Kapal ferri sudah menyandarkan badannya di pelabuhan, bus serta kendaraan lain sudah berbondong-bondong untuk segera keluar dari kendaraan besar itu berharap sudah bisa menapaki tanah karena hampir 3 jam terombang-ambing di lautan.
Nao masih terus saja melamun memikirkan hal yang bukan merupakan kesalahannya, Eren yang melihatnya seperti itu hanya bisa terdiam dan sesekali menghela nafas.
Terdengar suara telepon berbunyi dari ponsel Nao, kali ini bukan sang Ibu yang menelponnya melainkan sang ayah. Manusia yang selalu Nao idamkan untuk menghubunginya terlebih dahulu dari karena dari sekian banyak perjumpaan dengan ayahnya itu pasti selalu Nao yang mendahului.
Nao melihat notifikasi telepon terlihat nama ayahnya tetapi tidak langsung ia angkat malah ia singkirkan ponselnya dari hadapannya.
Eren melihat dan menyadari perlakuan Nao, tetapi dirinya juga tidak bisa menghakimi Nao yang bersikap acuh dengan sang Ayah.