"Tadi dokter sudah memeriksamu saat kau belum bangun. Syukurlah tidak ada luka yang sangat serius. Tapi memang di tubuhmu banyak memar karena tergesek aspal jalanan, maka dari itu dokter memberikan banyak salep untuk dioleskan,"
"Ayo, aku antarkan pulang. Ini sudah sore dan orang tuamu pasti akan khawatir, mengapa puteri cantiknya belum sampai di rumah,"
Ken mengajak dan akan mengantarkan Cenora pulang. Melihat sikap dan ekspresi Ken yang terlihat wajar, membuat Cenora menurunkan kewaspadaanya tentang kemungkinan bahwa Ken adalah sesosok siluman yang menyamar menjadi manusia.
'Dia terlihat tenang dan biasa saja meski tubuhku mengeluarkan darah. Kepanikannya juga terlihat normal untuk seorang manusia. Sikapnya sangat berbeda dari Stu yang waktu itu dirasuki siluman,'
'Apa aku boleh mempercayai kebaikan Ken. Tapi aku baru saja mengenalnya, kan?'
Cenora terlihat melamun memandangi wajah Ken yang tersenyum padanya.
"Jangan menatapku dengan tatapan curiga seperti itu. Aku tidak akan berbuat jahat padamu. Atau jika kau tidak percaya padaku, kau bisa tinggal di klinik ini satu malam dan kembali besok pagi, bagaimana?" Ken berucap hal yang masuk akal.
"Menginap di sini? Malam ini?" Cenora mengulangi ucapan Ken dan mengedarkan pandangannya ke segala arah. Tapi yang terlihat malah banyak hantu dan siluman di sekitarnya yang menunggu Cenora menanggapi mereka.
'Di sini saja. Kami yang akan menemanimu!'
'Ya, kau di sini saja!'
'Darah siapa ini? Kenapa sangat harum?'
'Wah, ternyata ada pengantin hybrid di sini. Lalu di mana Tuan Hybridmu?'
'Kudengar dia sakit, hihihi!'
Dan banyak lagi suara-suara makhluk tak kasat mata itu terdengar, bahkan terlihat oleh Cenora mereka sedang menertawakannya.
"Tidak, tidak, tidak! Aku tidak ingin bermalam di sini. Aku ingin pulang sekarang!" ucap Cenora seketika dan langsung bangkit dari ranjang pasiennya.
Akhirnya Cenora pulang dengan ditemani Ken hingga ke depan rumahnya.
"Jadi di sini rumahmu? Kau tinggal sendirian di rumah ini?" tanya Ken saat menolehkan pandangannya ke sekitar rumah Cenora.
"Hmm, ya. Aku tinggal di sini sendirian. Orang tuaku sudah meninggal sejak aku kecil," jawab Cenora dengan senyum mirisnya.
"Terima kasih karena telah membawaku ke klinik dan mengantarkanku pulang. Maaf, karena aku tidak menyuruhmu masuk ke dalam. Aku tidak terbiasa menerima tamu ke dalam rumahku," Cenora berucap segan tapi memang ia tetap harus waspada untuk tidak membiarkan sembarangan orang masuk ke rumahnya.
"Tidak masalah, aku mengerti. Baiklah, aku akan pulang. Tidak usah ke sekolah jika tubuhmu masih sakit! Tapi jika kau tidak datang besok, aku akan singgah ke sini sepulang sekolah besok. Tapi jangan menolak kedatanganku, ya! Setidaknya aku bisa meminum teh buatanmu di teras rumahmu itu, hahaha!" Ken berucap perhatian padanya.
Cenora tersenyum. Nampak rona merah di wajahnya karena senang dan malu saat menerima perhatian seorang pria untuk pertama kalinya. Tentu saja oleh manusia dan bukan siluman.
"Luka-ku tidak terlalu berat, jadi kurasa kau tidak perlu repot menjengukku karena aku akan ke sekolah besok. Berhati-hatilah di jalan, aku akan masuk ke dalam!" ucap Cenora dengan ekspresi malu sebelum masuk ke dalam rumahnya dengan cepat.
Hati Cenora berdebar senang.
"Kenapa aku sesenang ini? Apa rasanya akan seperti ini saat memiliki pacar yang akan memperhatikanku? Ahhhgg, rasanya aneh dan membuatku gila!" gumam Cenora kesenangan sambil berdiri di depan jendela dan melihat Ken berjalan pergi meninggalkan rumahnya.
Cenora tidak tahu di saat hatinya kesenangan seperti itu, ada hati yang sakit melihatnya terluka.
Ya, dialah Ichigo yang ternyata sejak tadi berdiri cemas menunggu kepulangan Cenora dari sekolah.
Ichigo harus puas menunggu Cenora dari dalam pagar rumahnya saja. Karena hanya sebatas di situ saja dirinya bisa keluar.
Saat ini kekutaannya masih belum pulih sempurna dan akan sangat bahaya jika ia keluar dari halaman rumah yang sudah terlindungi kekuatan magis sejak dulu itu.
Tapi hatinya sangat sedih saat melihat Cenora pulang terlambat dengan luka memar di tangan dan kaki serta kepala yang terlihat diberi plaster.
Terlebih saat ada pria lain bersama calon pengantinnya, tentu saja hati Ichigo bertambah perih. Apalagi saat melihat senyum dan wajah Cenora yang memalu saat berhadapan dengan Ken, hal itu membuat Ichigo geram.
"Kau itu hanya milikku, Cenora. Aku tidak akan membiarkan pria lain membuatmu tersenyum dengan kebahagiaan semu. Tidak ada pria yang tulus menyukaimu selain aku. Jadi jangan mudah percaya dengan ucapan manis pria lain!" gumam Ichigo saat melihat Cenora tersenyum dan memasuki rumahnya.
"Tuan, jangan marah seperti itu pada Nona. Tolong maklumi perasaan senangnya itu karena dia tidak pernah mendapatkan perhatian seperti itu dari seorang pria selama ini,"
"Aku yakin, jika sikapmu lebih lembut pada Nona, dia akan mengerti perasaanmu, Tuan!"
Leon mencoba membujuk Ichigo yang terbakar cemburu.
"Memangnya seperti apa sikapku selama ini padanya? Aku selalu bersikap baik tapi Cenora selalu menghindariku. Jadi kau jangan sok tahu tentang perasaan, Leon!"
"Siluman harimau yang masih kecil sepertimu tahu apa soal perasaan? Dasar menyebalkan!"
Ichigo berjalan memasuki rumahnya sambil menggerutu pada Leon yang memang lebih peka tentang perasaan Cenora pada tuan-nya itu.
"Tentu saja aku tahu kalau Nona memiliki perasaan istimewa padamu, tapi dia hanya tidak berani mempercayai perasaan itu karena kalian itu berbeda, Tuan!" Leon menjelaskan dengan yakin.
"Kau lupa jika siluman harimau kecil bisa mendengar isi hati manusia? Tidak percaya, ya sudah!"
Leon berjalan lebih dulu memasuki rumah mereka dengan membalas gerutuan Ichigo padanya.
'Benarkah?' sebut batin Ichigo bertanya.
"Hei, Leon! Jangan pergi sebelum kuperintahkan pergi! Kau keterlaluan!" Ichigo memprotes Leon yang terus berjalan tanpa peduli pada tuannya yang bodoh itu.
***
Meaw Meaw
Suara tangisan kucing terdengar di telinga Cenora yang baru saja mencoba tidur. Dan suara kucing itu kembali membuat matanya terbuka.
Cenora bangkit dari ranjangnya saat merasa suara kucing itu sangat dekat terdengar. Dan Cenora yakin suara itu berasal dari arah luar jendela kamarnya.
Cenora membuka gorden jendela dan mendapati kucing hitam yang waktu itu tidur bersamanya sedang menunggunya membukakan jendela untuk masuk.
'Kucing hitam yang kemarin? Sedang apa dia di luar jendelaku?' Cenora berucap bingung.
Dan saat jendela terbuka kucing hitam itu langsung masuk ke dalam kamar Cenora dan langsung mengelus-eluskan kepalanya di tubuh Cenora.
"Wah, apa ini? Kenapa kau sangat manja? Apa kau merindukanku, kucing kecil?" ucap Cenora yang senang melihat sikap manja kucing hitam itu.
"Kalau dilihat-lihat dengan jelas, kau terlihat seperti Leon. Tapi Leon itu seekor harimau kecil dan kau seekor kucing. Tapi kalian memang sangat lucu bagiku!" ucap senang Cenora lagi.
Tentu saja Cenora tidak mendapat jawaban apapun dari kucing itu. Selain kucing tidak bisa bicara, hewan hitam kecil itu juga terus saja mendesakkan tubuhnya pada Cenora dengan manja.