Chereads / LATHI (LIDAH) / Chapter 15 - Menyembunyikannya Lebih Baik

Chapter 15 - Menyembunyikannya Lebih Baik

Satu minggu sudah proses pencarian tidak membuahkan hasil akan usaha Randu mengharapkan perempuan yang sebenarnya sudah diidamkan sejak awal, tetapi ucapan kala itu tak sedikit digubrisnya lagi.

Tito yang kini menghampiri di rumah Randu untuk berangkat sekolah bersama berharap tumpangan gratis malah justru membuatnya terusir, mama Widya mengira bahwa kepergian anaknya itu karena pergaulan bersama sahabatnya dan sudah dari akhir-akhir ini pulang selalu pagi.

Mama Widya yang mengguyur Tito dengan air bekas cucian mobil itu tak sedikit kata maaf, ia yang cuek meninggalkan begitu saja.

Randu yang selesai sarapan itu langsung keluar dan sempat mendengar perdebatan di luar, tetapi ketika Tito memanggil sahabatnya juga melakukan hal sama.

"Dasar, manusia. Dulu saja minta tolong pas masih susah, sekarang sudah kaya pada belagu. Untung saja gak turun karma, coba aja nanti setelah bangkrut. Mau nyalahin siapa lagi?"

Tito yang meninggalkan rumah Randu kini berangkat jalan kaki menuju ke sekolah, ia juga sempat ditolak satpam sekolah karena bajunya terlalu cukup bau air bekas cucian.

Mobil dengan tampang megah itu telah memberikan klakson untuk isyarat membuka pintu gerbang, satpam yang menjaga langsung bergegas melakukannya.

Para siswa, guru perempuan maupun laki-laki semua mengira mobil tersebut milik pak Baroto, Tito yang juga menyaksikan tersebut langsung terpogoh kaku.

"Mobil baru ya, mas Randu?" Tanya satpam sekolah yang bersiul.

"Pastinya, orang kaya mah biasa gonta ganti mobil atau barang mewah. Lah orang cewek saja bisa, tolong ya itu nanti parkirkan di tempat teduh. Jangan sampai ada yang hilang maupun kotor, gajimu lima tahun gak bakalan bisa ganti rugi."

"Ran... Ran, dari dulu sampai sekarang malah menjadi-jadi. Mau jadi apa?"

Randu yang tidak memedulikan sahabatnya itu meninggalkan begitu saja, dia yang juga berjalan menuju ke tempat kepala sekolah untuk membicarakan perpindahannya di kelas lain sempat dibentak.

"Pak, aku mau pindah ke sepuluh IPA dua atau sepuluh IPA satu aku malas isinya orang miskin semua."

"Tahu apa kamu definisi miskin, sekolah itu yang benar!"

"Sekarang sekolah itu mencari ilmu, kalau mencari ilmu itu gak mudah bakalan mencari kenyamanan buat memetikkan kecerdasan."

"Terus mau kamu, bapak mau gitu?"

"Iya."

Randu yang beralasan untuk membenarkan sepatu itu menjilat cincinnya dan mengeluarkan ajian-ajiannya, tetapi Tito mencoba mengabdikan dengan memfotonya dan melihat di tempat lain.

Ketika dia hendak melewati Tito sahabatnya tak ada sedikit pemberian sapa maupun jabat tangan dan pelukan, semua yang bagaikan angin lalu itupun membuatnya tiba-tiba duduk di kelas suasana baru.

Bel berbunyi dimulainya kelas untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar, tetapi bukan berlaku bagi Randu yant menghipnotis semua temannya agar terima semua kemauannya itu.

Suguhan yang tak kalah menarik disaat jam pergantian olahraga, memang Randu belum mengetahui jadwal baru dan ia memilih untuk duduk menunggu guru di bawah lapangan.

Lima laki-laki termasuk Randu sangat terpanah akan pesona tubuh guru olahraga, kali ini dengan jadwal berenang mencoba dirinya menjilat kembali cincinnya tetapi tak diduga semua benar terjadi.

"Sayang, Randu?"

"Jangan keras-keras, dedek sehatkan? Iya aku sekolah di sini, panggil aku Randu jangan pakai sayang tante. Ya sembunyikan ya. Jaga hati dan pandangan."

"Calon papa khawatir kalau mamanya bakalan mingser di pandangan lain."

Randu tak percaya jika guru di kelas baru ialah tante Agnez, ketika dia sedang melamun dan murid-murid selesai melakukan berenang tinggalah guru tesebut yang tiba-tiba mendapatkan sebuah serangan tak terlihat.

"Tolong, tolong... tolong, tolong saya."

Randu yang langsung melepas celana sekaligus baju seragam sekolah menceburkan diri ke kolam renang, ia yang menolong tante Agnez akhirnya berhasil.

"Sayang, bolehlah mumpung sepi di dalam kolam renang aku ngerasain ahem. Bolehlah sebentar."

"Randu sih mau saja, tapi gak papa kan tadi? Secara takut dedeknya kenapa-napa."

"Gak papa kok, mungkin dedeknya juga mau kayaknya."

Mereka yang melakukannya cukup lama hingga mengeluarkan cairan bersama dan mengangkat lalu pergi, Randu yang ke kamar mandi bekas itu disusul tante Agnez memberikan sebuah ciuman bibir sedikit memberikan gesekan di depan membuat suasana menjadi panas.

Desah mengacau semakin memuncak kembali, Randu yang tak jadi mengenakan celananya kembali diplorotkan dan meminta tante Agnez menungging. Suara semakin kuat membuat sebuah tepukan di paha itu menggairahkan, tak lama dering ponsel Randu menghentikan mereka.

"Enak, nanti lagi ya. Ini ada telpon, jangan lupa sekalian bawa softex."

"Iya."

Mereka yang kembali menjalankan kegiatan sendiri-sendiri itu tinggalah Randu sendirian di kamar mandi, ia tak menyangka ketika berpindah ke kamar mandi baru mendengar jika ada dua murid di sekolah telah hamil satu bulan.

"Hey, hello. Siapa sih yang di dalam? Lama amat, gue mau ganti pembalut ni."

Dia tak pernah menyangka bahwa ajian baru yang dibuatnya membutuhkan pasokkan darah, Randu yang bersembunyi di ruang sebelah melihat semuanya dan tentunya setelah semua sepi langsung menggaitkan polesnya untuk merayu para wanita.

"Mantap banget, hari ini sangatlah keberuntungan diluar dugaan. Aku pikir ramuan ajian itu menghilang, gak tahunya malah jadi paten dan kenthel. Ha ha ha, memang Randu Wisanggeni anak cerdas."

Dia yang selesai merayu dan meminta kontak itupun kembali ke kelas, Putri yang berpas-pasan di jalan mendapatkan sebuah pelukan tetapi Randu enggan berlama-lama dan bahkan bergegas berlari cepat.

"Untung saja Jono jadi orang kaya hati, kalau enggak mah udah aku becek-becek itu orang. Mentang-mentang jadi orang kaya hasil orang tua saja belagunya minta ampun, kalau melarat baru tahu rasa nanti nangis darah yang ada."

"Biar sajalah, Jon. Lagian gue beruntung Rindu itu gak melihat ini, dia pasti lebih lapang ketimbang kita. Harapannya sih jangan sampai berjodoh dengan Randu."

"Terus, sama siapa?"

"Sama calonnya pastinya."

"Lah ya tahu aku, maksud Jono itu namanya siapa?"

"Tito Sudarminto, ya nggak sih?"

"Orang kok yo ngimpinya ketinggian, orang Rindu itu orangnya cantik terus manis terus polos terus tinggi dan sexy."

"Idih, kenapa emang? Selama janur kembar berjalan mah masih ada kesempatan, menikung atau selingkuh."

"Ngawur, lebih baik mah sama Jono yang jelas gantengnya gak meluntur kena air."

Mereka yang kembali ke kelas dan Randu ketika bermain fignet spinner tanpa memedulikan pelajaran telah dilempar spidol biru, tetapi bukannya diacuhkan malah justru. keluar dari kelas hingga jam pelajaran yang tak disukainya selesai.

Ketika Randu di depan kelas tiba saja dirinya dikeplak pak Baroto cukup keras menggunakan penggaris, ia yang langsung mendorong menjadikan keributan cukup menarik karena tak ada yang berani memisahkan salah satu diantaranya.

"Murid seharusnya nurut sama guru bukan malah menantangnya."

"Jaga bicaramu, jangan mentang-mentang bapak guru seenaknya memukul murid. Beri kejelasan kenapa bapak tiba-tiba memukulku?"

Adu mulut yang terus saling serang itu tak lama malah berbuah kekerasan, sebuah anarkis Randu telah merajalela namun hanya dalam sebuah tamparan tante Agnez yang datang menengahi mereka belum jua menghentikannya itu.

"Jangan mentang-mentang lebih tua malah gak digugu dan ditiru, aku tahu aku salah di luar kelas tapi lebih baik aku di luar ketimbang membuat keributan di dalam kelas. Itu juga guru meminta aku untuk memilih dalam sebuah pilihan dan salah satunya yang aku lakukan sekarang, eh tiba-tiba saja pak Baroto langsung memukul Randu. Pantaskah seperti itu dikatakan guru?"

"Jaga bicaramu, saya tak pernah memukul murid tanpa dia melakukan sesuatu untuk saya."

Randu yang enggan menjawab dan malah justru kembali ke kelas, dibangkunya ia melemparkan mainannya hingga patah menjadi tiga. Keributan yang terhenti mendadak itu pun juga membuyarkan para penonton maupun guru lain yang berusaha memisahkan keduanya.

"Bagaimana mungkin dia mengetahui ajianku yang benar-benar aku rangkai dan sejauh ini berhasil melakukannya dengan lainnya, tetapi bukannya malah mengenai sasaran malah justru jadi hambar. Apa jangan-jangan Baroto memiliki cincin yang sama denganku? Apa jangan-jangan Baroto punya cincin penangkalnya? Ada baiknya nanti aku selidiki lagi." Gumam Randu.

Marah dan dendam membuat Randu kalah akan perdebatan dengan pak Baroto, kekesalannya itu menuai rasa yang tak seimbang menjadikan serba salah.

Randu yang berambisi untuk tak terkalahkan itu disela pembelajaran meminta izin ke toilet, tetapi hal tersebut dia semakin membuktikan bahwa hanyalah raganya yang paling komando terkuat sejagat.

Dia yang mengelabui satpam sekolah untuk dirasuki berhasil, Randu mencoba mensabotase mobil pak Baroto tentunya ingin membuat celaka hingga mati.

"Tak ada satupun orang yang bisa mengalahkan komando Randu Wisanggeni, Geni yang berarti api dan itu panas tak akan ada kepadaman hingga tercapainya kemurkaan."

Dia yang selesai melakukan hal tersebut langsung kembali ke kelas, Randu yang mengikuti pelajaran hingga usai mencoba segera cepat keluar kelas.

"Tumben itu Randu buru-buru, tak biasanya dia melakukan ini hingga lama aku mengenalnya."

"Kenapa, To?"

"Aku nebeng ya naik mobil kamu, pokoknya jangan sampai terlewatkan satu meter terus kita pepet. Jangan banyak omong langsung tancap gas ikuti itu mobilnya Randu."

Mereka yang benar telah membuntuti Randu dari belakang terus mengikuti hingga tiba di sebuah kecelakaan Rindu, mobil pak Baroto yang tiba-tiba saja oleng terjatuh hingga terposok jauh.

"Sekarang kita pergi dulu, jangan sampai kejadian ini kita diketahui sama Randu."

"Iya, emang kenapa sih?"

"Aku curiga kalau Randu adalah orang yang memiliki motif hilang dan kecelakaannya Rindu, gak mungkin seperti itu terlihat dari sebuah sorotan matanya."

"Bener banget, sekarang kita ke sana. Mumpung Randu telah meninggalkan tempat tersebut."

Mereka berdua yang bergegas menolong pak Baroro dengan membuka pintu mobil tiba-tiba saja api itu menjalar cukup cepat, tak ada jalan lain selain melarikan diri sejauh mungkin.

Suara kendaraan mobil berhenti membuat mereka harus sembunyi di balik pohon besar, Randu yang terlihat di atas terdengar Tito yang memiliki kemampuan dalam masalah indera pendengarannya.

"Mampus, pukul kepala berujung pukulan keras hingga tewas pak. Lawan itu sama yang lemah dan si miskin, komando Randu Wisanggeni kok dilawan. Baroto Baroto, selamat tinggal."

Tito yang terkejut itu hendak keluar batas langsung ditarik oleh Jono, api yang membara dan mengganas itu tak menyisakan sedikit ruang selamat.

Mereka yang sangat menyayangkan ponselnya redup dan mati tidak bisa memberikan sebuah rekaman bukti, Jono yang memiliki rasa iba itu hanya bisa berdoa dan kembali ke mobil lalu meninggalkan tempat tersebut.

"Mungkin saja ini kecelakaan dan mungkin saja ini sebuah dicelakakan, aku kenal jelas pak Baroto yang tak mungkin salah memperhitungkan tapi ada baiknya masalah ini disembunyikan rapat-rapat jangan sampai terbongkar."