Badai angin yang terjadi beberapa jam itu mulai reda. Cenora yang menyadari hal itu memberanikan dirinya untuk melihat keadaan sekitar rumahnya. Sekaligus ingin melihat apa yang terjadi pada Ichigo setelah angin besar telah hilang.
'Angin kencang sudah reda, lalu apa yang Ichigo lakukan saat ini? Apa dia masih ada di atas atap rumahnya?' gumam Cenora dalam hati dengan langkah mengendap-endap setelah membuka pintu rumahnya.
Tapi, belum lagi Cenora melangkah keluar, kakinya nyaris menginjak seekor kucing hitam yang terlihat terengah-engah bernapas.
"Kenapa ada kucing hitam di sini?" gumam Cenora. Lalu ia berjongkok untuk mengambil dan mengangkat tubuh kucing hitam itu. Tubuh kucing itu juga terasa kaku dan dingin.
"Apa napasmu terengah dan tubuhmu dingin karena kau terhempas angin besar yang baru saja terjadi? Kau sangat lemah, kucing hitam yang malang!" ucap Cenora pada kucing yang matanya setengah terbuka.
"Hei, Tuan Siluman! Lihatlah korban dari kibasan sayap iblismu yang sangat besar itu. Kucing sekecil ini juga terkena imbasnya, kau tahu?" gerutu Cenora sambil menolehkan pandangannya ke arah rumah Ichigo.
Cenora kembali masuk ke dalam rumah dengan membawa kucing itu bersamanya.
"Akan kuletakkan di mana kucing ini, ya? Aku tidak memiliki keranjang atau sejenisnya," gumam Cenora sedikit bingung.
Dia mulai mencari ke dapur dan berharap menemukan sesuatu yang dapat digunakan untuk meletakkan kucing hitam itu agar lebih nyaman.
Dan akhirnya, mata Cenora tertuju pada sebuah keranjang anyaman bambu bekas tempat buah milik bibi yang sering membantunya di rumah.
Cenora membaringkan kucing itu di keranjang buah yang sebelumnya sudah dilapisi dengan kain lembut.
Saat itu hari sudah gelap dan jam dinding di kamarnya sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Itu adalah waktunya beristirahat.
Padahal sepanjang siang ia sudah cukup tidur, tapi mungkin karena banyak darah yang dikeluarkan dari tubuhnya akibat terkontaminasi dengan racun, membuat tubuh Cenora mudah lelah dan sering menguap.
Di sela mata yang belum sepenuhnya terpejam, Cenora melirik ke arah keranjang buah berisi kucing hitam yang diletakkannya di atas meja sebelah ranjang tidurnya. Kucing hitam itu sejak tadi tidak melakukan pergerakan apapun, meskipun suhu tubuhnya sudah menghangat lagi.
"Hei, kucing yang manis. Kenapa kau belum bergerak juga sampai sekarang? Apa tubuhmu begitu lemah sampai untuk membuka matamu saja kau tidak ingin? Coba lihatlah aku, aku tahu kau tidak tidur terlalu lelap! Telingamu merespon ucapanku, loh!" Cenora coba mengajak kucing itu berbicara.
Tapi sayangnya, kucing itu terlihat malas membuka mata meski wajahnya sudah dielus berulang.
"Ya sudah, aku juga sudah mengantuk lagi. Jika sampai besok pagi kau masih lemas, aku akan meminta tolong pada bibi untuk membawamu ke klinik hewan, ya! Aku akan tidur sekarang," ucap Cenora pada kucing yang tidak bergeming sama sekali.
"Ichigo, apa yang sudah kau lakukan tadi? Lalu bagaimana keadaanmu sekarang? Apa racun itu tidak terisap olehmu biarpun sedikit? Aku bingung, haruskah aku mengkhawatirkanmu atau tidak?"
Gumaman Cenora itu terdengar pelan saat matanya sudah mulai menutup dan ia pun terlelap.
Beberapa saat suara Cenora tidak terdengar dan berganti dengan hembusan napas lembut yang teratur, si kucing hitam mulai membuka matanya.
'Kau sudah tidur ternyata. Baguslah, kau memang harus banyak istirahat untuk memulihkan tenagamu lagi,' ucap kucing hitam itu dalam hati.
Kucing itu mulai bangkit dari keranjang nyamannya itu dan turun dari meja di samping ranjang Cenora. Kucing itu begitu bersusah payah ingin masuk dari celah selimut yang membalut tubuh Cenora, dan akhirnya berhasil.
'Hanya beberapa jam lagi saja, Sayang. Sampai besok pagi saja aku ingin tidur bersamamu dan melekat di kulit hangatmu ini. Aku begitu lemas dan dingin,'
Kucing itu terlihat memandangi wajah Cenora dengan jarak sedekat itu. Sepasang mata keemasan itu begitu lekat memandangi Cenora yang terlelap tak bergeming saat tidur. Tapi saat tangan kucing itu meraba pipi Cenora, sang pemilik wajah terlihat terusik dengan panjangnya kuku si kucing.
"Hmm, kau di sini? Kenapa kau turun dari keranjangmu? Apa di sana tidak cukup hangat sampai kau berdesak ingin tidur bersamaku?" gumam Cenora pada kucing itu.
Si kucing tidak menjawab dan malah menyandarkan kepalanya di dada Cenora seakan mencari kenyamanan yang lebih lagi.
"Baiklah, malam ini kau kuizinkan tidur bersamaku. Semoga besok pagi tubuhmu sudah lebih baik. Kurahap begitu juga untuk tubuhku yang terus terasa lemas. Ayo kita tidur, kucing manis!" sambung Cenora berucap sembari memeluk erat kucing hitam itu di pelukannya.
'Tubuhmu begitu hangat, apalagi di bagian dada ini. Ahhh, ini sangat lembut. Jika saja tubuhku tidak berbentuk kucing seperti ini, pasti dua benda kenyal ini sudah kulahap sepuasku. Dan sepertinya aku rela jika harus menjadi kucing kecil setiap malam jika aku bisa tidur bersamamu seperti ini terus-menerus,'
'Andai kau sadar aku adalah siluman yang kau benci, pasti kau tidak akan memelukku dengan hangat seperti ini, Sayang…' batin si kucing hitam itu lagi sembari menyamankan posisinya di dada Cenora.
***
Sinar matahari sudah terasa menyelinap ke celah lubang udara di kamar Cenora. Perlahan tapi pasti matanya mulai mengerjap berulang.
"Ah, sudah pagi. Aku harus bangun!" gumam Cenora yang seakan malas bangkit dari ranjangnya yang nyaman.
Cenora mulai duduk di pinggiran ranjang dan menguap khas orang bangun tidur. Matanya langsung tertuju pada keranjang buah tempat kucing hitam tadi malam ia letakkan.
"Eh, di mana kucing itu? Bukankah tadi malam dia tidur bersamaku? Apakah dia mati sesak karena tertimpa tubuhku saat aku tidak sadar tadi malam?" Cenora mulai sedikit panik dan langsung memeriksa selimutnya, memastikan apakah kucing itu benar-benar mati atau tidak.
Dan saat Cenora menyingkap selimut itu, ia semakin bingung.
"Tidak ada? Lalu ke mana kucing itu sekarang? Kamarku juga tidak terbuka sedikitpun!" gumamnya bingung. Cenora menggaruk-garuk rambutnya yang masih acak-acakan sembari berpikir.
'Apa jangan-jangan…' pikirnya mulai curiga dan membuatnya langsung panik dan memeriksa tubuhnya.
"Ah, syukurlah tidak terjadi apapun," ucap lega Cenora saat mendapati tubuhnya tidak mengalami apapun seperti apa yang dibayangkannya.
Dirinya sudah sangat takut jika kucing yang bersamanya tadi malam adalah sesosok siluman yang menyamar sebagai kucing yang lemah.
Tapi, ada hal yang masih mengganjal di benak Cenora.
'Apa jangan-jangan kucing hitam yang tadi malam itu adalah…' pikirnya sambil berucap dalam hati, 'Ah, tidak mungkin. Dia bukan siluman kucing, dia siluman harimau, kan? Lagipula wujudnya tadi malam sangatlah besar hingga membuat angin berhembus seperti badai.'
'Mana mungkin setelah itu dia meringkuk menjadi kucing kecil yang lemah. Ah, aku terlalu memusingkan hal yang tidak perlu kupikirkan!' sambungnya bergumam lagi dan mulai bergegas bersiap untuk ke sekolah.