Chereads / AARAM & SANDRA / Chapter 22 - Bab 22 (Harus Bagaimana?)

Chapter 22 - Bab 22 (Harus Bagaimana?)

"Maaf nak,apakah kamu memiliki saingan di restoran tempat Toni?" Tanya ibu kepada Sandra dan dijawab dengan gelengan kepala. 

"Atau Aaram yang memiliki saingan bisnis?" Kali ini Merry yang bertanya 

"Tidak mungkin mah,aku tahu memang pasti banyak saingan dan musuh dalam dunia bisnis. Tapi,itu tidak mungkin terjadi pada Aaram,papah juga tahu bagaimana Aaram dalam menangani pesaingnya." 

"Tapi,pah kan' bisa saja memang ada yang ingin mencelakakan Aaram." 

"Sepertinya bukan Aaram yang mereka incar tante." 

Semua menoleh ke arah sumber suara,mereka melihat Richard yang baru datang dengan asistennya dengan membawa sebuah tas dan paper bag di tangannya. 

"Tuan Richard?" Diki bingung dengan kehadiran Richard disini,apakah ada sangkut pautnya dengan kejadian ini.

"Apa maksud kamu,nak? Apakah ada yang berniat jahat terhadap Sandra?" Cecar Amira kepada putranya itu,semua menatap Amira dengan penuh tanya kecuali Richard dan asistennya. 

Richard mengangguk membenarkan pernyataan Amira. "Iya,sebenarnya orang itu ingin mencelakai Sandra,tapi naasnya Aaram yang celaka." Jawab Richard dengan tenang. 

"Tunggu dulu tuan Richard,bagaimana bisa anda berada disini? Apakah pada saat kejadian anda ada disana?" Tanya Diki lagi. 

Richard tersenyum menatap Diki "tidak tuan Diki Rahadian,saya datang bersama ibu saya." Jawab Richard dan berhasil membuat Diki dan Merry menatap Amira dengan tatapan bingung dan banyak pertanyaan dalam benak mereka. Sedangkan Sandra menatap Richard dengan tatapan sinis. Bahkan Richard melihat ketika Sandra mengepalkan kedua tangannya. 

"Maksud anda datang kesini bersama ibu anda yang sedang kontrol atau menjenguk seseorang disini?" Tanya Merry yang benar-benar penasaran dengan adanya Richard disini.

"Richard adalah putra tiriku" jawaban Amira sukses membuat Merry dan Diki tercengang. Mereka berdua saling menatap lalu beralih menatap Richard dan memperhatikan dengan seksama. Wajah yang pernah mereka jumpai beberapa tahun lalu. 

"Ramon Alvaro" ucap Merry dan Diki bersamaan

Richard mengangguk dan tersenyum "iya,tuan saya adalah putra dari Ramon Alvaro. Tentu pasti kalian sudah mendengar sedikit cerita tentang daddy dan mommy saya." 

"Tentu bahkan saya tahu sangat bagaimana perlakuan daddy dan mommy anda tuan." Kini ucapan Merry terdengar seperti sedang menahan amarah. 

Richard paham dengan maksud dari ucapan Merry,siapa yang tidak akan terluka hatinya atas perlakuan yang dilakukan oleh kedua orang tuanya itu pasti akan selalu membekas di hati. Seperti kertas putih yang dicoret oleh sebuah pensil lalu kita hapus coretan itu tetap akan nampak bekas coretan di kertas itu walaupun kita berusaha sekeras apapun untuk menghapusnya. 

"Sudah jangan kita bahas ini dulu,lebih baik kita fokus kepada kesehatan Aaram" Amira mencoba menormalkan keadaan dengan pengalihan pembicaraan. 

"Apakah kasus ini sudah dilaporkan ke polisi?" Tanya Diki 

"Sudah tuan ,saya juga baru dari sana. Tuan dan nyonya tenang saja,saya pastikan orang itu tertangkap sebelum dua puluh empat jam." Jawab Richard dengan keyakinannya. 

"Baguslah kalau begitu,lebih cepat tertangkap orang itu lebih baik. Agar kita semua tenang. Saya ucapkan terima kasih tuan Richard karena sudah membantu kami." 

"Ini sudah kewajiban saya tuan untuk melindungi keluarga saya." 

Sandra mendengar ucapan Richard merasa sangat jengah,ia berlalu dan masuk ke kamar rawat untuk menemani suaminya tanpa menghiraukan semua orang yang berada di luar. Merry yang melihat Sandra masuk ke dalam pun,akhirnya menyusul menantunya itu. Ia juga ingin melihat keadaan putra semata wayangnya. Richard yang melihat raut wajah tidak sukanya Sandra terhadap diri nya pun sangat paham,karena bisa dibilang pertemuan mereka ini terlalu mendadak. 

Kini Sandra sedang duduk di sofa bersama mamah mertuanya. Merry memeluk Sandra yang masih menangis jika mengingat kejadian saat Aaram tertabrak. 

"Nak,apakah kamu sudah makan?" Tanya Merry dan di dijawab anggukan oleh Sandra. 

"Sudah mah" jawab Sandra tersenyum 

Richard sudah pergi dari rumah sakit  setelah menceritakan semua kasus tabrak lari ini kepada Diki,setelah berbincang cukup lama tadi di kantin rumah sakit. Akhirnya Richard pun pamit,pada Diki dan juga ibunya. Sebelum pamit ia menitipkan sebuah tas yang berisikan beberapa pakaian untuk Sandra dan sebuah paper bag yang berisi makanan ringan,Richard juga berpesan agar tidak ada yang memberitahukan kalau pakaian itu pemberiannya. 

(Di tempat lain) 

Praaang…. 

"Aaarrrrggg…. Bodoh kenapa jadi dia yang tertabrak sih? Aaarrrgggghhhh…. Dasar pria bodoh." Teriak orang yang sudah menabrak Aaram,lalu ia mengambil ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidurnya,lalu ia menghubungi seseorang.

"Halo,segera kamu hancurkan mobil itu. Jangan sampai ada seseorang yang mengetahuinya. Ingat kamu juga harus menghapus CCTV di jalan itu,jangan sampai ada yang terlewatkan." 

Setelah memerintahkan salah satu pesuruhnya orang itu langsung meninggalkan kamarnya. 

(Di mansion Richard) 

"Bagaimana hasilnya Justin?" Tanya Richard yang sedang berdiri di depan jendela ruang kerjanya dan menatap ke  luar jendela. 

"Ketemu,tuan. Kita sudah mendapatkan hasilnya,orang itu menyuruh salah satu pesuruhnya untuk melenyapkan barang buktinya." Jawab Justin 

"Pastikan agar pesuruhnya tidak menghilangkan barang bukti itu. Kita akan menyeret orang itu ke dalam penjara untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya itu." Richard terlihat sangat geram,ingin rasanya ia sendirilah yang menyeretnya orang itu. 

"Baik tuan,saya akan memastikannya." Balas Justin patuh atas perintah atasannya itu. 

"Lalu bagaimana dengan kondisi rumah sakit?" 

"Saya sudah menaruh beberapa anak buah kita untuk berjaga-jaga di sana." 

"Baguslah,pastikan ibu dan adikku aman disana dan jangan lupa agar pihak rumah sakit memberikan fasilitas yang baik untuk Aaram dan Sandra selama mereka di rumah sakit." 

"Siap tuan" 

Richard berbalik dan berjalan menuju sofa yang disana sudah ada Justin sejak awal mereka berbincang. Richard mendudukkan dirinya dan menyandarkan kepalanya di sofa. Justin tahu apa yang sedang dirasakan oleh atasan sekaligus sahabatnya ini. Dia sudah mengenal Richard sejak mereka  masih anak-anak.

Helaan nafas kasar terdengar dari bibir Richard, beberapa hari ini ia benar-benar merasa sangat lelah. Richard memejamkan matanya sejenak. 

"Tuan apa anda memerlukan sesuatu agar tubuh anda lebih rileks?" Tanya Justin

"Kita sedang berdua Justin,dari tadi terus saja panggil gue tuan… tuan… tuan… Huuufff." Ucap Richard yang kesal dengan sahabatnya itu. 

Justin terkekeh "sorry bro,mungkin karena sudah terbiasa jadi selalu kebawa suasana,hahaha." Jawab Justin sambil tertawa. 

"Cih,ngeles terus lo udah kaya bajaj." Richard melempar bantal sofa ke arah Justin dan dengan sigap Justin menangkap bantal itu. 

Richard kembali terlihat sangat murung,pikirannya saat ini sedang berada pada Sandra. 

"Justin" panggil Richard dengan suara pelan

Justin mendongak dan menatap lekat ke arah Richard "ya,ada apa?" Tanya Justin. 

"Bagaimana kalau Sandra tidak bisa memaafkan mommy dan Daddy juga gue?" Pertanyaan Richard begitu membuat Justin ikut merasakan kesedihan itu.