Setelah staf pelayan restoran pergi meninggalkan ruangan. Di balik ruangan private yang tertutup itu.
Kini di dalam ruangan tinggal Richard berdua dengan Kim. Richard memandang wanita dihadapannya dengan tatapan serius.
"Apa yang tadi kamu mau bicarakan denganku, Kim?"
"Apa tentang 2UXC?"
Kimberly tersenyum mendengar pertanyaan Richard.
"Hm, ayolah my darling. Kenapa kau langsung memulai serius begitu? Kita bahkan belum memulai pemanasan dulu?" protes Kimberly.
Richard mengangkat sebelah alisnya, seulas senyum tipis tersungging di bibirnya.
"Kau tau. Aku yang tidak suka menghabiskan waktu dengan berbasa-basi. It's not my style. Bagiku itu sesuatu yang membuang waktu saja. So Let's to the point," sergah Richard dengan tenang.
Kimberly terkekeh ringan. "Itu yang aku suka darimu, my darling. Selalu serius dan tidak suka membuang waktu. Mau aku ceritakan bagian mana dulu, ya?" goda wanita itu dengan nada manja.
Richard menatap wanita di hadapannya dengan tatapan serius. "Ayolah Kim, aku tidak punya banyak waktu untuk bercanda kali ini."
"Hmmph, baiklah akan aku ceritakan mengenai perkembangan tentang 2UXC," balas Kimberly. Wanita itu merasa tidak tahan dengan tatapan mata biru Richard.
Terdengar suara pintu diketuk dari luar. Pembicaraan terjeda sejenak. Tidak lama kemudian tiga orang staf pelayan masuk ke dalam ruangan private VIP itu.
"Permisi, Tuan Richard. Ini kami bawakan makan siang pesanan anda," ujar kepala staf pelayan dengan sopan.
Seorang dari pelayan itu mendorong sebuah troli makanan, berwarna keemasan. Di bagian atas troli itu penuh dengan hidangan lezat dengan penataan yang indah dan benar-benar menggugah selera.
Seorang pelayan lagi, membawakan sebotol wine. Lalu, seorang pelayan lagi mulai menata hidangan-hidangan lezat itu di atas meja sang pelanggan.
Pelayan yang satu lagi mulai membuka botol wine dengan alat pembuka khusus. Kemudian, menuangkannya ke 'trule' gelas khusus wine yang terbuat dari kristal.
"Please enjoy your meal, Sir. Bon appetit," ujar kepala staf pelayan itu.
"Thank you Rhonda," balas Richard Alexander.
Kepala staf pelayan itu tersenyum lalu mohon diri. "Baiklah Tuan, kalau begitu saya mohon diri. Selamat menikmati hidangan anda. Saya harap anda menyukai masakan dari restoran kami," ujar Rhonda dengan sopan.
Kepala staf pelayan itu meninggalkan ruangan VIP diikuti oleh dua orang pelayan lainnya. Pintu ruangan VIP kembali tertutup.
Richard meneguk segelas wine, lalu mengulangi pertanyaannya. "Ceritakan padaku ada apa?"
Kimberly tersenyum. "Wah baiklah tuan tidak sabaran. Aku akan menceritakannya," goda wanita cantik itu.
"Sabarlah dulu sayangku. Well, nanti setelah makan siang ini selesai akan beritahu semuanya," goda wanita cantik itu.
"Bon appetit, My darling," ucap Kimberly sambil mengangkat segelas Wine ke arah Richard. Pria itu hanya tersenyum tipis sambil mengangkat sebelah alisnya.
Wanita cantik itu kemudian mulai sibuk menyantap makanan yang ada di hadapannya. Aroma lezat dari hidangan yang tersaji di hadapannya, benar-benar membuat Kimberly kalap. Tanpa memperdulikan pria yang duduk di hadapannya.
Sementara Richard hanya diam saja. Pria itu sama sekali belum menyentuh makan siangnya. Bau gurih dari bumbu masakan hidangan yang tersaji di hadapannya sama sekali tidak menggugah seleranya.
Terlebih lagi, ia samar-samar mencium bau garlic atau bawang putih di salah satu menu yang terhidang di hadapannya. Bagi Richard, memakan bawang putih itu sema seperti racun bagi tubuhnya. Dari kecil pria itu tidak bisa memakan bawang putih meskipun hanya sedikit bercampur dalam bumbu masakan.
'Sialan! Salah satu masakan ini menggunakan bawang putih sebagai bumbu,' batin Richard Alexander.
Beruntung bau bawang putih itu tidak terlalu kuat, sehingga Richard masih bisa tahan.
'Hmph, sampai kapan perempuan ini tidak membiarkan aku menunggunya seperti ini? Sialan! Membuang waktu saja Lagi pula ia makan dengan sangat rakus seperti babi kelaparan saja. Benar-benar sangat menjijikan,' batin Richard Alexander, yang tidak senang dengan sikap Kimberly.
Richard menghela nafas ringan, merasa tidak senang. Pria itu sedikit kesal dengan perkataan dan sikap Kimberly yang dirasa mengulur waktu. Pria itu sangat benci sesuatu yang bertele-tele.
Seutas senyum miring tersungging di bibir Richard. Kesabarannya sudah mulai habis. Ia sudah tidak tahan lagi. Waktu bagi Richard sungguh sangat berharga.
Richard Alexander, kemudian menatap tajam, kearah wanita yang ada di hadapannya.
Iris mata biru muda Richard Alexander berubah warna menjadi ungu kemerah dalam sekejap.
Kimberly mengangkat kedua alisnya, saat sekilas melihat perubahan iris warna mata pria yang ada di hadapannya itu. Wanita itu ingin bersuara, namun tenggorokannya terasa tercekat.
Richard semakin menatap lekat-lekat mata Kimberly. Warna iris mata pria itu berubah menjadi semakin merah menyala.
"Cepat katakan, Kim! Ada apa dengan 2UXC?"perintah Richard Alexander dengan tegas.
Nada suara pria itu merasuk ke dalam kalbu Kimberly mempengaruhi jiwanya.
Perkataan Richard itu menjadi sebuah perintah absolut yang tidak dapat ditolak. Bagaikan terhipnotis wanita itu menolak perintah dari Richard.
Kimberly pun langsung memberitahukan semua serta membocorkan rahasia yang ingin diketahui oleh Richard tentang perusahaan keluarganya, 2UXC.
Kimberly menghentikan kegiatan makan siangnya. Wanita itu mulai, meletakkan pisau dan garpu yang ada di tangannya dengan gerakan yang kaku mirip robot.
Wanita itu mulai berbicara dengan tatapan kosong. "Papaku, John Robert Jr, tidak begitu mempercayai kerja sama dengan perusahaan milikmu Tuan Richard. Ia lebih melirik perusahaan fashion asal Paris, untuk bekerja sama dengan 2 UXC."
"Kata beliau akan meninjau lagi kerja sama yang kemarin anda tawarkan," imbuh Kimberly.
"Sshhit!" desis Richard Alexander lirih.
"Katakan apalagi yang kamu ketahui!" perintah pria itu dengan nada rendah.
"Tetapi jika masih ada celah untuk anda, Tuan Richard. Jika anda sangat berminat dengan perusahaan kami. Anda bisa membeli lebih dari separuh saham perusahaan induk dari 2UXC. Belilah 51% saham itu. Dengan demikian anda otomatis menjadi komisaris utama pemegang saham mayoritas perusahaan 2UXC. Namun sayangnya, saham 2UXC hanya dijual secara tertutup. Jika anda menghendaki saya akan membantu anda. Saya akan dengan suka rela memberikan bagian saya kepada anda sebesar 49%. Sisanya, akan saya urus nanti Tuan Richard," terang Kimberly.
"Selain itu Tuan. Anda juga bisa membeli saham beberapa anak perusahaan kami seperti H&R, Spine, dan 3Second. Ketiga saham anak perusahaan itu di jual bebas di pasar saham LSEG. Saya juga akan membantu anda untuk mendapatkan bagian paling besar di sana, Tuan Richard."
"Bagaimana kalau kita, cepat bereskan urusan ini. Telepon bagian keuangan di perusahaan!" perintah Richard Alexander.
"Baik Tuan Richard," balas Kimberly tanpa ekspresi. Tatapan mata wanita itu masih kosong.
Kimberly lalu mengeluarkan telepon genggamnya dari clutch atau tas tangan Louis Vuitton hitam, berukuran sedang yang ada di pangkuannya.
Bagaikan kerbau dicocok hidungnya Kimberly menuruti perintah Richard.
Wanita itu membuka telepon genggamnya. Jari-jari lentik wanita cantik itu, mulai menekan nomor telepon sekretaris perusahaan.
"Halo selamat siang Tuan Jean Pierre. Ini saya Kimberly. Tolong siapkan berkas dan surat penjual saham milik saya seharga 200 juta Euro. Saya berniat memberikan bagian itu kepada Tuan Richard Alexander, CEO Lavabra," perintah Kimberly dengan nada datar.
"Apa?! Tidak usah bertanya?! Cepat lakukan!! Or you will be dead! Understood!" bentak Kimberly saat mendengar pertanyaan dari sekretaris kepercayaan.
Richard tersenyum tipis.
"Bagus, sekali Kim," puji Richard Alexander.
"Terima kasih, Tuan Richard," balas Kimberly dengan nada yang kaku. Pikiran dan jiwa wanita itu masih dalam pengaruh sihir hipnotis Richard.
"Mari kita bereskan sisanya nanti!" imbuh Richard.
"Baik Tuan Richard," balas Kimberly dengan tatapan mata kosong.
"Baiklah Kim, Kau mulai sekarang adalah budakku!" desis Richard Alexander.
(bersambung)