Chereads / Terjebak Cinta CEO Gila / Chapter 13 - Kau Sangat Menyebalkan

Chapter 13 - Kau Sangat Menyebalkan

"James, bawa pergi semua sepatu ini! Setelah itu kamu boleh meninggalkan tempat ini," perintah Richard dengan nada gusar.

"Baik Tuan Muda," balas pengawal itu dengan sigap. James pun segera membereskan dengan memasukkan kembali ketiga pasang sepatu itu ke dalam tempatnya.

"Tuan muda saya mohon diri," pamit James Clark, dengan sopan kepada majikannya sambil sedikit membungkukan badan.

Richard hanya membalasnya dengan anggukan kepala ringan.

Kemudian, James Clark pun pergi meninggalkan ruangan CEO.

"Nona Viona anda juga bisa meninggalkan ruangan ini dan kembali bekerja!" perintah CEO tampan itu dengan nada ketus.

"Baik Tuan Richard," balas Viona dengan sopan.

"Kalau begitu saya mohon diri dulu, Tuan." Gadis berambut pirang itu mohon diri kepada atasannya.

Dingin lantai granit menembus telapak kaki.

Saat Viona melepas kedua sepatu lamanya lalu berjalan dengan telanjang kaki keluar ruangan sambil menenteng sepasang sepatu butut di tangan kirinya. Sedangkan tangan kanan gadis itu, membawa beberapa tumpuk binder dokumen kerja.

Sekilas Viona dapat melihat Richard memandang kepadanya dengan tatapan sinis yang seolah mengatakan, 'Dasar wanita tidak tahu diuntung.'

Richard pun kembali membalikkan badannya seolah tak peduli.

Pria itu kembali ke meja kerjanya. Perlahan tapi pasti Viona keluar dari ruangan Richard Alexander.

Kedua daun pintu ganda di ruangan Richard menutup secara otomatis. Setelah Viona melewatinya.

***

Viona kembali ke meja kerjanya yang terletak di depan ruangan CEO. Gadis itu meletakkan dokumen-dokumen kerja di atas meja dengan perasaan kesal.

Meskipun di dalam hati memang sangat menginginkan sepatu cantik pemberian dari Richard Alexander.

Namun, demi melindungi harga dirinya. Viona tidak akan menukar harga diri dan virginity miliknya demi sepasang sepatu cantik.

Viona memang sedikit keras kepala, tidak akan menarik kembali apa yang sudah menjadi keputusannya.

"Meskipun hidup miskin atau pas-pasan bukan berarti aku akan menjual harga diriku demi sepasang sepatu bermerk! Sialan memang si Richard itu. Dia pikir aku wanita murahan yang bisa ditiduri demi sebuah sepatu bermerk," lirih Viona berkata.

Lalu Viona, duduk di kursi sambil mengamati kedua sepatu high heels butut miliknya. Viona melihat heels sebelah kiri sepatunya hampir putus 50%.

"Oh ini hampir putus rupanya. Hmph, let's me see. Wah sepertinya ini masih bisa diperbaiki sedikit."

Tiba-tiba, Viona mendapat ide. Gadis itu mengubek-ubek kardus coklat yang tadi ia bawa dari ruangan lamanya di lantai dua, mencari lem serbaguna super kuat miliknya.

"Nah ketemu juga lem super kuat ini," seru Viona. Gadis itu memencet badan lem untuk memeriksa isinya masih ada atau tidak.

"Coba aku lem pake lem super glue ini, siapa tahu berhasil. Sepatu ini bisa digunakan kembali. Setidaknya sampai pulang nanti," guman lirik gadis itu.

Ekspresi wajah gadis cantik itu terlihat lega, saat berhasil menyambungkan heels sepatunya yang hampir putus.

"Syukurlah, berhasil tersambung. Semoga ini bisa bertahan," ujar Viona.

"Hmph, meskipun ini sudah tua dan usang. Namun, sepatu ini sangat berarti buatku. Apalagi ini hadiah dari mama," ujar Viona dengan lirih seorang diri.

"Enak saja si Richard itu menghina dan menyuruhku membuang sepatu kesayangan pemberian, Mama ini. Bagiku ini tak ternilai harganya."

Viona mengusap-usap sepatu bututnya dengan penuh kasih sayang. Menghilangkan debu yang menempel di sepatu itu.

Kemudian gadis itu mengenakannya, mengenakan keduanya. "Huplah! Sudah beres bisa dipakai lagi. Semoga lem-nya kuat."

Karena terbiasa hidup pas-pasan dengan menghemat uang.

Bagi Viona, selama bisa diperbaiki tidak masalah dipakai kembali. Selesai memperbaiki sepatunya yang rusak. Viona kini mulai fokus kepada pekerjaannya.

Viona meregangkan badannya. "Hmph, sekarang saatnya untuk bekerja. Semangat!"

Gadis itu mulai menyalakan laptop, memeriksa setumpuk berkas, menginput data, dan menyusun laporan.

***

Di dalam ruangan CEO.

Richard Alexander mencoba untuk kembali berkonsentrasi pada pekerjaannya.

Namun rasa jengkel lambat laun mulai menguasai hati Richard Alexander sehingga membuatnya susah berkonsentrasi.

Pria tampan itu merasa sangat jengkel dengan sikap sekretaris barunya itu, Viona Ryders.

Baru pertama kali, ada seorang gadis yang berani menolak pemberiannya secara langsung di depan matanya.

Richard pun berdiri dari kursi kerjanya, mencoba menenangkan perasaannya dengan menatap jauh ke luar jendela. Menatap pemandangan jalanan Kota London yang ramai dan sibuk di pagi hari.

Dari ketinggian, pemandangan Kota London sangat indah.

Permukaan Sungai Thames tampak berkilauan, tertimpa sinar matahari. Menampilkan kerlip cahaya yang indah di permukaan airnya.

Siang itu beberapa buah kapal feri berukuran sedang tampak melintas dengan tenang di atas permukaan sungai terpanjang di Kota London.

Hal ini membuat, Sungai Thames adalah salah satu jalur air tersibuk di Inggris, menampung lebih dari dua puluh ribu pergerakan kapal setiap tahunnya.

Dari kejauhan tampak, kendaraan berlalu lalang melintas diatas jembatan tua "The London Bridge" yang membentang diatas Sungai Thames. Beberapa gumpal salju masih tampak di tepi jembatan.

Richard menghela nafas, lalu mengusap rambut hitamnya dengan kasar.

"Damn it! Sialan, sombong sekali dia!" dengus pria itu.

"Berani sekali dia bersikap seperti itu kepadaku. Dasar gembel sialan!"

"Dia pikir siapa dirinya?!" maki Richard Alexander.

"Lihat saja akan kubuat dia bertekuk lutut dihadapanku!" imbuh pria itu.

Harga diri Richard terluka akibat sikap Viona yang berani menolak hadiah sepasang sepatu pemberiannya.

Terdengar suara dering telepon di atas meja kerja. Richard segera meraih telepon itu.

Ekspresi pria itu berubah tenang saat menerima panggilan telepon. Di layar LCD telepon meja itu tertera angka 00-01. Panggilan masuk dari resepsionis di lantai dasar.

Terdengar suara merdu dan ramah di seberang line telepon.

"Selamat siang, Tuan Richard. Saya Rondha dari bagian resepsionis. Saya hanya ingin menginformasikan. Bahwa Anda kedatangan tamu saat ini," ujar resepsionis wanita.

"Benarkah? Aku tidak ada janji untuk bertemu dengan orang hari ini," ujar pria itu dengan dingin.

"Maaf Tuan. Tetapi beliau ngotot berkata, tidak perlu membuat janji jika bertemu dengan anda," terang resepsionis itu.

Kedua alis CEO tampan itu berkerut. "Benarkah? Siapa yang berani bersikap lancang seperti itu?" ujar Richard dengan nada tidak senang.

"Hmmm..." resepsionis terdiam sejenak.

Samar-samar, terdengar sedikit suara keributan di belakang line telepon suara wanita muda yang sedang mengomel.

"Halo?" tegur Richard sekali lagi. Pria itu sedikit terkejut mendengar suara keributan yang ia dengar di seberang line telephone.

"Ha-halo maaf kan saya Tuan, ada sedikit trouble," ujar sang resepsionis.

"Nama beliau adalah Nona Kimberly Robbins, Tuan," imbuhnya.

"Oh, dia, " balas Richard dengan dingin.

"Baiklah, Jika ingin wanita itu ingin menemuiku antarkan dia naiklah ke ruanganku di lantai sebelas," jelas CEO itu kepada pegawainya.

"Baik Tuan Richard Alexander," balas resepsionis itu dengan sopan. Kemudian Richard pun, mengakhiri teleponnya.

Pegawai wanita bagian resepsionis itu segera mengantarkan tamu wanita dari sang atasan menuju ke ruangan CEO di lantai sebelas menggunakan elevator atau lift.

[ Apa yang akan terjadi selanjutnya? Simak di lanjutanya ya ]

- Bersambung -