"Sebenarnya aku tidak perlu sampai selemah ini jika pengantinku bersedia bersatu tubuh denganku, tapi sayangnya pengantinku ini adalah gadis yang kuno. Aku bisa apa?" Ichigo melanjutkan ucapannya tanpa merasa bersalah.
"Apa maksudmu dengan kata kuno?" Cenora bertanya bingung.
"Apalagi istilah yang tepat untukmu, saat ada pria tampan sepertiku yang terus meminta dan mendekatimu untuk bercinta tapi kau malah menolakku?" jawabnya santai.
"Astaga, padahal aku sudah mulai menurunkan kekesalanku padamu! Dasar siluman mesum!" gerutu Cenora pelan karena dia tidak ingin memperpanjang pembahasan tidak berguna itu.
"Aku mendengarmu," jawab Ichigo saat terlihat sedang menutup mata dan tertidur miring menghadap Cenora.
"Ichigo, apa hidupku memang harus berada di sekitarmu? Apa aku memang harus menjadi mangsaanmu? Siapa yang mengatur hidup seperti ini untukku? Bukankah ini tidak adil bagiku?" Cenora berucap murung saat matanya terus memandang wajah Ichigo yang lemah.
"Jika itu tentang hidupmu yang menjadi reinkarnasi Peri Bulan, aku tidak bisa mengubahnya. Aku hanya siluman, bukan Dewa," jawab Ichigo yang masih menutup matanya.
Cenora menatap lirih. Rasaya ingin sekali menangis saat itu juga.
"Tapi jika untuk pilihan harus menjadikanmu pengantinku, maka itu sepenuhnya keputusanku. Karena aku tidak akan menyerahkanmu untuk menjadi pengantin milik pemimpin klan yang lain. Kau hanya harus menjadi pengantinku. Milikku, Cenora," kali ini Ichigo membuka mata sayu-nya memandang wajah Cenora yang murung.
"Aku akan menjagamu. Aku tidak akan membiarkanmu dimangsa siluman lainnya. Aku sudah berjanji padamu sejak dulu, bukan? Jadi, kenapa kau terus menolak dan sekaan akulah yang membuat hidupmu tidak tenang?" ucapan Ichigo membuat Cenora sedikit merasa bersalah.
"Untuk apa aku berbohong dan mempermainkan hidupmu? Apa gunanya bagiku membuatmu bersedih? Kita sudah bersama sejak kecil dan kita juga sudah berjanji akan selalu bersama, bukan? Jangan katakan kau melupakan hal itu," sambung Ichigo lagi.
"Tapi itu hanya karena aku adalah pembawa kejayaan bagi klan siluman, bukan? Kau melakukan itu karena kita bersahabat sejak kecil dan sekarang kau menjagaku karena janji kecil kita dulu. Tapi, kau tidak mungkin hanya menyimpanku sebagai pajangan saat semua siluman tahu, aku sangat diincar bangsa yang lainnya sepertimu,"
"Jika kau punya hati, maka kau akan mengerti jika hatiku sangat sakit dengan semua ini," ucap Cenora lesu dan mulai bangkit dari duduknya.
"Bagaimana jika yang kau katakan itu tidak sepenuhnya benar?" Ichigo langsung menghentikan langkah Cenora dengan ucapannya.
"Bagaimana bila mengatakan jika aku mencintaimu sejak kecil? Apa kau akan percaya?" tanya Ichigo lagi.
Cenora terdiam memandang wajah Ichigo yang serius.
"Aku tidak tahu!" jawabnya langsung, "Aku akan pulang, beristirahatlah dan lekas pulih. Aku tidak ingin pelajaranku terganggu karena wali kelasku tidak hadir untuk mengisi materi pelajaran," sambungnya lagi.
Cenora mulai melangkah, tapi terhenti lagi dan membalikkan tubuhnya, "Terima kasih karena sudah menolongku," ucapnya lalu pergi meninggalkan kamar Ichigo dalam diam.
"Bagaimana kau akan mengerti, jika saat aku mengatakan perasaanku yang sebenarnya pun kau tidak ingin peduli?" gumam Ichigo dengan mata yang ditutupi dengan punggung tangannya.
***
Hari ini adalah hari kedua Ichigo sakit. Dan kebetulan yang jelas terlihat, para hantu dan siluman lemah membuat Cenora kewalahan. Sejak pagi hingga saat ini, tidak ada ketenangan sama sekali.
Bel pelajaran usai tanpa Cenora sadari. Sepanjang hari ini, Cenora sudah melaluinya dengan berat. Dia menyadari perbedaan di sekelilingnya saat Ichigo tidak di sekitarnya. Sudah pasti hal itu tentang jumlah hantu dan siluman yang mengerumuninya.
"Cenora!" panggil seorang pria di belakangnya. Tapi pandangannya terhalang siluman kecil yang terus mengganggu di depan wajah Cenora.
Namun, saat mendengar suara pria yang memanggilnya, Cenora yakin belum pernah tahu suara siapa itu.
Pria itu berlari dan mendekati Cenora hingga wajahnya terlihat dengan jelas.
'Siapa dia?' pikir Cenora, 'Dia sangat tampan. Apa dia juga siluman? Oh, Tuhan. Aku sangat lelah dengan semua ini!' gerutu Cenora dalam hati.
"Aku Ken, murid pindahan di sekolah ini. Bisakah kita pulang bersama?" suara pria di hadapan Cenora itu membuatnya menaikkan sebelah alisnya dan mengerutkan dahi.
Seketika Cenora melihat sekelilingnya dan sedikit lega karena dirinya berada di sekitar banyak orang.
"Maaf, aku tidak mengenalmu!" tolak Cenora dan langsung berlari.
'Ini gila! Di sekitarku masih ramai dengan manusia pun, siluman itu berani mendekatiku! Aku harus segera sampai di rumah!' gumam Cenora yang panik dan terus saja berlari tanpa hati-hati.
Begitu tidak hati-hatinya dan juga karena takut, Cenora sampai tidak sadar untuk lebih waspada saat menyeberangi jalan raya yang cukup padat.
Cekiiit!!!
Decitan ban mobil yang direm sekuatnya itu terdengar begitu jelas.
Tubuh Cenora terpelanting tidak terlalu jauh setelah tertabrak mobil yang melaju tidak terlalu kencang. Cenora tertabrak saat sembarangan menyeberangi jalan ketika lampu merah bagi pejalan kaki masih menyala.
"Cenora, kau tidak apa-apa?" suara pria yang memanggilnya tadi kembali terdengar samar di telinga Cenora. Dan saat ia membuka mata, Cenora melihat Ken-lah yang menggendongnya sambil berlari.
'Bukankah dia siluman?' gumam Cenora dalam hati di setengah kesadarannya.
Cenora dilarikan ke klinik terdekat untuk menerima pertolongan pertama. Ia pingsan dan baru tersadar setelah hampir satu jam tertidur. Dan saat membuka mata, sosok Ken yang ada di sampingnya.
'Dia? Kenapa dia yang di sini? Kenapa bukan-, ah, kenapa aku malah memikirkannya?' gumam Cenora saat melihat Ken di sampingnya tapi malah wajah Ichigo yang terbayang olehnya.
'Apa yang kupikirkan? Kenapa wajah Ichigo yang kuingat? Aku tidak mungkin merindukannya, kan?" sambungnya lagi bergumam dalam hati.
"Apa kau sudah sadar sepenuhnya?" suara pria itu terdengar lagi. Cenora membuka matanya memandang Ken yang tersenyum ramah.
"Hmm, aku sudah sadar. Terima kasih karena sudah menolongku," ucap Cenora pada Ken.
"Sudah seharusnya aku yang membawamu. Kau berlari setelah aku mendekatimu dan memperkenalkan diriku. Yang aku heran, kenapa kau berlari dengan sangat ketakutan saat melihatku? Apa aku berbuat salah padamu?" tanya Ken dengan nada lembut.
'Itu karena aku mengira kau itu adalah siluman. Tapi sebenarnya kau ini apa?' Cenora menjawab dalam hati. Tapi senyumnya tetap terukir sedikit.
"Aku sedang buru-buru. Lagipula aku tidak mengenalmu sebelumnya, jadi kurasa menghindarimu dan lekas pulang adalah yang terbaik. Tapi aku malah tidak hati-hati," jawab Cenora mengalihkan jawaban sebenarnya.
"Sudah kubilang aku murid pindahan di kelas sebelah. Aku sudah memperhatikanmu sejak beberapa hari, dan kulihat kau terus sendirian saja. Jadi aku tertarik untuk mengenalmu. Siapa tahu kau membutuhkan teman," Ken mengatakan alasan yang sederhana.
'Bukankah yang aneh itu adalah jawabanmu? Mengapa banyak murid pindahan secara tiba-tiba di sekolahku? Harusnya wajar saja jika aku merasa kehadiranmu itu adalah sebuah keanehan!' batin Cenora terus menjawab.