Pagi yang tidak seperti biasa yang harus dibangunkan Randu memilih untuk bersiap lebih awal, papanya belum juga terbangun itu membuat dia bebas melakukan apa saja.
"Siapa tahu aja ada uang di mobil papa, aku ambil aja buat uang saku. Enak saja, mentang-mentang sudah kaya mendadak bini sama anak gak diurus, untung aja aku anak tunggal. Akulah pewaris satu-satunya."
Tanpa waktu yang lama Randu mengambil kunci kontak berada di meja dekat tempat tidur, sebuah pesan singkat telah berdering di ponsel papa Dandi. Tetapi sesuai dengan misi diawal akhirnya berhasil mengambil.
Randu dengan secepat kilat dan lihainya berhasil mengambil kunci tersebut, ada beberapa uang dalam sebuah loker ia ambil semuanya bahkan juga jam tangan dalam box kecil.
Akhirnya keinginan itu terwujud, dia yang langsung masuk kamar langsung mandi. Papa Dandi yang melakukan kegiatan sama, tanpa waktu cukup lama Randu keluar dengan meranselkan tas menuju ke meja makan.
Mereka yang makan bersama dengan santapan ayam goreng kesukaan Randu, tetapi jamuan itu tentunya membuatnya enggan menyantap. Papa Dandi yang kali ini dipihak mama Widya membela habis-habisan.
"Sudah dimasakin gak tahu terima kasih." Seru papa Dandi.
"Randu, kenapa? Apa masih sakit?" Tanya mama Widya dengan menuang air putih ke gelas.
"Gak kok, ma. Randu sudah baikan, cuman lagi tidak nafsu aja makan ayam goreng. Oh ya, di kulkas masih ada ayam mentah?"
"Dasar anak aneh, sudah dimasakin malah justru cari yang lain."
"Ada kok, ada. Cuman belum dicuci."
Randu yang meninggalkan meja makan dan sekalian berpamitan mampir mengambil daging itu lalu memasukkan ke dalam wadah, dia yang tidak memakan-makan daging maupun nasi matang itu dikunyahnya mentah.
Seusainya ia berangkat sekolah mengendarai sepeda motornya itu, perjalanan yang cukup singkat Randu melihat ada Rindu tentunya dengan rasa dari awal belum terbalas baik dicobalah melakukan sesuatu.
Rindu yang ditawari untuk berboncengan dengan Randu sempat ditolak begitu saja, cincin merah delima yang tiba-tiba memancarkan cahaya cerah itu membuatnya berbeda.
"Ya udah, aku ikut kamu."
"Siap, pegangan yang kuat-kuat."
Akhirnya mereka berdua berangkat bersama-sama, sebuah canda tawa telah tersemat diantaranya. Setiba di sekolah ada salah satu laki-laki tiba saja menarik tangan Rindu menjauh dari Randu.
"Aku kan sudah bilang sama kamu berulang-ulang, dan bukan sekali dua kali tapi berkali-kali. Ingat ya baik-baik, pengobatan emak kamu itu yang menanggung aku bukan dia."
"Iya, mas Danu. Maafin aku, aku gak bermaksud buat hal lainnya. Tapi tenang aku bisa jaga diri kok, tenang."
"Ya sudah, sekarang kita masuk ke aula bareng. Aku udah risih kalau kamu dekat-dekat sama dia."
"Iya, mas."
Randu yang masih duduk di motor menunggu sahabatnya Tito belum kunjung datang, disaat itulah juga ia mencoba menjilat cincinnya kembali untuk mencoba kemampuan lainnya.
Dia yang mencoba untuk menarik beberapa gadis berhasil ia renggut, terutama adalah gadis desa yang polos bernama Putri. Dia sangat berambisi memiliki pacar kaya dan sempurna.
"Gantengnya, mana motornya keluaran baru lagi. Andai aja punya pacar tajir, ganteng. Uh... idaman banget pastinya."
"Cantik... sini." Ajak Randu.
"Itu beneran aku dipanggil, beneran?" Putri yang menoleh kekiri, kekanan tidak ada satupun perempuan lalu lalang disekitarnya. Dia yang langsung berlari menuju ke Randu masih belum bisa menyangka.
Randu yang meminta nomer ponsel Putri akhirnya mendapatkannya, dia yang juga kebetulan teman satu kelas dengan Rindu dan dirinya sendiri memanfaatkan sesuatu.
Bel berbunyi menandakan masuk malah justru Randu mengajak Putri ke kamar mandi, mereka yang justru bersenang-senang di belakang sekolah sembari meneguk minuman dibeli sebelumnya itu.
"Namamu siapa? Aku Randu, anak pengusaha terkaya di kota ini."
"Aku Putri, anaknya ibu."
"Dari awal waktu SMP aku itu sangat terkesima denganmu, wajahmu cantik dan manis. Pokoknya aku itu udah lama banget mengagumi Putri cuman belum kenal jadi ya masih mau malu."
"Makasih loh, tapi ini manggilnya mas atau Randu?"
"Panggil sayang begitu juga boleh, lagian juga aku masih ngejomblo. Ya, mana jomblonya awet pakai banget. Kalau kamu sendiri pasti sudah punya pacar ya? Atau jangan-jangan aku yang kedua, ketiga atau kesepuluh."
"Bisa aja, mas Randu. Putri belum punya pacar kok, lah ini juga sedang mencari pasangan."
"Memangnya kamu cari kayak gimana? Atau jangan-jangan aku jelek kali ya, sampai jomblo segala."
"Aku gak percaya kalau mas Randu ini masih jomblo, masa seganteng dan sekaya kayak mas Randu single. Secara motornya aja juga sangat berkelas, jangan-jangan Putri ini yang jadi kedua atau ketiga."
"Enggak kok, aku ini orangnya tipe-tipe setia. Pokoknya aku gak cari pacar yang muluk-muluk yang penting mau nurut itu dah cukup, kamu mau gak jadi pacarnya aku?"
"Em... gimana ya?"
"Bentar ya, aku gugup. Kebelet ke kamar mandi."
Randu yang menuju ke kamar mandi sekolah kembali mencoba mengelus-elus cincin di jari manisnya, dan tak hanya itu juga sosok lelaki itu keluar berada tepat di depannya.
"Kamu manggil aku, ada perlu apa?"
"Begini, aku itukan udah lama haus. Jadi aku itu pengen buat pelampiasan, secara juga aku itu gampang lengah. Berilah kepuasan tersendiri buat aku, ya melalui gadis yang di luar itu. Bisakan? Nanti aku kasih sedikit deh, aku jamin singset."
"Korek sampah itu, di sana ada sebuah mawar layu. Berikan ke dia, dia akan mau denganmu. Ingat baik-baik, aku juga cerminan dirimu dan dirimu juga cerminanku."
"Siap."
Seketika itu cincin yang dipakai Randu mengeluarkan cahaya merah begitu terang dan bahkang membuat Putri seketika ketakutan, dia yang tanpa lama diberikan sebuah bunga mawar malah justru nampak segar.
"Jadi, bagaimana? Maukan pacaran sama Randu Wisanggeni? Secara tawaran ini hanya berlaku satu kali dalam seumur hidup, kalau gak mau ya udah. Masih banyak cewek di luar sana merebutkan aku, malah tinggal milih akunya. Dan ini aku malah menembak kamu."
Tak ada lagi sebuah alasan bagi Putri untuk menolaknya, ambisi dan hasratnya sangatlah ingin memiliki seperti itu. Akhirnya sebuah tawaran itu dia iyakan.
Selesai ditembak di kamar mandi, dia berencana mengajaknya untuk membolos. Tetapi disaat Randu menepuk pundak satpam sekolah semuanya telah diberikan dan termasuk juga membukakan pintu gerbang.
Segala fasilitas telah ia dapatkan termasuk menemukan sebuah cinta yang baru, Putri seorang gadis polos itu telah termakan rayuan Randu. Bahkan berani menyewa kost kecil dan tertutup untuk mereka berpacaran.
Tak cukup lama barulah mereka kembali ke sekolah untuk menghilangkan sebuah jejak-jejaknya, dan kejadian tersebut tidak seorangpun yang mengetahuinya.