Sejak hari itu, Rivan menjadi tamu special untuk Kartika. Dia tidak pernah mau ditemani gadis lain selain Kartika. Sekalipun gadis yang di sodorkan oleh Sundari cantik- cantik, tapi yang ia cari adalah Kartika.
Sementara itu, gadis yang lain banyak yang menjauh dari Kartika, sehingga jika ia berada di show room dia akan duduk menyendiri. Tak jarang jika ada tamu yang memilih dari luar Kartika akan bersembunyi. Hal itu ia lakukan supaya kawan-kawannya yang lain bisa rata dan adil kebagian tamu.
Tapi, sekali Kartika sudah berusaha bersikap baik, tetap saja banyak yang merasa iri kepadanya.
Dan, malam ini seperti biasa Kartika berada di show room. Karena malam minggu, rata-rata sudah berada di ruangan bersama tamu-tamunya. Hanya tinggal Ayu, Kartika dan seorang gadis yang baru mulai bekerja seminggu di tempat itu. Namanya Angelika, entah siapa nama aslinya. Usianya baru 16 tahun, jika dulu Kartika berada di sana karena terpaksa, Angelika memang sengaja meminta pekerjaan.
Pada kedua orangtuanya dia mengaku menjadi kasir di tempat hiburan malam. Part time. Hanya Angelika yang tidak tinggal di mess bersama gadis lainnya. Dia memang adalah pengecualian.
"Kamu masih sekolah, Angel?" tanya Kartika. Ia memang bosan hanya berdiam diri, sehingga akhirnya ia memutuskan untuk mengajak Angelika bicara.
"Masih, Teh. Sekarang, aku kelas tiga. Ya, aku terpaksa kerja seperti ini. Aku juga pengen punyauang banyak. Bisa jalan-jalan kayak teman-temen aku yang lain."
"Hanya karena alasan itu?" tanya Kartika sedikit kepo.
"Bapak suka main judi, kalau Ibu pulang nggak bawa uang, ibu sering jadi bulan-bulanan di pukulin sama Bapak. Jadi, ya aku terpaksa juga kerja kayak gini. Kata Mami Sania, tips nya lumayan. Kemarin, aku pertama kali dapat 10 juta, langsung aku tabung, dan Bapak nggak tau. Lumayan, buat bayar kontrakan rumah setahun sama SPP, Teh."
Kartika menghela napas panjang. Lagi-lagi faktor kemiskinan membuat orang memilih jalan yang paling cepat.
"Besok, boleh tidak kalau kau bawa buku pelajaranmu? Aku ingin belajar juga, sekolahku tidak selesai. Dan, aku masih ingin belajar, itupun kalau kamu tidak keberatan."
"Eh, beneran? Boleh. Kalau mau, siang-siang aja aku maen ke mess gimana? Kalau sambil kerja gini mana enak belajarnya. Tapi, kalau siang enak bisa bebas."
"Kamu serius?" tanya Kartika tidak percaya.
"Serius lah pastinya. Masa iya aku nggak serius. Kasi alamat sama nomor telepon mess ya. Nanti, besok pulang sekolah aku mampir. Tapi, nggak bisa tiap hari. Gimana kalau seminggu tiga kali aja."
"Setuju."
Kedua gadis yang sama-sama cantik itupun saling menautkan kelingking mereka sebagai tanda setuju.
"Kartika, Angelika, Ayu, siap-siap ada yang booking!"
Tiba-tiba terdengar suara Sundari memanggil. Ketiganya pun segera bangkit berdiri dan segera keluar menghampiri Sundari. Ternyata yang datang adalah Rivan. Entah mengapa hati Kartika menjadi sedikit berbunga-bunga saat melihat senyuman Rivan yang mengembang ke arahnya.
"Hai, malam," sapa Kartika ramah dengan senyum yang cerah. Hal ini rupanya tak lepas dari penglihatan Sundari.
Kartika dan Rivan pun segera masuk ke ruangan yang sudah dibooking oleh Rivan. Seperti biasa selalu room yang paling besar. Dan, kali ini saat mereka masuk, susah tersedia beberapa menu makanan diatas meja.
"Kau pasti belum makan malam, siapa tau bosen sama makanan yang disediakan di mess. Jadi, aku pesan buat kamu."
"Terima kasih, ya. Tadi, aku memang belum sempat makan malam."
"Ya udah, kita makan dulu, sebelum kamu yang aku makan," kekeh Rivan membuat pipi Kartika merah merona.
Setelah makan, Rivan tidak langsung mengajak Kartika ke kamar. Rupanya malam ini ia memang tidak datang hanya untuk dipuaskan. Untuk pertama kalinya pemuda itu mengajak Kartika bernyanyi bersama dengan gembira.
Dalam hati, Kartika bertanya-tanya apakah ia mulai jatuh cinta?
Rivan dan Kartika benar-benar menikmati malam dengan gembira. Kartika bisa merasakan kehangatan dan kelembutan Rivan yang begitu menghanyutkan. Kartika sadar jika ini mungkin sesuatu yang salah. Tapi,hati kecilnya tidak bisa menolak untuk mengakui bahwa ia jatuh cinta kepada Rivan.
"Kau sudah pernah pacaran sebelumnya?"tanya Rivan sambil membelai rambut Kartika dengan lembut. Gadis cantik itu menggelengkan kepalanya sambil menatap Rivan dengan sendu.
"Aku tidak pernah merasakan manisnya masa remaja. Bahkan sekolah saja aku tidak tamat. Aku..."
"Kau kenapa? Aku banyak waktu malam ini untuk mendengarkan ceritamu. Jadi cerita saja, aku akan menjadi pendengar yang baik."
"Kau tidak akan bosan?" tanya Kartika. Rivan menggelengkan kepala lalu mencium dahi Kartika dengan lembut .
Kartika menghela napas panjang dan ia pun mulai menceritakan tentang hidupnya. Mulai dari kematian sang ayah yang membuat ibunya tega menjualnya kepada Sania. Sampai saat ia harus menggugurkan kandungannya. Rivan mendengarkan cerita Kartika dengan serius. Pemuda itu tidak menyangka bahwa nasib Kartika begitu malang. Bahkan hidupnya justru dihancurkan oleh ibunya sendiri.
"Apa kau dendam kepada ibumu?" tanya Rivan.
"Tidak! Mungkin jika kau tanya apa aku membenci ibu jawabannya iya. Tapi ,jika dendam,aku tidak pernah merasa dendam pada ibu. Mungkin dulu ayahku sudah membuat ibu terpaksa menikah dengannya karena sudah terlanjur mengandung diriku. Jadi,aku harus tau diri."
"Tetap saja,sayang.Apa yang dilakukan oleh ibumu itu sudah keterlaluan.Tidak bisa diterima dan dimaafkan begitu saja."
Kartika hanya tersenyum sambil menghapus air mata yang sudah terlanjur membasahi pipinya.
"Mungkin ini sudah menjadi takdirku. Aku harus bisa menerima dan belajar ikhlas. Ya sudah ah,kenapa kita malah membahas hal yang menyedihkan. Niatmu datang ke sini kan untuk mencari kesenangan bukan mendengerkan cerita sedih. Nah,sekarang bagimana kalau kita melakukan apa yang bisa membuatmu senang."
Rivan tersenyum kemudian mulai membelai pipi Kartika yang halus. Belaian itu kini mulai turun ke dada Kartika membuat gadis itu mulai mendesah dan ia pun pasrah saat Rivan menggendong dan membawanya ke kamar yang ada di ruangan itu. Kemudian ia pun menyelesaikan hasrat yang sudah sampai ubun-ubun itu dan menuntaskannya. Jujur, bagi Kartika ini pertama kalinya ia merasakan kenikmatan saat melakukan hubungan. Bahkan ia justru lebih agresif dan sampai berteriak nikmat.
"Kau tidak seperti kemarin," kata Rivan setelah mereka selesai melakukan kegiatan panas mereka.
"Beda bagaimana?"
"Ya berbeda.Kemarin kau hanya diam dan,maaf meskipun aku merasa nikmat,tapi aku merasa seperti bercinta dengan batang pisang. Tapi,hari ini aku merasa kau melakukannya dengan hatimu. Dan aku merasakan hal yang begitu luar biasa. Terima kasih,ya."
Kartika hanya bisa tersipu malu.
"Aku hanya berusaha supaya tidak mengecewakan orang yang sudah menyewa jasaku."
"Hush! Aku tidak suka kalau kau bicara seeperti itu. Aku... jujur saja ,aku mencintaimu Kartika. Kalau kau mau aku akan memintamu pada Mami supaya kau tidak menerima tamu yang booking sampai ke kamar.Hanya aku yang bisa menyentuhmu. Aku cemburu jika kau bersama lelaki lain."
"Coba saja kalau memang bisa. Tapi,kau bicara pada mami Sundari saja. Jangan pada Mami Sania.Aku takut kalau Mami Sania akan mengurungku dan mengilirku kepada pria hidung belang lainnya.Demi Tuhan aku takut kalau kejadian itu terulang lagi."
"Apa pada waktu itu orang itu juga memintamu untuk tidak melayani tamu?"
"Tidak,bukan itu.Tapi dia ingin membawaku keluar."
Rivan menghela napas panjang.Satu-satunya cara supaya Kartika tidak bersama orang lain adalah mengeluarkan Kartika dari tempat ini.
"Aku akan berusaha untuk membawamu dari tempat ini,Kartika."
"Aku tidak akan berharap banyak. Tapi,aku akan berterima kasih banyak jika memang kau bisa membawa aku pergi dari sini."
Rivan tersenyum dan mengecup pipi Kartika.
**
Siang itu Kartika merasa senang sekali dengan kedatangan Angel yang membawa banyak buku pelajaran dan sekaligus mengajarkannya pelajaran yang belum sempat ia pelajari di sekolah dulu.
"Aku pikir kamu tdak serius mau datang dan mengajari aku," kata Kartika.
"Ih,aku tu nggak suka bohong,Teh. Ya kalau aku memang udah janji pasti aku tepati. Teteh kalau punya uang nanti teteh bisa ikut kejar paket C supaya teteh bisa punya ijazah SMA. Kan nanti siapa tau teteh punya uang terus bisa meneruskan kuliah.Rezeki nggak ada yang tau."
"Iya,aku juga nggak pengen kerja kaya gini terus. Aku pengen hidup normal dan bisa hidup dengan tenang."
Angel tersenyum dan menepuk bahu Kartika dengan hangat.
"Aku doain supaya Teteh bisa hidup baru ya suatu hari nanti.Aku juga kalau udah lulus SMA dan bisa kerja normal pasti aku pindah kok,Teh. Aku juga nggak mau kerja malam seperti ini terus. Direndahkan orang,dianggap murahan. Tapi ,sadar diri sih,kalau kita saat ini memang tidak punya harga diri."
"Alaaah,omongan kalian ketinggian!"
Kartika dan Angel menoleh dan melihat Ayu juga Wendah tengah menatap mereka dengan tatapan penuh kebencian.
"Kenapa sih sama kalian berdua ini? Kalian nggak inget dulu waktu kita pertama kali datang ke tempat ini bersama? Kalian lupa saat kita berada di rumah Mami Sania dan susah senang bersama? Apa kalian lupa semua itu?!" hardik Kartika kesal. Ia merasa sudah saatnya ia berani bicara dan berani menentang. Selama ini ia sudah cukup untuk mengalah dan bersabar dengan sikap Wendah dan Ayu yang selalu memusuhinya.
Ayu mencibir dan mendorong tubuh Kartika dengan keras sehingga gadis itu hampir saja terjatuh jika Angel tidak menahannya.
"Kalian ini kasar sekali,sih?Emang salah Teh Kartika apa sampai kalian tega banget benci sama teh kartika?!" hardik Angel. Ia memang tidak suka melihat sikap Ayu dan Wendah yang sering kali berbuat jahat atau berkata kasar kepada Kartika.
"Kita nggak akan berbuat kaya begini kalau kamu nggak sombong dan nyebelin," kata Ayu.
"Sombong gimana?! Selama ini aku selalu berbuat baik pada kalian.Hanya kalian berdua yang selalu memusuhi aku.Bahkan sampai membicarakan aku di belakang aku,iya kan?"
Ayu dan wendah saling pandang. "Kalian nggak perlu iri sama aku! kalian belum pernah kan merasakan bagaimana sakitnya digilir beramai-ramai semalaman sampai pingsan? Lalu pada saat terbangun di pagi hari kalian kembali harus melayani banyak lelaki hidung belang sampai tubuh kalian sakit dan tidak bisa berjalan tanpa rasa sakit?! Tapi aku pernah merasakan hal itu. Dan saat aku kembali kalian bilang aku jadi anak emas! Anak emas apa?!"seru Kartika kesal.
Mendengar perkataan Kartika,Wendah dan Ayu terbelalak kaget.
"Kau bohong,kan?"
"Buat apa aku mengarang cerita? Tidak ada untungnya untuk aku mengarang cerita. Tapi,kalau kalian menganggap apa yang aku alami itu adalah suatu anugrah,aku akan menyampaikan pada Mami sania supaya kalian juga dibawa berpesta seperti aku waktu itu!"