Chereads / BACK IN YOURS HUG / Chapter 2 - Titah Ibunda Ratu

Chapter 2 - Titah Ibunda Ratu

Naura pamit ke toilet kepada temannya yang juga berjaga bersamanya. Tak lama setelah kepergiannya.

Arga datang dengan wajah cemasnya, mencari keberadaan Naura. "Ti, Naura mana? Katanya tadi dia jatuh, sekarang mana anaknya?" cecar Arga seraya menoleh ke kanan dan ke kiri guna mencari Naura.

Tika hanya memutar bola matanya malas, mendengar rentetan pertanyaan Arga yang tampak mengkhawatirkan Naura.

"Dia baik-baik saja kok. Cuman terkilir aja, sekarang lagi ke toilet tuh," jawab Tika sambil menata sabun mandi cair di rak etalase.

Arga bergegas pergi setelah mendapatkan jawabannya, tanpa mengucapkan terima kasih kepada Tika. Gadis tersebut hanya bisa mengedikkan kedua bahunya acuh. Seolah hafal dengan sikap Arga yang menyukai sahabatnya sendiri.

Hanya saja, sayangnya Naura tidak mengerti tentang perasaan Arga yang menganggapnya melebihi dari sekedar sahabat.

####

Arga menunggu di depan toilet perempuan dengan perasaan cemas. Tak lama kemudian, Naura keluar dari toilet dengan sedikit tertatih-tatih.

Terkejut melihat keberadaan Arga yang menyandarkan tubuhnya ke dinding. "Kamu ngapain di sini?" tanya Naura yang berjalan perlahan.

Arga segera memapah Naura berjalan dan membawanya untuk duduk di kursi di sebelah tangga. "Duduk dulu, kaki kamu harus di obati dulu," titah Arga tanpa menjawab pertanyaan Naura.

"Sini aku oleskan salepnya, biar cepat sembuh." Arga mengambil salep di tangan Naura dan mulai mengolesnya dengan lembut.

Sementara Arga mengoleskan salep di kakinya. Naura hanya bisa meringis kecil menahan sakit.

"Kenapa nggak hati-hati, sih? Untung saja ada yang nangkap. Coba kalau enggak ada siapa-siapa? Apa jadinya kamu nanti? Ceroboh banget, sih!" omel Arga yang terlihat sangat khawatir. "Untung sayang," lirihnya.

"Hah, apa? Kamu ngomong apa, sih?" desak Naura yang sepertinya mendengar sesuatu.

"Apa? Ini lho, untung saja nggak bengkak," elak Arga yang mengalihkan pembicaraannya.

"Oh, itu karena sudah di pijat tadi sama yang nolongin aku. Padahal aku sudah nolak, tapi dia maksa. Aku kan nggak enak di pijat sama laki-laki yang nggak di kenal. Tapi untungnya cepat sembuh seperti katanya," jelas Naura sambil melihat kakinya yang sudah mendingan.

"Oh, gitu," sahut Arga yang terdengar tak suka ada orang lain yang memegang kaki Naura.

"Tapi kenapa salepnya cuman kamu pegangin aja, nggak cepet di obatin?" decak Arga kesal.

"Oh, itu. Tadi rencananya mau aku obati selesai dari toilet," jawab Naura.

Arga menghembuskan napasnya panjang. "Lain kali jangan ceroboh lagi, hm?" pinta Arga yang bersimpuh di depan Naura dengan tatapan seriusnya.

Naura hanya bisa mengangguk patuh dengan tatapan cengonya. Membuat Arga tersenyum puas dan mengacak puncak kepala Naura sembari tersenyum.

"Good girl," pujinya sambil bangkit berdiri.

"Kamu mau kembali ke counter atau di sini aja?" Tangan Arga terulur untuk membantu Naura bangkit berdiri.

"Aku ke counter saja. Ini kan weekend, pasti mall ramai banget. Tenang saja, kaki aku nggak apa-apa kok," lontar Naura dengan sedikit senyum manisnya.

Arga sempat terhenyak sesaat, sebelum akhirnya bisa menguasai raut wajahnya. "Iya. Tapi kalau ada apa-apa segera panggil aku, yah?" debat Arga yang memapah Naura berjalan kembali ke counternya.

"Iya, bawel, ah," balas Naura sebal.

Naura mulai kembali bekerja. Walaupun teman-temannya di counter telah memintanya untuk beristirahat. Namun, bukan Naura namanya jika tidak keras kepala. Gadisa tersebut menolaknya dengan alasan mall sedang ramai dan pastinya teman-temannya akan kewalahan untuk melayani banyaknya pengunjung.

Pukul sembilan malam lebih dua puluh menit. Mall tempat Naura bekerja akhirnya di tutup. Semuanya tentu saja sama-sama merasakan lelah. Namun semua itu terbayar dengan bonus yang pemilik mall sampaikan sebelum semua karyawannya pulang.

Naura mengucap kata 'syukur' berulang kali. Sebab, bonus yang ia peroleh hari ini akan segera ia kirimkan kepada orang tuanya. Untuk melunasi tunggakan biaya sekolah sang adik yang duduk di bangku sekolah menengah atas dan sekolah menengah pertama.

Ya, Naura Divya Zanitha adalah sulung dari tiga bersaudara. Terlahir dari keluarga kalangan menengah ke bawah, membuatnya lebih memilih untuk bekerja dan membantu sang ayah dalam mencari nafkah bagi keluarganya. Terlebih sang ayah hanya petani yang memiliki sepetak sawah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari.

Naura menolak saat sang ayah menawarinya untuk kuliah. Naura tidak ingin membebani sang ayah dangan mahalnya biaya pendidikan untuk ketiga anaknya.

Naura mengalah demi kedua adiknya. Biarlah dia yang bekerja agar kedua adiknya bisa tetap mengenyam bangku pendidikan hingga tinggi.

###

Naura berjalan seorang diri menuju ke tempat kostnya yang berada tak jauh dari Mall tempatnya bekerja.

Saat tengah berjalan dengan sedikit tertatih, Naura merasa ada mobil yang mengikutinya. Ia berhenti dan menolehkan kepalanya. Hanya untuk memastikan bahwa benar apa yang ia duga. Jika sedang di ikuti oleh mobil.

Benar saja, mobil tersebut berhenti. Begitu Naura berhenti. Tak lama kemudian, pintu pengemudi mobil tersebut keluar dari mobilnya dan membuat Naura terkejut.

"Hai!" sapa orang yang mengikuti Naura tadi. Dengan senyum menawannya.

"Mas?" Naura menghentikan kalimatnya karena lupa siapa nama pria di depannya saat ini.

"Raihan. Masa sudah lupa, sih?" keluh Raihan yang berpura-pura merajuk.

Naura hanya bisa nyengir kuda. "Maaf, Mas. Aku lupa nama Mas tadi," jelasnya merasa bersalah.

"Kamu mau pulang?" tanya Raihan.

"Iya, ini lagi jalan pulang. Ada apa, yah? Kok Mas ngikutin aku?" tanya Naura yang tak tahu apa maksud Raihan mengikutinya diam-diam tadi.

Raihan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Malu tentu saja. Ia melakukannya juga karena titah dari Ibunda Ratu.

"Maaf, kalau buat kamu takut. Aku di suruh sama mama. Buat pastikan kamu aman sampai ke rumah. Mama ngerasa bersalah sudah buat kamu jatuh, karena harus bantuin dia. Makanya aku nungguin kamu pulang dari tadi," ungkap Raihan jujur apa adanya.

"Oh, astaga! Kenapa Ibu bisa berpikiran seperti itu? Ini bukan salah ibu, ini murni karena aku ceroboh kok, Mas. Aku beneran nggak apa-apa. Ini sudah bisa jalan, berkat bantuan Mas tadi. Terima kasih atas bantuannya, Mas," tutur Naura tulus sembari tersenyum manis.

Raihan tertegun sejenak, melihat senyuman manis dari gadis manis yang baru tadi siang ia temui. Benar apa yang mamanya katakan, Naura memang sangat manis, terlebih lagi jika tersenyum.

Kedua lesung pipinya terlihat jelas, di tambah pula dengan matanya yang seolah tertutup karena sipit.

Rambutnya yang panjang dan hitam legam. Semakin menambah kecantikannya, terlebih lagi kulitnya yang sawo matang adalah ciri khas wanita Asia.

Kecantikannya memang tidak seperti gadis kebanyakan yang selalu menutupi inner beauty mereka dengan make up.

Tapi tidak dengan Naura. Kecantikannya terpancar jelas hanya dari kesederhanaannya. Di tambah ia juga bukan termasuk gadis-gadis yang suka berdandan.

"Ya, sudah. Ayo aku antarkan pulang. Kaki kamu pasti masih terasa sakit, dan seharusnya kamu tidak banyak bergerak dulu. Agar cepat sembuh," ajak Raihan sambil membukakan pintu mobil untuk Naura.

"Tapi, Mas? Aku bisa pulang sendiri kok, lagi pula, kost-an aku ada di dalam gang. Mobil Mas Raihan kan nggak bisa masuk?" tolak Naura yang tidak ingin merepotkan Raihan lagi.

"Tidak apa-apa. Nanti biar aku parkir di pinggir jalan saja lalu membantu kamu sampai ke kostnya. Ayo!" ajak Raihan lagi dengan isyarat matanya yang meminta Naura agar segera masuk ke dalam mobilnya.

Mau tak mau, Naura hanya bisa patuh mengikuti perintah Raihan. Karena terlihat jelas jika pria tersebut tidak suka di bantah.