'Hmmm… ah, perih…'
'Apa itu? Aku sudah mengolesi salep luka di tubuhku tadi. Tapi kenapa rasanya perih seperti tersentuh benda bertekstur lembek dan hmmm-'
'Jangan lakukan itu. Jangan buka kancing piyamaku. Ini memalukan! Siapa pun kau, hentikan ini! Jangan menjilati tubuhku seperti ini ahhh-,'
'Tunggu, jangan buka celanaku! Apa yang ingin kau lakukan di sana? Tidak, jangan jilati lututku seperti itu, itu perih! Ahhh, hentikan!'
'Tidak! Jangan turun ke bawah sana. Hentikan perbuatanmu, hei!'
'Siapa pun dirimu, tolong hentikan sekarang juga! Jika kau manusia, akan kukatakan padamu kalau aku memiliki pacar! Ya, aku memiliki pacar!'
'Kalau kau siluman, hentikan perbuatanmu ini dan pergilah! Aku seorang pengantin siluman Hybrid! Aku pengantinnya Ichigo!'
'Akannkuaduhkan kau pada Ichigo! Jadi hentikan sekarang juga!!!'
Cenora membuka mata seketika setelah ia menjerit sekuatnya dalam hati.
"Haa Haa Haa!" ia menghela napas berat dan tidak beraturan setelah duduk dan terbangun dari tidurnya. Ketika napasnya mulai stabil, Cenora melempar pandangan pada sekelilingnya.
"Ah, syukurlah aku masih di kamarku. Aku juga masih di tempat tidurku. Dan hari terlihat sudah terang," gumamnya lega. Tapi sedetik kemudian nalarnya kembali sadar.
"Apa? Ini sudah pagi?! Bukankah aku baru saja tidur? Kenapa hari sudah pagi saja?! Dan-" gerutuannya terhenti saat ia mencoba mengingat yang telah dilaluinya sepanjang malam di tidurnya yang terasa singkat.
"Siapa yang tadi malam menjilati tubuhku-" ucapannya kembali terhenti sembari memeriksa tubuhnya yang masih berbalut pakaian.
"Lalu kucing itu? Apa kucing hitam itu yang melakukan itu padaku saat aku tidur? Dan di mana kucing itu sekarang?" sambungnya berpikiran curiga pada kucing hitam yang bersamanya tadi malam.
Cenora menoleh ke jendelanya yang ternyata sudah terbuka.
"Apa kucing itu sudah pergi? Kemarin saat kucing itu sakit, dia juga menghilang dan tidak ada di rumahku saat aku bangun tidur,"
"Tapi-" Cenora menggantung ucapannya lagi saat memperhatikan jendela kamar sembari mengingat kejadian aneh yang tidak ia ketahui itu apa.
Ya, tadi malam Cenora mengalami hal aneh. Rasanya seperti mimpi saat Cenora merasakan tubuhnya seperti dijilati sesuatu. Dan yang lebih memalukan, celananya juga ikut ditarik dan di bagian lututnya juga terasa dijilat, sama seperti yang dirasakan pada tangan, lengan, dan dadanya.
Dan saat jilatan yang terasa perih di beberapa bagian tubuhnya itu turun ke pangkal paha, hingga membuat Cenora merasakan sensasi berbeda yang geli dan terasa nikmat, nama Ichigo lah yang menjadi andalannya untuk menghentikan jilatan aneh ditubuhnya.
Saat jeritan terakhir, barulah Cenora membuka matanya karena meskipun sebelumnya itu adalah sebuah mimpi, entah mengapa mata Cenora tidak dapat membuka untuk tahu siapa dan apa yang menggerayangi tubuhnya dan menghujani tubuh itu dengan jilatan.
"Kenapa nama Ichigo yang kusebut? Dasar, payah sekali aku!" rutuk Cenora pada dirinya sendiri.
"Tapi, jika memang kucing itu yang melakukan itu padaku, apa mungkin seekor kucing bisa membuka kancing piyama dan celanaku yang panjang ini?"
"Apa kucing itu juga siluman?"
Sekujur tubuh Cenora merinding saat membayangkan jika kucing hitam yang tidur bersamanya lebih dari satu kali itu adalah siluman.
Pikiran Cenora kembali mengingat saat luka yang ia dapatkan dari sayatan pisau Stu waktu itu. Ichigo menjilat dan menghisap luka di wajahnya hingga luka itu menghilang.
Cenora kembali memperhatikan luka gesekan akibat kecelakaan sebelumnya yang sudah diolesi salep sebelum ia tidur. Dan benar, luka itu menghilang secara ajaib.
"Jika kucing itu adalah siluman, apa mungkin dia itu Ichigo? Tapi jilatan dari lidahnya tidak menimbulkan perih, dan yang kurasakan dari mimpi memalukan tadi malam adalah rasa perih yang nyata,"
Wajah Cenora terlihat memerah sejenak saat mengingat perlakuan Ichigo yang membuatnya malu. Dan saat mengira mimpi tadi malam itu berbeda seperti kejadian sebelumnya, ada sedikit rasa kecewa di hati Cenora jika kucing yang dicurigainya sebagai siluman tadi malam itu bukanlah Ichigo.
"Ini gila! Kenapa aku membayangkan hal seperti itu? Hei, Cenora… Sadarlah dari lamunan kotormu. Ini bahkan masih pagi!" gerutu Cenora pada dirinya sendiri sembari mengacak-acak rambutnya hingga berantakan.
Ia pun mulai bersiap dan membersihkan diri untuk berangkat ke sekolah. Setelah bersiap, Cenora yang baru menutup pintu pagar rumahnya, menoleh ke arah rumah Ichigo yang pagarnya terbuka.
'Apa dia sudah sehat?' gumamnya khawatir, 'Ah, biarlah. Apapun keadaannya saat ini, itu bukan urusanku!' sambungnya dalam hati dan mulai berjalan.
Tapi, saat Cenora berjalan dan melintasi gerbang rumah Ichigo, langkahnya terhenti seketika.
'Jika yang tadi malam bukan dia dan memang ada siluman lain yang masuk ke kamarku dan berbuat hal gila itu padaku, kenapa dia ataupun Leon tidak bertindak sama sekali?'
'Sekalipun dia sedang sakit, apa dia rela jika ada siluman lain menyentuh tubuhku se-intens itu? Aku, kan, pengantinnya? Bukankah daerah ini juga termasuk kekuasaannya? Pasti tidak ada yang berani mengusik pengantinnya di tempat ini, bukan?'
Cenora mulai curiga dengan kejanggalan yang terjadi padanya malam tadi.
"Aku harus bertanya padanya lebih dulu! Aku ingin pergi ke sekolah dengan pikiran yang tenang selain menahan gangguan siluman-siluman kecil sepanjang hari! Ya, aku harus bertanya langsung pada Ichigo!" gumamnya dengan pikiran yang mantap untuk melangkah masuk ke dalam halaman rumah Ichigo.
Cenora berjalan ke dalam rumah indah tersebut sembari mengingat rute yang diarahkan Leon padanya tempo hari. Dan ketika sudah mendekati kamar sang Hybrid itu, terlihat olehnya pintu kamar Ichigo terbuka.
'Ah, dia sudah bangun. Mungkin saja dia sudah sehat,' ucap batinnya senang, ' Tapi mengapa jantungku berdebar seperti ini? Kenapa terasa ragu untuk menanyakan padanya tentang hal itu? Aku malu!' sambungnya berucap dalam hati sembari menutupin wajah merahnya karena malu dengan telapak tangannya.
"Nona, apa yang kau lakukan di sini? Masuklah ke dalam. Tuan sudah bangun dan sedang sarapan!" ucap Leon menyapa hingga Cenora terkesiap kaget.
"Ah, hai, Leon. Selamat pagi!" Cenora menanggapi dengan canggung dan sikapnya itu membuat Leon tersenyum geli.
"Hei, apa yang membuatmu menertawakanku seperti itu? Apa ada yang salah di wajahku, huh?" Cenora bertanya bingung.
"Ya, wajahmu terlihat lucu, Nona. Apalagi setelah aku mendengar isi hatimu itu, hahaha! Bagaimana aku tidak tertawa saat ini, hahaha!" tawa Leon membuat Cenora semakin malu dan langsung mengangkat tubuh Leon untuk digendongnya.
"Leon, diamlah! Awas saja jika kau mengatakan apa yang kupikirkan pada tuanmu! Aku akan terus memelukmu sampai kau lemas lagi. Apa kau mau?" ancam Cenora setengah berbisik pada Leon.
"Tidak tidak tidak! Jangan lakukan itu, Nona!" tolak Leon seketika, "Lagipula selain aku akan sesak dan lemas karena dipeluk olehmu, aku juga akan mendapatkan tatapan tajam yang membunuh dari Tuan! Dia pasti akan cemburu padaku jika kau memelukku tapi tidak memeluknya!"
Tap!
Leon melompat dari gendongan Cenora dan berucap, "Masuklah, Nona. Aku tidak akan mencuri dengar apapun dari obrolan kalian di dalam, meskipun itu percuma saja, hahaha!" ucapnya sebelum berlari dari Cenora.