Di Istana, Tania hanya berdiam diri di kamar tidurnya. Dia tidak ingin pergi kemana-mana. Dia masih terkejut setelah tabib kerajaan mengatakan bahwa dia hamil. Ratri masuk ke kamarnya untuk menawarkan beberapa makanan ringan tetapi Tania mengatakan bahwa dia tidak ingin makan apa pun. Kemudian Tania meminta Ratri untuk meninggalkannya sendirian di kamar. Setelah itu, Ratri keluar dari kamar ratu.
"Hwaaaaa aku ingin kembali ke Jakarta... hiks hiks.. tolong kirimkan aku ke abad 21!!!!" teriak Tania.
Tania menangis, tidak lama kemudian raja Anusapati datang ke kamarnya. Ketika raja berada di depan kamar ratu, dia mendengar bahwa ratu sedang menangis. Kemudian Raja Anusapati memasuki kamar ratu.
"Ratuku, mengapa engkau menangis?" tanya raja.
"Anusapati, kau tahu saya masih muda, dan saya tidak tahu bagaimana caranya menjadi seorang ibu, saya tidak suka anak-anak, bisakah kita membatalkan anak ini?" tanya Tania.
Raja Anusapati meraih tangan ratu dan berkata:
"Jangan katakan itu lagi, karena kita sudah menikah, aku selalu berdoa agar bisa punya anak", kata raja.
"Kenapa harus aku? kenapa kamu tidak memilih selir untuk punya anak?"
"Karena aku hanya ingin punya anak denganmu ratu ku, aku tidak ingin anak dari wanita lain".
"Hwaaaaaa,,,hiks,,hiks,,,"
Kemudian Raja Anusapati memeluk ratu. Tania masih tidak percaya bahwa dia akan memiliki anak dengan Ivan di abad ke-13. Itu benar - benar sulit dibayangkan. Meskipun di abad ke 13 Ivan merupakan seorang Raja, tetapi tetap saja bagi Tania dia lemah, bahkan Bagaskara (Pengawal Pribadi Raja) lebih gagah dari Sang Raja.
Tidak lama kemudian Pangeran Mahisa datang ke kamar ratu. Dia membawa sebuah kotak besar.
"Hai semuanya, Paman mahisa datang", teriak Pangeran Mahisa yang baru saja masuk ke kamar Ratu.
"Apa yang ada di dalam kotak ini?" tanya raja.
"Oh ini? ini hadiahku untuk keponakan yang dikandung ratu".
Raja Anusapati senang karena adiknya begitu baik menyambut anaknya. Pangeran Mahisa membuka kotak itu dan ternyata ada begitu banyak mainan di dalam kotak itu. Tania sangat terkejut akan hal itu.
"Ya Tuhan, ada begitu banyak mainan paman Mahisa, keponakanmu masih di dalam perutku" kata Tania.
"Aku berterima kasih atas kebaikanmu saudaraku, maka kita harus pergi ke ruang pertemuan, biarkan ratu kita bersantai di sini", kata Raja.
"Apa - apaan ini, terima kasih kok malah diusir", kata Pangeran Mahisa.
Raja Anusapati dan Pangeran Mahisa pergi ke Balai Pertemuan. Dalam perjalanan menuju Balai Pertemuan, mereka bertemu dengan Pangeran Toh Jaya. Pangeran Toh Jaya membawa hadiah untuk ratu. Kemudian ia memberikan hadiah itu kepada Raja Anusapati.
"Saudaraku, ini adalah hadiah kecil untuk putra mahkota masa depan kita", kata Pangeran Toh Jaya.
"Oh terima kasih saudaraku, tapi saya pikir Anda harus memberikan ini langsung kepada istri saya, ibumu mengatakan bahwa dia ingin pergi ke kamar ratu hari ini, kau bisa menemui ratu bersama ibu mu", kata Raja.
"Ya Yang Mulia, kalau begitu saya akan pergi"
"Ya silahkan".
Di Balai Pertemuan, banyak orang menghadiri pertemuan hari itu. Raja Anusapati duduk di singgasana. Pangeran Mahisa duduk di sebelah raja. Semua orang duduk di kursi mereka. Maha Patih membuka pertemuan. Dia melaporkan tentang pemberontakan kemarin. Dia mengatakan bahwa pemberontak berasal dari Keluarga Tunggul Ametung, mereka ingin mencuri tahta. Tapi Pangeran Mahisa mengatakan bahwa dia menangkap salah satu pemberontak.
Pangeran Mahisa memerintahkan pengawal kerajaan untuk membawa pemberontak ke balai pertemuan. Salah satu pemberontak yang tertangkap sedang memasuki ruang pertemuan. Pengawal kerajaan memerintahkannya untuk berlutut di depan raja.
"Siapa pemimpinmu?", tanya raja.
"Maafkan saya Yang Mulia, saya bukan pemberontak, saya hanya seorang penari", jawab pemberontak.
"Apakah kamu mengenali orang yang mencoba membunuh raja?", tanya Pangeran Mahisa
"Maafkan saya, Yang Mulia, orang yang mencoba membunuh raja bukan dari kelompok kami, saya yakin dia membunuh anggota kami untuk menggantikannya".
Pria yang dituduh memberontak menatap Maha Patih, kemudian dia mengatakan bahwa sebelum pesta dimulai, dia melihat orang yang mencoba membunuh raja di depan kamar Maha Patih.
"Penipu!!! Yang Mulia, tolong jangan percaya dengan pemberontak ini" kata Maha Patih.
Raja Anusapati memerintahkan pengawal kerajaan untuk membawa pria itu keluar dari balai pertemuan. Pria itu akan tinggal di penjara bawah tanah sampai penyelidikan selesai. Maha Patih memandang pria itu dengan marah, matanya tampak seperti menggambarkan bahwa dia ingin membunuh pemberontak. Kemudian Raja Anusapati menutup pertemuan tersebut.
"Baik lah untuk rapat hari ini, cukup sampai disini saja", kata raja.
"Baik, yang mulia"
Di kamar ratu, ada Pangeran Toh Jaya dan Ken Umang. Mereka mengirim beberapa hadiah untuk Tania dan anaknya. Ken Umang memberikan nasihat tentang membesarkan anak. Dia adalah ibu mertua yang baik. Tapi Pangeran Toh Jaya tampaknya tidak senang, dia tidak sebaik sebelum dia tahu bahwa ratu hamil. Dia tampak tertekan setelah mendengar bahwa ratu hamil.
Pada hari berikutnya, Bagaskara mengunjungi penjara bawah tanah. Dia menemukan bahwa pria yang ditangkap sebagai pemberontak telah meninggal. Pria itu tergantung di penjara bawah tanah seperti orang yang bunuh diri. Bagaskara mendatangi raja dan melaporkannya. Raja pergi untuk memeriksa mayat pria itu. Setelah diperiksa oleh raja, ada luka pedang di leher pria itu. Raja menduga bahwa pria itu dibunuh oleh seseorang.
"Dia memiliki luka pedang di lehernya, mungkin seseorang membunuhnya tadi malam" kata raja.
Kemudian Raja Anusapati memerintahkan Bagaskara untuk menyelidiki siapa yang telah mengunjungi penjara bawah tanah tadi malam. Setelah itu, Bagas memanggil seseorang untuk membawa jenazah pria itu ke pemakaman.
"Saya akan melanjutkan penyelidikan ini, Yang Mulia" kata Bagas.
Raja Anusapati dan Bagaskara meninggalkan penjara bawah tanah.
Di ruang kerja Maha Patih sekarang ada Pangeran Toh Jaya. Maha Patih berkata bahwa mereka harus membunuh Pangeran Mahisa karena Pangeran Mahisa selalu melindungi Raja. Dia akan membuat rencana mereka gagal. Tapi Pangeran Toh Jaya mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukan itu, karena Pangeran Mahisa juga anak dari Ken Angrok. Pangeran Mahisa adalah adik laki-lakinya yang sebenarnya.
Pangeran Toh Jaya meninggalkan Ruang Maha Patih. Tapi Maha Patih sepertinya merencanakan sesuatu yang buruk untuk Pangeran Mahisa. Dia menulis surat dan meminta seseorang untuk mengirim surat itu. Ternyata surat itu ditujukan untuk para pembunuh bayaran yang terkenal di Kutaraja. Dia meminta para pembunuh untuk membunuh Pangeran Mahisa.
Keesokan paginya, Pangeran Mahisa pergi ke Pasar Kutaraja. Dia berjalan sendirian di pasar. Di tempat yang sepi, dia merasa ada seseorang yang mengikutinya.
"Siapa itu?", teriak Pangeran Mahisa.
Ketika dia melihat ke belakang, dia melihat bahwa semua pembunuh datang untuk menyerangnya.