"Anda tidak mungkin menggunakan sepatu rusak itu untuk bekerja seharian, bukan?" imbuhnya.
"Nona Viona kemarilah!" seru Richard Alexander kepada sekertarisnya.
Pipi Viona bersemu merah, saat mendengar perkataan Sang CEO.
Gadis cantik itu pun memberanikan diri untuk melangkah maju beberapa langkah mendekati sang CEO dan asisten pribadinya, James.
James pun segera mengambilkan sebuah kotak sepatu yang ada di bagian paling kanan lalu mengeluarkan, sepasang sepatu high heels cantik berwarna hitam dari merk ternama.
Viona terpana melihat keindahan sepatu mahal yang ada di hadapannya. Sepatu itu memiliki tinggi 14 cm, terbuat dari kulit buaya asli, di warna hitam glossy tampak sangat mengkilap. Pada bagian atas ada strap pengikat yang cantik dengan hiasan rantai warna keemasan.
Seumur hidup, dari mulai anak-anak sampai dewasa ini. Baru pertama kali Viona melihat sepatu kerja yang begitu cantik, terlebih lagi sepatu itu dari merk ternama. Sama sekali di luar bayangan Viona.
"Cepat! Kemarilah dan coba kenakan sepatu ini!" perintah Richard Alexander.
"Nona, silahkan dicoba," ujar James sambil menyodorkan kedua sepatu high heels kepada Viona.
Gadis itu pun mengambil sepasang sepatu cantik itu dan mulai mencoba mengenakan di kakinya satu per satu.
"Wah, terlihat pas dan cantik sekali di kaki anda Nona," seru James dengan senang.
Richard tersenyum tipis melihat bahwa sepatu itu sangat cocok di kaki sekretaris barunya. Kaki Viona yang putih mulus, tampak jenjang.
"Coba berjalan dengan sepatu itu!" perintah Richard Alexander dengan tegas.
Viona berjalan dengan berusaha menyesuaikan dengan tinggi heels di sepatu barunya, yang lebih tinggi 4 cm.
"Sebaiknya anda buang saja sepatu butut anda tadi," ujar Richard Alexander.
"Karena saya tidak suka melihat anda mengenakan sepatu butut dan memalukan seperti tadi. Benar-benar merusak pemandangan!" Richard Alexander.
"Tuan Richard, memang memiliki selera fashion yang bagus, Nona," sela James. Pria itu memuji majikannya.
"Diam James! Tolong jangan menyela ketika aku berbicara!" hardik Richard Alexander.
"I am sorry, Sir. My mistake. Maafkan aku, Tuan." balas James sambil menundukkan kepala. Seketika James menjadi terdiam seribu bahasa.
Viona sedikit kaget saat melihat sekilas perangai pemarah dari sang CEO. Ia tidak menyangka bahwa Richard tega menghardik asisten pribadinya yang berusia lebih tua di hadapannya.
'OMG! Ternyata benar kata Monica Lewinsky, ternyata Tuan Richard pria yang tempramental. Aku harus lebih berhati-hati berinteraksi dengannya, jangan sampai membuatnya marah.' batin Viona.
Richard mengalihkan pandangannya kepada Viona, yang sedari tadi diam saja tidak banyak bicara.
"Apa anda suka sepatu itu?" tanya Richard Alexander dengan nada dingin.
Viona menganggukkan kepalanya secara perlahan. "Iya Tuan Richard, sepatu ini sangat indah."
"Baguslah kalau begitu. Jika anda menyukainya. Sepatu itu kuberikan untuk anda."
Kedua mata Viona melebar, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Richard tersenyum tipis. "Anda bisa menggunakannya setiap hari saat bekerja. Sepatu itu terlihat cantik di kaki anda," ujar pria itu.
"Namun, bukan berarti anda bisa mendapatkannya secara gratis begitu saja, hah? You know, there is no free lunch. Apa anda tahu peribahasa ini, tidak ada makan siang yang gratis. Ada hal yang harus anda bayar sebagai pengganti harga sepatu itu," tandas Richard Alexander.
Deg! Seketika perasaan Viona berubah menjadi tidak enak saat mendengar perkataan atasannya barusan.
'Apa maksudnya? Apa dia ingin aku mengganti harga sepatu yang mahal ini? Ya Tuhan, gajiku selama tiga bulan saja belum tentu cukup untuk melunasi harga sepatu ini. Belum lagi, harus membayar biaya berobat untuk nenek dan membayar hutang keluarga. Apa dia ingin aku membayar dengan tubuhku ? Tega sekali orang ini menjebakku! Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!' batin Viona.
Pikiran gadis cantik itu mulai melayang ke hari minggu kemarin. Tepatnya saat disuruh oleh Monica mengantarkan paket ke tempat Richard menginap di Hotel Ritz Carlton.
Viona melihat dengan mata kepala sendiri, seorang wanita muda dengan rambut coklat yang tertidur pulas di ranjang sang CEO. Wanita muda itu, tertidur tanpa sehelai benang pun. Hanya berbalut selimut putih tipis yang membalut tubuh indahnya.
Viona melihat ada sedikit noda darah di atas selimut putih yang membalut tubuh telanjang wanita muda itu. Sepertinya, wanita muda itu telah menghabiskan malam panas bersama sang CEO.
Mendadak bulu kuduk Viona meremang, membayangkan apabila hal itu terjadi pada dirinya.
'Sialan, lebih baik kembalikan sepatunya! Apa dia pikir aku perempuan murahan yang rela ditiduri demi sebuah barang mewah!' batin Viona kesal.
Gadis itu hanya diam membeku, rona merah perlahan merangkak naik di wajahnya. Viona, tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi pada dirinya. Pikirannya melayang terlampau jauh. Memikirkan hal-hal yang tidak perlu.
"Bagaimana Nona Viona?" tanya Richard Alexander sambil menatap Viona dengan tajam.
"A-apa maksud anda Tuan Richard?" balas Viona dengan sedikit tergagap. Seketika suara Richard itu membuatnya kesadarannya kembali dari lamunan.
"Maaf, lebih baik saja kembalikan saja sepatu ini. Saya tidak sanggup untuk membayar harga sepatu ini---" tolak Viona secara sopan, sambil melepas kembali sepasang sepatu indah itu dari kedua kakinya.
Gadis muda itu merasa harga dirinya sedang dipermainkan oleh sang atasan demi sebuah sepatu mewah.
Richard Alexander terkekeh ringan melihat gelagat Viona. Pria itu mengetahui apa yang dipikirkan oleh sekretaris barunya itu.
"Berani sekali anda bersikap seperti ini! Saya bahkan sudah berbaik hati memberikan sepatu itu untuk anda."
"Anda berpikir terlalu jauh Nona Viona. Apa kau pikir aku akan suka dengan orang seperti anda? You are not my type," sindir pria itu.
Deg! Lagi-lagi perkataan pria tampan itu melontarkan perkataan hinaan. Viona merasa kesal. Gadis itu memandang ke arah Richard Alexander. Lalu menyerahkan sepasang sepatu cantik itu kepada James, asisten pribadi sekaligus bodyguard, sang CEO.
James tampak sedikit salah tingkah menerima sepasang sepatu itu, sambil menoleh ke arah sang majikan.
Ekspresi wajah sang CEO berubah menjadi merah padam. Darahnya berdesir kencang di seluruh pembuluh darah.
Baru pertama kali ini pemberiannya ditolak mentah-mentah oleh seorang gadis. Terlebih lagi gadis itu adalah anak buahnya sendiri yang merupakan anak baru di perusahaan LAVABRA.
Harga diri Richard Alexander sebagai seorang pria dan atasan jadi terluka. Hal seperti ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
Selama ini gadis-gadis, selalu senang dan menerima begitu saja pemberiannya. Namun tidak dengan Viona Ryders.
'How dare you, Viona! Berani sekali kau, hah! Dasar gadis miskin sombong yang menyedihkan!' maki Richard dalam hati.
Tentu saja hal ini membuat Richard, merasa jengkel. Sebagai seorang pria dewasa Richard berusaha untuk tetap bersikap tenang.
"Maafkan saya Tuan Richard. Tetapi saya benar-benar tidak bisa menerima pemberian anda ini," tegas Viona sekali lagi dengan sopan ia mencoba untuk menolak pemberian sang CEO.
Richard mendengus pelan.
"Hmph, baiklah jika itu mau anda Nona Viona. Aku hargai keputusanmu! Setiap keputusan pasti ada konsekuensinya."
"Karena kau telah memutuskan untuk menolak pemberianku ini. Aku tidak mau tahu, apakah kau bekerja dengan mengenakan alas kaki atau tidak?!" tandas Richard kepada Viona.
( bersambung )