Chereads / TRACES OF LOVE / Chapter 3 - Cinta Yang Besar

Chapter 3 - Cinta Yang Besar

"Pak Alvin ini emang nyebelin banget. Ucapannya selalu aja buat orang lain sakit hati. Untung aja dia yang punya restaurant ini, tempat kerja aku. Kalo engga, udah aku kerjain ini orang," ucap Sabrina di dalam hatinya.

Alvin langsung masuk ke dalam ruangannya untuk mengambil barang yang tertinggal di sana. Setelah mengambilnya, Alvin langsung kembali keluar dan hendak kembali pulang ke rumahnya. Di sana masih ada Sabrina yang sedang bersiap-siap untuk pulang ke rumahnya. Tiba-tiba saja Alvin memegang sepeda milik Sabrina.

"Eh, Pak. Mau diapain sepeda saya?"

"Kamu pulang bareng saja aja."

"Terus sepeda saya gimana Pak?"

"Sepeda kamu kan bisa dilipat. Bisa di taruh di belakang mobil saya."

"Ga usah Pak. Saya bisa pulang sendiri pakai sepeda saya."

"Saya ga mau ya dibicarain sama orang lain yang liat saya karena saya membiarkan karyawan saya pulang semalam ini. Apalagi sampai kamu kenapa-kenapa. Saya ga mau ada masalah gara-gara kamu."

Sabrina hanya terdiam. Dia kesal dengan sikap Alvin kepadanya yang seenaknya.

"Ayo masuk. Tunggu apa lagi?" perintah Alvin.

"I... Iya Pak."

Akhirnya Sabrina mau juga untuk diantar pulang oleh Alvin. Alvin mengantarkannya pulang sampai ke depan rumahnya.

"Ini dia rumah saya Pak. Pak Alvin mau mampir dulu?"

"Ga usah. Terima kasih. Kamu bisa ambil sepeda kamu dibelakang."

"Huh, dasar Pak Alvin. Seenaknya suruh-suruh aku kaya gitu. Bantuin untuk turunin sepedanya gitu. Aku kan cewek," ucap Sabrina di dalam hatinya sambil melamun. Alvin yang melihat sikap Sabrina seperti itu langsung bertanya-tanya.

"Kamu kenapa malah melamun seperti itu? Cepat ambil sepeda kamu dan masuk ke dalam rumah kamu."

"I... Iya Pak. Sekali lagi terima kasih karena udah antar saya sampai di depan rumah."

Alvin hanya diam saja. Sedangkan Sabrina turun dari mobil Alvin dan langsung mengambil sepeda miliknya yang ada di negasi mobil Alvin. Setelah itu Alvin langsung pergi meninggalkan rumah Sabrina begitu saja tanpa berpamitan atau memberikan ucapan selamat tinggal terlebih dahulu kepada Sabrina.

"Yeuhh, main pergi gitu aja lagi. Dasar Pak Alvin nyebelin banget," ucap Sabrina sendirian. Tidak lama kemudian Ibu angkatnya Sabrina keluar dari dalam rumahnya.

"Sabrina sayang. Kamu tadi pulang diantar sama siapa?"

"Bukan siapa-siapa, Bu."

"Jangan-jangan itu pacar kamu ya? Tadi cowok kan yang antar kamu ke rumah? Kenapa si sayang kamu ga pernah cerita tentang cowok kamu ke Ibu."

"Ih Ibu apa-apaan si. Amit-amit aku punya cowok seperti dia. Udah ah Bu, aku mau masuk dulu. Aku mau bersih-bersih. Ibu juga masih yuk, jangan sampai Ibu sakit lagi."

Sabrina langsung masuk ke dalam rumahnya begitu saja. Sabrina tidak mau membahas Alvin lagi dengan Ibunya. Sedangkan Ibu angkatnya masih terdiam di luar rumahnya sambil senyum-senyum karena tingkah anak kesayangannya.

"Sabrina, Sabrina. Dia kalo lagi malu seperti itu lucu banget. Siapapun laki-laki itu, semoga aja dia adalah laki-laki yang baik untuk Sabrina," ucap Ibu angkatnya Sabrina di dalam hatinya.

******

Hari telah kembi berganti. Seperti biasanya. Sabrina harus ba bangun dari tidurnya untuk bekerja. Dan dia akan tidur untuk istirahat. Itupun hanya beberapa jam saja. Lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan mengurus Ibu angkatnya.

Waktu baru saja menunjukkan pukul 4 pagi. Tetapi Sabrina sudah terbangun dari tidurnya karena terkejut takut terlambat masuk ke tempat kerjanya.

"Astaga. Jam berapa ini? Aku ga boleh terlambat masuk kerja lagi. Yang ada nanti Pak Alvin marah-marah lagi sama aku."

Kemudian Sabrina langsung terbangun dari tidurnya dan lihat ke arah jarum jam.

"Astaga. Ternyata masih jam empat pagi. Tapi ga apa-apa deh. Lebih baik aku urusin kebutuhan Ibu dulu. Jadi nantinya aku juga ga akan terlambat masuk ke tempat kerja."

Sabrina langsung menyiapkan segala kebutuhan Ibunya. Mulai dari sarapannya, air hangat untuk mandi, pakaian, dan yang lainnya. Sedangkan Ibunya masih terjaga dari tidurnya. Setelah Sabrina selesai menyiapkan segala kebutuhan Ibunya, bahkan Sabrina sudah siap untuk berangkat ke tempat kerja, Ibu angkatnya baru terbangun dari tidurnya.

"Sayang. Kamu udah siap mau berangkat kerja? Ini masih jam enam pagi loh. Kamu kan masuk kerjanya jam delapan pagi."

"Iya Bu. Soalnya aku ga mau sampai terlambat lagi ke tempat kerja. Aku ga mau sampai kena marah lagi sama pemilik restaurant itu. Tapi Ibu ga usah khawatir, semua kebutuhan Ibu udah aku siapin. Jadi Ibu ga perlu khawatir lagi."

Ibu angkatnya Sabrina terdiam. Dia justru mengeluarkan air matanya. Sabrina yang melihat ada air mata yang jatuh di pipi Ibunya langsung sangat khawatir dan cemas kepadanya.

"Ibu? Ibu kenapa? Kenapa Ibu nangis?"

"Engga. Ibu ga kenapa-kenapa. Ibu cuma kasihan aja sama kamu. Sejak kecil kamu harus banting tulang seperti ini untuk berobat Ibu. Seharusnya anak seumuran kamu itu masih suka senang-senang sama temannya. Bukan bekerja seperti ini."

"Ibu bicara apa si. Ibu ga boleh bicara seperti itu. Aku senang kok. Aku bahagia karena punya Ibu seperti Ibu. Walaupun Ibu itu bukan Ibu kandung aku, tapi aku udah menganggap Ibu itu adalah Ibu kandung aku. Ibu adalah segalanya buat aku."

"Makasih ya sayang. Makasih."

"Aku yang harus makasih sama Ibu. Makasih ya Ibu udah sayang banget sama aku selama ini. Ibu udah urusin aku dari kecil."

"Iya. Sama-sama sayang."

Sabrina dan Ibu angkatnya saling berpelukan.

"Yaudah kalo gitu aku bantu Ibu mandi dulu aja ya. Nanti setelah itu baru aku berangkat ke tempat kerja aku."

"Ga usah, ga usah. Ibu bisa sendiri kok. Lebih baik kamu berangkat ke tempat kerja kamu ya. Kamu jangan sampai di marahi lagi sama Boss kamu itu."

"Serius Bu?"

"Iya sayang. Udah kamu berangkat aja gih sana sekarang."

"Iya Bu. Kalo gitu aku pamit kerja dulu ya Bu. Do'ain supaya kerjaan aku lancar. Ibu kalo ada apa-apa langsung kabarin aku aja ya."

"Iya sayang."

Sekarang Sabrina sudah pergi ke tempat kerjanya. Di rumah hanya ada Ibu angkatnya saja yang sudah sakit-sakitan. Dia juga tidak melakukan hal apapun di rumah. Karena semua pekerjaan rumah sudah dilakukan oleh Sabrina. Mulai dari menyapu, mengepel, dan yang lainnya. Karena Sabrina tidak mau sampai Ibunya kecapean dan akan menganggu penyakitnya lagi. Karena penyakit Ibunya itu harus di jaga. Dia tidak boleh kecapekan sedikitnya pun. Kalau tidak, maka penyakit ginjalnya yang kronis akan kambuh kembali.

Setelah kepergian Sabrina, Ibunya langsung pergi ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu dia akan sarapan. Walaupun sarapan pagi ini hanya sendirian. Karena Sabrina sudah berangkat kerja pagi-pagi buta.

-TBC-