Perkemahan yang dimulai upacara pembukaan tersebut membuat mereka sangat begitu bergembira dan tidak sabar akan kelanjutannya, hal itu tak luput dari sebuah pemandangan Randu yang terus menerus memandangi Rindu ketika berada di depan barisan itu.
Kejadian lain tak kalah menarik banyak diantara para siswa siswi telah berjatuhan pingsan karena upacara sambutan pembukaan diwakili oleh salah satu pembina baru, kekesalan nampak juga keluh kesah pendamping disetiap kelas X IPA-IPS1 hingga X IPA-IPS 3 dan murid lainnya.
Randu yang izin untuk membenarkan tali sepatu lepas itupun tanpa sepengetahuan para pendamping maupun teman sekitarnya menjilat-jilat cincin dan kembali berdiri menghadap mata pembina, tetapi seketika itu juga balasan menatap ke arahnya lebih cukup dalam.
"Sumpah ini sambutan pembina lebih lama dari sambutan presiden. Sudah hafal betul tingkahnya."
"Kamu kenal siapa dia?"
"Kenal pasti, dia itu pak Baroto. Kepala pembina dan wakil kepala sekolah yang ditakuti di sekolah ini, sekali ngomong jadi malapetaka. Ngeri."
"Eh, To. Apa dia punya indera ke enam?"
"Ngapain nanya begitu, bro? Takut ya? Jangan takut, pak Baroto itu orangnya...."
"Ah biar aku lihat sendiri saja deh, itu juga udah penutupan salam." Tukas Randu.
Kegiatan upacara pembukaan telah usai, karena diselani dengan adanya suara kumabdang adzan semua barisan telah dibubarkan. Randu yang memilih untuk membantu pemasangan tenda meminta bantuan ajian dalam kekokohan kelasnya itu.
Rindu yang berjalan hendak memberikan patok tenda itu seakan melihat bayangan ganda di diri temannya itu, seketika itu juga
Putri mengganggu penglihatan.
"Ada apa sih? Bantuin napa, udah tahu wakil ketua kelas utama kok malah bersantai-santai kayak majikan."
"Maaf, gak papa kok. Aku cuman lihat bayangan tapi mungkin karena aku pusing kali ya, ini juga mau masih patok tenda."
"Ngehalu kali kamu, makanya jangan banyakin nulis novel horror. Ngehalu mistis jadi kental dipikiranmu. Lagian juga Randu udah selesai itu sama Jono dan Tito, sana kamu ke bagian dapur saja."
"Iya, calon ibu. Eh, maaf gak maksud lain."
"Udah deh sana, udah dibilangin juga."
Rindu yang pergi meninggalkan pemikirannya itu menuju ke lapangan bagian dapur, sementara Putri yang ke tempat tenda itu memberikan patok tenda buatannya di rumah.
Ketika patok tenda milik Putri dipakai untuk lilitan tali tiba-tiba saja patok kayu itu terbakar, tak ada percikan api membuat semua kepanikan dan Randu menyihir kayu ranting disihirnya menjadi pentolan korek api.
"Hantu. Ada hantu."
"Apaan sih, Put? Teriak-teriak gak jelas begitu, lihat apa yang kamu perbuat. Teman-teman yang pada pasang tenda itu telah ketakutan, itu bukanlah hantu kali tapi karena gesekan korek api tadi Randu yang mainin." Kesal Tito yang menggerutu.
"Namanya juga orang panik, terus juga ngapain juga jadi begini. Terus pakai patok siapa dong? Kan bagian bawa aku sama si Rindu, kan... kan... belum juga tadi katanya si Rindu lihat bayangan ganda diantara kalian, sementara itukan kalian di sini pasang tendakan bertiga."
"Masak, Rindu bilang begitu?" Tanya Randu dengan keringat mendingin.
"Iya, sumpah. Tapi aku bilang mungkin kebanyakan ngehalu."
"Rindu percaya?" Saut Randu.
"Percaya dan langsung pergi gitu aja sih."
Tito yang menaruh curiga itupun melihat sahabatnya terus menerus tanpa sepatah kata ditepuk Jono dan membuyarkan semuanya, tentunya rasa kesal membuat gemas.
"Dasar lo, Jono."
"Mikir apa sih? Mikir kok kayak orang tapa di bawah gunung berapi."
"Mikirin lo, dasar ganggu melulu kerjaanmu."
"Biarin saja, emang itu adalah salah satu hobi yang aku punya selama ini. Kenapa, iri?"
"Gak sudi, kayak gak ada hobi lain aja gue."
Akhirnya mereka selesai mendirikan tenda mengikuti rangkaian acara, salah satunya ialah pelatihan baris berbaris.
Rasa lelah tercampur sengatan telah menusuk kulit siswa siswi yang dibimbing pendamping dari anggota organisasi, tentunya dengan kemayu Putri terus menerus mengeluh kepada Randu untuk membantunya.
Tito yang sedikit menyeleneh menggerakkan lencang kanan malah justru merangkul Rindu, Jono yang melihat tersebut langsung menghentakkan tangan tersebut dan membuatnya terjatuh.
Gelagat tawa tersebut telah membuat mata semua penjuru melihat ke arahnya, Rindu yang kasihan itupun membantu mendirikan pelan-pelan.
"Ada apa ini?"
"Itu kak, tadi Tito merangkul Rindu." Adu Jono.
"Sekarang nama Tito sama Rindu memberikan contoh aba-aba bergiliran, jika tidak keras akan kakak hukum push up seratus kali."
Tito yang lebih dulu memulai memberikan aba-aba baris berbaris itu dengan cukup lantang berhasil lolos dalam sebuah hukuman, ketika Rindu yang juga ingin melantangkan aba-aba dengan sombongnya Randu menggantikan posisi tersebut.
"Siap... grak! Hadap kanan, grak! Istirahat di tempat... grak!"
Suara yang jelas dan lantang tersebut tentunya menjadikan ciri khas milik seorang laki-laki, Randu yang menggantikan posisi tersebut malah justru menerima hukuman push up seratus dua puluh kali.
"Kakak gak mau tahu, lakukan sekarang! Jika kurang dari situ saya sendiri yang akan menghukum kalian semua!"
Dengan secepat kilat Randu berhasil menyelesaikan sebuah hukuman dengan bantuan cincinnya, lagi-lagi Rindu melihat tak ada sebuah bayangan.
"Sebenarnya aku kenapa sih? Di setiap orang pasti memiliki sebuah bayangan, tapi kenapa justru punya Randu gak ada. Kan aneh." Gerutu Rindu yang terus melihat Randu menjalankan push up.
Ketika beberapa kegiatan acara hari pertama itu juga selesai Rindu mencoba mengikuti setiap gerakkan pada diri Randu, semua yang meninggalkan tempat tersebut dia meyakini bahwa bayangan temannya itu benar-benar tidak ada.
Jono yang kembali di hadapan Rindu langsung menarik kuat-kuat untuk menolong sesuatu, tak bisa dipungkiri rencana tersebut kembali gagal.
"Kenapa sih, Jono?"
"Aku gak bisa."
"Gak bia apa sih, Jono? Ada aja kamu itu ya, hem... hem...."
"Aku butuh bantuan kamu bebeb, secara ya aku kan cowok gak bisa memasak dan yang di regu memasak kan itu cuma aku terus kamu bebebnya aku."
"Oh iya lupa, maaf ya. Namanya juga lupa itu tandanya gak mengingat apapun termasuk kamu."
"He he, udah sekarang bantuin."
Tak ada jalan lain bagi Rindu akhirnya telah membuntuti Jono untuk menyiapkan memasak dan makan malam, tak dapat dipungkiri tiba-tiba saja Randu mengagetkan mereka yang sedang meracik bumbu.
"Biarkan aku bantu, secara urusan mengenai tenda sudah terus mengenai kelas sudah dan yang belum membantu calon na nana...."
"Bebeb Randu selalu saja gombal, tisu, serbet, sarung tangan dan...."
"Stop! Kau itu mau jualan atau mau nunggu antrian wartawan? Nerocos melulu kerjaannya, secara aku biasa aja."
"Sudah, kalian jangan bertengkar." Saut Rindu.
"Sekarang kalian istirahat saja dulu, biarkan aku yang memasak. Tenang, aku jamin rasanya enak."