Sandra yang merasa sudah cukup tenang pun akhirnya melerai pelukannya dengan Amira. Sandra sekilas melihat Richard lalu beralih menatap sang ibu.
"Ibu,siapa dia?" Tanya Sandra dengan menatap Richard dengan penuh tanya.
Amira cukup gugup dengan pertanyaan yang diberikan oleh Sandra. Bahkan tangannya pun menjadi dingin,ia benar-benar merasa gugup.
Sandra menatap ibunya kembali dengan mengerutkan dahinya,karena ia belum mendapat jawaban juga dari Amira,akhirnya ia memegang jemari ibunya yang terasa dingin itu. Sebelum Sandra bertanya lagi,tiba-tiba Richard memberitahukan siapa dirinya.
"Aku Richard… Namaku Richard" Ucap Richard yang berhasil mengalihkan tatapan Sandra untuk melihatnya.
"Aku Richard Alvaro" lanjut Richard dan berhasil membuat Sandra membeku ketika mendengar nama belakang Richard. Sandra menatap wajah Richard,seketika itu juga kenangan pertemuan Sandra dengan ayahnya di toko kue beberapa tahun lalu kembali tergambar jelas seperti sebuah film yang memutar semua kenangan buruk dalam hidup Sandra.
Tubuh Sandra hampir saja limbung ke belakang jika saja Amira tidak menahannya.
"Nak…" ucapan Amira tertahan karena lampu ruang operasi berubah menjadi hijau. Semua yang berada di sana langsung memfokuskan diri mereka ke ruangan tersebut.
Pintu ruang operasi terbuka,seorang dokter keluar dengan wajah yang sangat tenang.
"Dokter bagaimana keadaan suami saya?" Ucap Sandra yang tidak sabar ingin melihat keadaan suaminya.
Dokter pun tersenyum "Alhamdulillah,operasinya berjalan dengan lancar. Berkat doa dan dukungan dari keluarga dan juga istri tuan Aaram. Pasien akan dipindahkan ke ruangan yang sudah rawat pasien." Jawab dokter dengan tetap tersenyum.
"Alhamdulillah" ucap semuanya.
"Terimakasih dokter" ucap Sandra
"Apa kami boleh melihatnya dokter?" Tanya Sandra pada dokter
"Tidak untuk sekarang karena pasien baru terlepas dari maut. Anda bisa menemuinya setelah pasien sudah siuman. Kalau begitu saya permisi." Ujar dokter
"Sekali lagi terimakasih dokter" ujar Sandra dan dibalas senyuman oleh sang dokter.
Dua orang suster dan asisten dokter mendorong brankar dengan Aaram yang masih belum sadar karena efek obat bius pasca operasi. Setelah Aaram dipindahkan ke ruang rawat inap VVIP,Sandra tidak dapat menyembunyikan rasa bahagia yang membuncah hatinya,meskipun belum diperbolehkan masuk untuk menemui Aaram,setidaknya kondisi suaminya saat ini sudah aman. Sandra melihat Aaram dibalik kaca penghubung sehingga ia dapat melihat Aaram. Sandra meletakkan telapak tangannya dan mengusap wajah Aaram dari balik kaca. Sebesar apapun rasa benci Sandra pada Aaram,tapi Sandra tidak dapat membohongi dirinya kalau ia begitu kuatir dengan pria yang selama satu bulan ini menemaninya.
*
Aaram dinyatakan koma beberapa jam setelah melewati masa kritisnya. Dua hari sudah berlalu,tapi Aaram masih tetap sama. Aaram masih saja betah memejamkan matanya. Sandra sudah diizinkan dokter untuk masuk dan melihat Aaram. Seperti sore kemarin sehabis kembali dari restoran Sandra selalu datang untuk menemui Aaram,Sandra memasuki ruang VVIP dan membuka knop pintu.
Sandra masuk dan menaruh tasnya,Sandra mengambil kain dari wadah yang berisi air,lalu memeras kain itu. Tangannya terangkat mengelap tubuh Aaram,ia selalu melakukan hal ini dalam seminggu belakangan. Dalam keadaan seperti ini setidaknya Sandra senang karena melakukan sesuatu keinginannya tanpa harus terlihat gugup di depan Aaram. Sandra menghentikan gerakannya saat akan mengelap wajah pria yang selama satu minggu ini diam-diam ia pandangi dan ia rindukan.
Sandra menunduk sebentar,jantungnya tidak dapat dikondisikan. Ingin rasanya Sandra memeluk suaminya itu. Tapi,ia sadar kalau Aaram habis operasi. Jika dia memeluk suaminya itu maka luka bekas operasinya semakin parah. Sandra menatap sendu ke arah Aaram,banyak alat medis menempel pada tubuh Aaram. Lalu ia berdiri di sebelah sisi kiri Aaram dan menggenggam tangan Aaram yang tidak terbebas dari selang infus.
"Ar…. "Ucap Sandra yang tidak bisa menahan air matanya lagi. Sandra kembali menangis melihat kondisi suaminya. Sandra berpikir jika dia tidak bersikeras untuk menyebrang ke toko kue itu pasti tidak akan terjadi hal seperti ini.
"Maaf,Ar. Karena aku kamu jadi seperti ini."
Di luar ruangan Merry dan Diki baru saja tiba di Jakarta setelah melakukan perjalanan bisnis ke Eropa,setibanya di bandara mereka langsung datang ke rumah sakit. Amira yang sedang duduk sendiri di depan ruang rawat,melihat besannya itu datang langsung berdiri dari duduknya untuk menyambut mereka. Sedangkan Richard masih mengurus urusan tabrak lari yang terjadi kepada Aaram. Richard dan Rian yang sebagai saksi masih harus dipanggil terkait dengan kasus ini. Rian menjadi saksi karena ia mengingat plat nomor polisi kendaraan dan juga ia sedang berada di tempat kejadian perkara. Richard hari ini mendapat panggilan dari kepolisian lagi,maka dari itu mereka sekarang ini sedang berada di kantor polisi karena ketika mereka ingin menuju rawat inap beberapa polisi datang menemui mereka. Sebenarnya polisi ingin meminta keterangan dari Sandra lagi,tapi Richard melarang polisi untuk memintai keterangan pada adiknya itu. Karena Richard tidak ingin membuat adiknya kelelahan,jadi saat ini Richard lah yang menggantikannya. Untungnya juga Rian mau membantu Richard selama penyelidikan berjalan. Polisi juga sangat mengenal Richard Alvaro,orang terhormat dan terpandang di bidang siber. Karena hampir seluruh kepolisian Indonesia bekerja sama dengan perusahaannya yang bergerak di bidang IT.
"Mira,bagaimana dengan Aaram? Bagaimana ini terjadi?" Tanya Merry pada Amira yang bingung harus menjelaskan tentang kejadian yang sebenarnya karena Sandra pun belum menceritakan kronologinya.
"Mah,sabar dong satu-satu bertanya" Diki berusaha menenangkan istrinya itu.
"Bagaimana mama bisa sabar pah? Anak kita habis mengalami tabrak lari."
"Aaram tidak apa-apa,mah. Kita hanya harus menunggunya beberapa jam,setelah efek obat biusnya habis. Aaram pasti sadarkan diri,mama doakan Aaram ya."
Ucap Sandra yang baru saja keluar dari ruang rawat Aaram,dengan masih mengenakan setelan baju kerjanya.
Merry menghampiri Sandra "sayang" lirihnya sambil memeluk putrinya itu. Sandra kembali terisak,ia merasa sangat bersalah.
"Maaf,mah" Sandra berkata sambil menahan tangisnya.
"Sudah sayang jangan menangis lagi,mama jadi ikutan sedih kalau kamu nangis juga." Ucap Merry yang sudah tidak bisa menahan lagi air matanya.
Kedua orang tua Aaram baru saja tiba di Jakarta setelah melakukan perjalanan bisnisnya. Merry menuntun menantunya itu untuk duduk di antara Amira dan dirinya. Merry memberikan tisu kepada Sandra untuk menghapus air mata di wajahnya.
"Maafkan mamah dan papah yang baru bisa datang ke sini,nak. Papamu harus menemui kliennya di Eropa." Ujar Merry menyesal.
"Tidak apa mah,aku mengerti dengan hal itu. Yang terpenting doa dari mamah dan papah untuk kesembuhan Aaram,itulah yang terpenting bagiku."
"Nak,papa ingin tahu kronologi kejadian yang sebenarnya." Kali ini Diki yang membuka suara dengan pertanyaan tentang kejadian yang sebenarnya.
Sandra menatap papah mertuanya itu lalu ia menoleh ke arah ibu dan mamah mertuanya. Sandra menarik nafasnya dalam,kemudian ia lepaskan dengan sedikit kasar. Akhirnya Sandra menceritakan kejadian yang sebenarnya dari awal ia melihat seseorang yang sangat mencurigakan sampai terjadinya tabrak lari itu. Sandra menceritakan semuanya tanpa mengurangi atau mendramatisir kejadian yang dialaminya