidak berani bekata apapun lagi.
"Kalau Meisya tidak akan memaafkan mas Daffa, bunda, walaupun mas Daffa bilang tidak pernah melakukannya karena bagi Mei sebuah bukti sudah cukup kuat untuk menjelaskan semuanya." sahut Meisya sambil menatap suaminya Daffa dan bunda Felicia.
"Sayang, apa yang kau katakan? sayang tidak percaya dengan Hubby, Hubby benar-benar tidak kenal dengan wanita itu apalagi mau menghamilinya." kata Daffa yang mencoba meyakinkan istrinya.
"Lho kok kalian yang bertengkar sih, hasilnya kan belum keluar jadi,untuk apa kallian bertengkar sekarang. Daffa kapan hasil tes DNA itu keluar?" bunda Felicia menengahi anak dan menantunya yang betengkar.
"Maaf bunda, tapi mas Daffa sudah selingkuh. Bunda tahu kan kalau wanita itu sudah hamil lima bulan, sedangkan Meisya dan mas Daffa baru menikah dua bulan. Apalagi sebelum pacaran dengan Mei, mas Daffa banyak kekasih dan Mei juga tahu itu karena Mei dulu sekertarisnya mas Daffa."Meisya menangis sesunggukan dan memeluk bunda Felicia.
"Sayang dengarkan dulu penjelasan Hubby..
Daffa belum sempat melanjutkan kata-katanya, tapi sudah Daffa dipotong oleh bunda Felicia.
"Sudah cukup nak jangan kau lanjutkan lagi, biarkan Meisya menenangkan diri terlebih dulu." ucap bunda Felicia sambil menatap putranya.
"Tapi bunda...
Ayah Tama dengan cepat mengajak putranya pergi dari Meisya dan Bunda Felicia.
"Ayo Daffa, kau ikut ayah saja keluar. Biarkan istrimu tenang dulu dan serahkan saja semuanya dengan bundamu, apa kau tidak percaya dengan bundamu sendiri?" kata ayah Tama dan Daffa akhirnya mau mengikuti kemauan ayahnya.
"Baiklah ayah. Sayang, Hubby pergi dulu ya tolong jangan lama-lama marahnya ya." Daffa kemudian berjalan mengikuti ayahnya.
"Ayah, kita mau ke mana? kenapa kita malah keluar dan masuk ke dalam mobil?" tanya Daffa yang mengikuti ayahnya masuk ke dalam mobil.
"Ayah mau mengajakmu ke rumah sakit, kita akan melihat hasil tes DNA yang sudah keluar." jawab ayah yang melihat sekilas ke arah putranya.
"Kenapa mereka malah mengabari ayah lebih dulu dari pada aku?" tanya Daffa dengan heran.
"Sudahlah Daffa jangan membesar-besarkan masalah yang kecil, sebaiknya persiapkan saja mental dan jawabanmu pada Meisya jika hasil yang kau inginkan tidak sesuai harapanmu." kata ayah Tama yang menggantung ucapannya.
Daffa tidak berani berkomentar apa-apa lagi, karena dia sangat cemas dengan hasil dari tes DNA itu.
Tiga puluh menit kemudian Daffa dan ayah Tama sudah sampai di rumah sakit. Ayah Tama dan Daffa melangkah dengan cepat ke arah sebuah ruangan.
"Selamat malam Dokter." ucap ayah Tama, dia menyalami Dokter itu dan duduk di depan kursi yang sudah disiapkan bersama Daffa disampingnya.
"Selamat malam juga tuan Mahendra, maaf kalau saya sudah menganggu waktu istirahat anda." ucap Dokter itu denngan senyumannya.
"Tidak apa-apa dokter, saya yang seharusnya berterima kasih karena dokter mau membantu keluarga saya. Lalu bagaimana hasilnya dokter apa sudah sesuai dengan harapan kami?" kata ayah Tama.
Dokter mengambil sebuah amplok yang ada di dalam laci mejanya, lalu menyerahkannya pada ayah Tama.
"Ini hasil dari LEB nya tuan, untuk isinya saya tidak bisa menyebutkan, karena itu bukan hak saya dan sebaiknya tuan lihat saja sendiri."
Ayah Tama menerima amplok itu dengan harap-harap cemas, kemudian ayah Tama sangat terkejut setelah membuka dan membacanya.
"Apa-apaan ini Daffa? kau sudah membuat ayah dan bunda kecewa, apa yang akan kau jelaskan pada istrimu nanti?" tanya ayah Tama dengan murka.
Daffa menjadi cemas seketika melihat reaksi ayahnya setelah melihat hasil tes itu, tapi dia masih mencoba tenang dan berpikir positif karena Daffa merasa tidak mengenal wanita itu.
"Ayah ada apa? kenapa tiba-tiba marah pada Daffa? apa hasil dari tesnya?" tanya Daffa yang masih mencoba untuk tenang.
"Kalau kau mau tahu lihat sendiri ini." ayah Tama melempar hasil tes itu ke Daffa dan tepat jatuh dipangkuannya.
daffa dengan cepat mengambil hasil tes itu dan membacanya, satu kali dua kali sampai berkal-kali Daffa membaca hasil tes itu , tapi tetap saja sama positif.
"Tida tidak mungkin kalau bayi yang dikandung wanita itu adalah anakku, aku bersumpah ayah, kalau aku tidak mengenalnya apalagi menghamilinya. Aku sudah ditipu ayah, ada yang mencoba memisahkan aku dan istriku. Tolong percayalah padaku dan lakukan sesuatu ayah, selidiki masalah ini, aku tidak mau berpisah dengan istriku lagi."
Daffa menangis, dia sampai jongkok sambil memegang kaki ayahnya agar ayahnya percaya kalau dia tidak melakukannya.
"Apa yang kau lakukan cepat bangun? ayah percaya padamu dan akan berusaha mencari jalan keluarnya agar kalian tidak berpisah." ucap ayah Tama dan Daffa pun berdiri kemudian duduk lagi di tempatnya semula.
"Dokter cepat katakan apa hasil dari tes ini memang benar milik putraku? bisakah anda melakukannya sekali lagi!" tanya ayah Tama pada Dokter yang menanganites DNA putranya.
"Maaf tuan Tama, saya sudah mengetesnya berulang-ulang dan hasilnya tetap sama yaitu positif, tapi ada satu cara lagi tuan Tama dan tuan Daffa yaitu kita bisa melakukan tes DNA ulang saat bayinya belum lahir." ucap Dokter itu memberikan penjelasan dan juga solusi pada ayah Tama dan Daffa.
"Terima kasih Dokter saya mengerti. Daffa artinya kau harus bertanggung jawab dan segera menikahi wanita itu." Kata ayah Tama sambbil menatap wajah putranya.
"Aku tidak mau bertangggung jawab karena bukan aku yang melakukannya ayah. Dokter tolong lakukan tes sekarang saja, jangan menunggu sampai bayi itu lahir. Aku tidaak sanggup menunggu selama itu, aku tidak bisa hidup tanpa istriku Dokter." Daffa memohon pada Dokter itu agar menruti keinginannya.
"Maafkan saya tuan Daffa, saya benar-benar tidak bisa. sekali lagi saya minta maaf karena tidak bisa mengikuti keinginan anda." ucap Dokter itu dengan menyatuak kedua tangannnya.
"Cukup Daffa, jangan pernah kau merendahakan dirimu lagi di hadapan orang lain. Kita akan mencari jalan keluarnya sama-sama jadi, jangan pernah khawatir." ayah Tama menggandeng tangan putranya mengajaknya berdiri.
"Tapi ayah...
Daffa tidak melanjutkan kata-katanya saat melihat kepala ayahnya yang menggeleng.
"Terima kasih Dokter kami permisi dulu, selamat malam." ayah Tama menyalami Dokter dan meninggalkan ruangan itu bersama putranya, sedangkan Dokter itu hanya diam saja memandang ayah Tama dan Daffa keluar dari ruangannya.
Ayah Tama dan Daffa berjalan memasuki mobilnya, dari sejak keluar rumah sakit sampai sudah berada di dalam mobil Daffa diam saja. Seratus meter lagi mobil sampai di villa tempat dia dan istrinya menginap Daffa mulai panik dan bertanya pada ayahnya.