"Ada apa, Anna?" tanya Bu Jani terkejut sekaligus khawatir. Tapi gadis itu mengacuhkannya dan terus berjalan menuju bangkunya.
Bu Jani dan murid di kelas 2-4 memperhatikan tingkah Anna yang aneh.
"Aduh, maaf, Bu," ucap Lira ketika masuk kelas dengan terengah-engah.
"Lira, ada apa dengan Anna?" tanya Bu Jani penasaran.
Lira menggeleng, " Gak tau, Bu. Saya juga kaget tiba-tiba dia lari ninggalin saya, padahal udah mau sampe UKS."
"Yaudah, kamu duduk di bangku kamu dulu aja," titah Bu Jani yang diangguki Lira.
Gadis itu menuju bangkunya. Setelah duduk, ia menoleh ke arah Anna yang sibuk mencari sesuatu di tas.
"Cari apa, An?" tanya Lira penasaran.
Beberapa detik kemudian, wajah gadis itu terlihat lega lalu menatap Lira senyum, "Gak. Gak cari apa-apa."
"Kamu udah baikkan?" tanya Lira tampak khawatir. Anna mengangguk senyum.
Lira berbalik menatap Bu Jani dan mengangguk untuk mengode. Bu Jani kembali ke mejanya.
"Baik, kalau gitu, ayo, kita lanjut belajarnya." Bu Jani menjeda ucapannya sambil membuka buku paket seni budaya, murid-murid juga membuka buku paket seni kebudayaan. "Sampai mana terakhir?" lanjutnya.
"Bab delapan akhir, Bu," jawab Pika.
"Oke, kita lanjut bab sembilan, ya. Evaluasi gerak tari kreasi berdasarkan teknik tata pentas," ucap Bu Jani sambil membaca buku paketnya.
"Oh, ya, apa praktek nanti kalian mau pentas drama aja? Sekelas, nanti Ibu nilai karakter masing-masing," tawar Bu Jani dengan senyum.
"Seru tuh, Bu," sahut Luna antusias.
"Gak, ah, Bu. Maunya nyanyi aja saya," ujar Juno.
"Iya, Bu, saya juga mau nyanyu," sahut Fabian.
"Nyanyi buat Yuni, eeaaaaa," timpal Yoga tertawa. Murud lainnya bersorak ramai.
"Heh, Yo, lo jangan rese deh," sungut Fabian dan Yoga menampilkan dua jarinya membentuk huruf V.
"Heh, diem! Berisik deh!" tegur Pika menatap sinis Yoga dan Fabian bergantian.
"Sorry," bisik Yoga lalu fokus ke depan.
"Yaudah gini aja, nanti siapa aja yang mau pentas drama, kalian bikin kelompok, yang mau nyanyi siapa, dan yang mau nari siapa. Sekretaris nanti data, ya, terus kasih Ibu," jelas Bu Jani diangguki Luna.
"Baik, kita lanjut belajarnya, ya. A, teknik tata pentas tari kreasi. Tata pentas tari adalah teknik merancang untuk mementaskan tari yang baik, sehingga tampak jelas tampilan keindahan geraknya."
"Jadi, ini bisa disebut membuat koreografi tarian. Kalian ada yang suka kpop?" tanya Bu Jani, beberapa orang mengangguk termasuk Lira dan Luna.
"Nah, lihat tarian mereka 'kan? Bukankah bagus?"
"Siapa disini yang ingin jadi koreografer?"
Pelajaran terus berjalan. Anna terus diam sedari tadi. Gadis itu sangat gelisah ingin segera memberitahu Altan.
Pukul 10:30 WIB, bel istirahat berbunyi. Bu Jani pamit undur diri. Anna yang sangat gelisah sedari tadi itu langsung bergegas keluar kelas padahal Bu Jani belum benar-benar keluar dari kelas.
"Anna, Ibu belum selesai bicara!" teriak Bu Jani. Anna tidak peduli dan terus berlari ke lantai 2 untuk bertemu Altan.
Ketika menuruni anak tangga, Anna menabrak seseorang. Tapi karna ia sangat gelisah dan buru- buru, ia hanya meminta maaf lalu berlari lagi menuju ke kelas 2-1.
Sesampainya di depan kelas 2-1, Anna melihat Altan yang sedang dikerubungi oleh siswa siswi kelas 2-1.
Gadis itu bingung dan canggung jika memanggil kekasihnya. Ia berdiri cukup lama diambang pintu. Sampai ada seorang siswi yang menyadari kehadiran Anna.
"Al, ada Anna tuh," ucap siswi bernametag Amira sambil menepuk bahu Altan yang sibuk mengerjakan soal matematika tadi.
"Mana?" Altan mendongak. Ia melihat kekasihnya menundukkan wajah dan terlihat gelisah.
Altan bangkit dari duduknya, "Oke, guys, nanti lagi, ya, belajarnya, pacar gue dateng."
"Ah, ribet! Ganggu aja!" kesal salah satu siswi bernama Resa, yang tadi sedang belajar bersama Altan.
"Anna lebih penting dari nilai matematika gue atau apapun itu," ketus Altan menatap sinis Resa. Gadis itu terpaku ditempatnya.
Altan menghampiri Anna dengan tatapan lembut dan senyum cerah. Gadis itu menatap Altan dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kenapa? Ada yang jahatin kamu?" Altan khawatir dan panik.
"Udah keluar hasilnya," ucap Anna pelan.
"Hasil?" Altan bingung dan tampak berpikir.
"Tesnya."
Mendengar itu, mata Altan membulat. Ia langsung menggenggam tangan Anna lalu menariknya pelan untuk keluar dari kelas. Mereka pergi ke atap sekolah.
"Apa hasilnya?" tanya Altan penasaran. Ia tidak melepas genggamannya pada Anna.
"Lepasin dulu tangannya," ucap Anna tapi Altan menolak.
"Lepasin!" titah Anna menekan. Tapi Altan terus menolaknya dan malah semakin menggenggam erat tangan Anna.
"Lepasin kalo kamu gak mau ketularan!" teriak Anna sambil menghempaskan tangan Altan agar melepaskan genggaman. Tak terasa, air matanya juga berlinang.
Altan sempat terkejut. Tanpa pikir panjang, ia langsung memeluk Anna berusaha menenangkan gadis yang sedang kalut itu.
"Lepasin aku!" Anna memberontak agar Altan melepaskan pelukannya. Tapi lelaki itu malah mengeratkan pelukannya.
Anna berontak dengan memukul dada bidang Altan, tapi lelaki itu memeluknya semakin erat. Tanpa Anna tau, lelaki itu juga menjatuhkan air matanya.
"Lepasin aku, Al! Aku gak mau kamu juga kena!" titah Anna masih memberontak agar pelukannya terlepas. Tapi Altan terus memeluknya, walau terkadang, kepala Anna menghantam dagunya.
Kekuatan berontak Anna sangat kuat, lelaki itu bahkan hampir melepaskan genggamannya akibat hantaman dari kepala Anna yang mengenai dagunya. Sangat sakit.
"Lepasin aku!" bisik Anna pelan. Ia lelah berontak, lalu terdengar suara isakan tangisnya.
"Nangis aja, An, gak apa-apa. Keluarin semua kekeselan kamu, pukulin aja aku, kalo itu bisa buat kamu sedikit lebih tenang," bisik Altan pelan sambil mengusap lembut kepalana Anna. Sesekali, ia mengusap air matanya juga.
"Aku gak mau kamu juga kena penyakit sial ini, Al. Aku gak mau," rintih Anna.
"Aku udah bilang 'kan. Kamu ini segalanya bagi aku, An," ucap Altan berusaha menenangkan Anna.
Anna diam. Hanya terdengar suara rintih tangis Anna yang memilukan hati. Penampilan gadis itu juga kacau. Wajahnya merah dan basah. Tak beda dengan Altan. Mata lelaki itu juga sedikit sembab.
"An, aku gak akan pernah ninggalin kamu. Aku janji. So, dont worry, oke?" Altan menangkup wajah mungil Anna dengan kedua tangannya.
Wajah gadis itu sangat merah dan basah. Matanya juga sangat sembab.
"Kamu nangis, Al?" lirih Anna.
"Ngikutin kamu." Altan senyum. Anna yang tadinya putus asa, karna Altan, wajahnya mulai tersenyum kembali.
"Tapi aku takut," ucap Anna kembali dengan ekspresi khawatir.
"Ada aku," ucap Altan meyakinkan Anna. "Apapun yang terjadi, aku orang pertama yang ada di depan buat lindungin kamu."
Wajah Altan sangat serius, sorot matanya sangat lembut dan penuh kasih sayang dan itu menambah tingkat ketampnannya. Membuat Anna tenang dan nyaman.
"Aku gak tau, gimana jadinya kalo aku gak punya kamu," papar Anna. Altan tersenyum lalu mencium kening Anna.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang memotret mereka dan mendengar percakapan tentang penyakit itu.
Tring!
fungosip
BREKING NEWS!!!!
Kalian mau tau gak apa yang gue tau? HOT NEWS BANGET LOH GUYS!!!! INI TENTANG ANNA DAN ALTAN, COUPLE GOALS SEKOLAH KITA!
Anna terkejut melihat notifikasi di ponselnya. Wajahnya sangat gelisah dan ketakutan. Tangannya bergetar dan ia mengeluarkan air matanya lagi.
"Al," lirih Anna lalu terduduk, tak sanggup menahan berat tubuhnya karna lelah.
Tbc ...