Viona fokus di depan laptop.
Beberapa map tebal dan dokumen tampak menumpuk di sudut meja.
Gadis itu mulai membuka notes catatannya. "Baik mari buat skala prioritas bagi tugas-tugas ini. Di urutkan mulai yang paling mendesak."
Viona mulai sibuk memeriksa setumpuk berkas, menginput data, menyusun laporan serta memeriksa satu persatu schedule Sang CEO.
Viona ingin menjadi sekretaris yang berdedikasi dengan menunjukkan kinerja yang baik kepada Richard Alexander.
Sehingga, pria itu tidak meremehkannya lagi dan bisa sedikit menghargai dirinya sebagai layaknya karyawan profesional.
Ting! Suara pintu lift terbuka. Terdengar suara langkah dari sepatu high heels yang menggema di lobi lantai sebelas.
Dari kejauhan Viona memperhatikan, samar-samar seorang wanita datang mendekat.
"Hm, ada orang datang rupanya. Tapi siapa dia?" ucap Viona sambil memicingkan mata. Minus di matanya bertambah parah, sehingga agak sulit baginya untuk melihat jarak jauh.
Semakin lama, langkah wanita itu semakin mendekat.
Tampak seorang wanita cantik dengan berambut coklat dengan panjang sebahu. Wanita itu mengenakan mini dres ketat serba hitam. Kedua payudaranya yang montok dan besar tampak menonjol membulat indah, di balik mini dress hitam yang dikenakannya. Sepasang sepatu boot dengan heels berwarna merah setinggi paha menghiasi kakinya yang jenjang dan indah. Terlihat sangat modis dan seksi.
Viona memperhatikan wanita cantik itu, tampak sedikit kebingungan saat sampai di lobi lantai sebelas yang sepi dan redup. Tapi wanita cantik itu, terus melangkahkan kakinya, sambil memandang takjub setiap detail di lobi lantai sebelas yang mewah dan berkelas. Kemudian mendekat ke arah meja resepsionis milik Viona.
Viona tersenyum ramah. "Selamat siang, ada yang dibantu Nona?"
"Selamat siang. Apa Richard ada di dalam?" balas wanita itu dengan nada suara yang merdu.
"Iya, Nona. Tuan Richard ada di dalam ruangannya," balas Viona dengan sopan.
Wanita cantik itu terlihat sumringah. Seulas senyuman terukir di bibir merahnya.
"Baguslah kalau begitu. Katakan padanya--- "
Tit! Bunyi daun pintu ganda di ruangan CEO terbuka. Belum sempat wanita cantik nan sexy itu menyelesaikan perkataanya, Richard Alexander sudah keluar dari ruangan kerjanya.
Richard berjalan mendekat ke arah wanita cantik yang ada di depan ruangan nya. Wanita itu adalah Kimberly Robbins, seorang model sekaligus putri dari konglomerat Edison Robbins.
"Kim, ada apa sampai kau datang kemari?" sapa Richard dengan hangat.
"Oh sayangku," balas Kimberly sambil memeluk hangat tubuh Richard Alexander dengan begitu erat. Sehingga kedua gundukan indah milik Kimberly menyentuh di dada CEO tampan itu.
Richard membalasnya dengan mencium bibir Kimberly dengan panas. Bibir mereka berdua berpagutan dengan mesra. Kimberly tampak sedikit kewalahan menghadapi pagutan bibir Richard.
Kedua alis Viona terangkat secara bersamaan. Gadis itu merasa malu sendiri melihat pemandangan ciuman panas antara atasannya dengan wanita bernama Kimberly itu.
Buru-buru Viona mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sampai akhirnya Richard dan Kimberly selesai dengan kegiatannya.
Kimberly menatap Richard dengan mesra. "Maafkan aku, tiba-tiba datang kemari tanpa memberi tahu padamu terlebih dahulu. Sehingga, mengganggu waktu kerjamu."
"No problem," ujar CEO itu dengan singkat.
"Ada masalah apa sampai kau repot-repot datang ke kantorku?" tanya Richard.
"Ini masalah saham perusahaan multinasional 2XU Corporation milik papaku, yang kapan hari sempat kita bicarakan," jelas Kimberly.
"Papa bersedia untuk---"
Belum sempat wanita cantik itu menyelesaikan perkataan. Richard menempelkan jari telunjuknya ke bibir merah nan sexy milik Kimberly.
"Lebih baik kita bicarakan hal tersebut di luar kantor saja," potong Richard Alexander.
Richard melihat jam tangannya. "Lagipula ini sudah jam 11.30 siang. Sebentar lagi, jam istirahat. Kita bisa sekalian makan siang diluar."
Kimberly mengangguk setuju dengan perkataan Richard. "Baiklah, kalau begitu sayangku. Aku menuruti kemauanmu saja. "
Richard tersenyum tipis mendengar perkataan wanita seksi yang ada di sebelahnya itu. Kemudian ia mengalihkan pandangannya kepada Viona.
"Nona Viona, jika ada yang mencariku. Katakan aku sedang sibuk dan tidak ada ditempat. Ada urusan penting yang harus aku selesaikan saat ini."
"Oh ya, jangan lupa untuk melakukan input data dan membuat laporan, ya! Besok saya serahkan kepada saya laporannya. Jika anda memerlukan data anda bisa melihatnya pada file lama yang ada di rak kayu di ruangan saya," terang Richard Alexander.
"Anda bisa pulang saat setelah menyelesaikan tugas anda, Nona Viona. Apa anda mengerti?" tandas CEO muda itu
"Baik Tuan Richard," balas Viona dengan sopan.
"Ok! I am going out right now," ujar Richard dengan cuek.
Kemudian pria itu pun, berlalu sambil menggandeng wanita cantik yang ada di sebelahnya. Kimberly tampak lengket nempel di sisi Richard Alexander.
Viona memperhatikan dari kejauhan. Perlahan sosok mereka menjauh dan menghilang dari pandangan.
"Hm, tunggu dulu sepertinya aku pernah melihat sosok wanita yang bersama dengan Tuan Richard tapi dimana ya?"
Viona mencoba untuk memutar ingatannya kembali ke waktu pertama kali ia bertemu dengan Richard Alexander di hari minggu lalu.
"Eh bukankah, wanita yang bersama Tuan Richard barusan tadi, adalah wanita yang aku lihat tertidur di ranjang Tuan Richard, saat di kamar Hotel Ritz Carlton kemarin," ujar Viona lirih.
Bayangan akan ketampanan sang atasan membuat Viona terlena sejenak. Ingatannya kembali melayang saat pertama kali bertemu dengan Richard Alexander, saat mengantarkan paket bingkisan ke kamar presidential suite di Hotel Ritz Carlton, pada hari minggu kemarin.
Saat itu Richard hanya mengenakan kimono tidur dari bahan sutra, yang terbuka pada bagian tengahnya. Menampilkan otot dada dan perut yang sempurna milik Richard Alexander yang mempesona. Bagaikan pahatan mahakarya yang indah.
Memiliki tubuh atletis dengan tinggi 190 cm, rambut berwarna gelap, wajah tampan rupawan, dengan dua iris mata berwarna biru terang, hidung mancung, dan rahang yang tegas. Membuat penampilan pria itu begitu sempurna. Wanita mana yang tidak meleleh melihat ketampanan Richard Alexander.
"Meskipun sikapnya agak menyebalkan, tetapi Tuan Richard memang tampan rupawan. Pantas saja banyak wanita yang menyukai nya," guman Viona.
Mendadak pipi Viona terasa panas, darah berdesir naik merangkak ke wajahnya.
Walaupun tidak secara terang-terangan tapi gadis itu mengakui ketampanan dan pesona yang dimiliki oleh Sang CEO.
"Ahk! Bicara apa aku ini?! Kenapa aku malah memuji womanizer sialan itu!" pekik lirih Viona.
Karena merasa malu gadis itu, menampar pipinya sendiri dengan kedua tangannya untuk mengembalikan fokusnya dalam bekerja.
"Ayo Fokus, Viona! Fokus! Pekerjaan hari ini masih banyak!"
"Aku harus segera menyelesaikan tugas sebanyak ini agar bisa pulang tepat waktu, supaya bisa menjenguk nenek di rumah sakit St. Elizabeth."
"Hmph, mana laporan dokumen sebanyak ini di minta besok lagi. Ayo semangat Viona!"
Viona mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri untuk menaikkan mood kerjanya.Ia pun kembali fokus ke pekerjaannya. Memasukkan data baru serta membuat laporan untuk besok.
***
Di Lobi lantai dasar – Gedung Lavabra Company.
Februari adalah bulan terakhir musim dingin di Inggris. Perlahan suhu udara sudah mulai menghangat. Beberapa tumpukan salju di pinggir jalan sudah mulai sedikit mencair.
Siang hari itu cuaca cerah berawan, dengan suhu udara 16 derajat celcius.
Di lobi kantor sembari menunggu sopir pribadinya mengambil mobil dari parkiran di lantai basement.
Richard mulai mengenakan kacamata Rayban hitam, serta dua buah sarung tangan hitam untuk menghindari paparan sinar matahari secara langsung.
Memang semenjak anak-anak pria tampan itu, memang memiliki semacam penyakit aneh yang tidak bisa terkena sinar matahari secara langsung.
( bersambung )