Dengan punggung tangannya, Reno mengusap air mata yang keluar dari pelupuk matanya. Kalau sudah berurusan dengan Sigit, dirinya pasti sangat lemah, seperti sekarang ini. Sekuat apapun Reno menahan tangisnya, ujung-ujungnya pertahanan itu pasti akan hancur juga.
Ekor mata Icha melihat Reno yang sedang menyeka air matanya, membuat Icha langsung menoleh ke sahabatnya itu. "Ren?" panggil Icha.
"Gue nggak papa, jalan aja terus" sahut Reno.
Icha mengangguk, lalu mereka terus berjalan menuju ke gerbang sekolah. Beberapa meter lagi menuju gerbang sekolah, tiba-tiba saja langkah Icha terhenti ketika melihat seorang pria yang sangat-sangat tampan sedang berdiri sambil melihat dan tersenyum ke arahnya.
"Gue lagi mimpi?!" batin Icha, sesekali ia menampar pipinya sendiri. Tapi ia merasakan sakit karena tamparan itu, yang berarti ia tidak sedang bermimpi.
Pria tampan itu berjalan menuju ke arahnya dengan penuh senyum, membuat hati Icha berdebar-debar tidak karuan. Tak lama Icha membuka mulutnya tidak percaya, karena pria tampan itu memeluk Reno. Wajah penuh senyumnya pun sirna, sudah berubah menjadi wajah penuh kekhawatiran.
"Ren, kenapa? Kok nangis?" heran Arsyad ketika melihat air mata Reno sudah membasahi pipinya.
Remaja itu buru-buru menggeleng, ia tidak mau Arsyad tau alasan dirinya menangis. Tangan Reno menarik tangan Arsyad kuat, bermaksud untuk segera pulang dari sekolah. "Ayo Bang kita pulang" pinta Reno dengan suara seraknya.
Namun Arsyad masih terdiam, ia masih heran kenapa Reno bisa menangis. Kemudian matanya melihat sekitar, dan berhenti ketika melihat Icha. Arsyad melihat Icha dengan tatapan tajamnya.
"Kamu apain Reno?" tanya Arsyad dengan nada menekan.
Mendengar suara Arsyad yang berat dan menekan, membuat bulu kuduk Icha merinding seketika saja. Wajah tampan yang dari pria itu seperti sirna dan berubah menjadi wajah garang yang menyeramkan. Tentu sikap Arsyad membuat Icha bingung harus bagaimana.
"A-aku nggak apa-apain Reno kok Om, hehe..." jawab Icha dengan gugup.
Jawaban Icha tentu tidak langsung dipercaya oleh Arsyad. Pria gagah itu perlahan mulai berjalan ke arah Icha, membuat Icha tiba-tiba saja sedikit takut karena tatapan Arsyad yang begitu tajam.
Tapi tangan Reno langsung menahan pergelangan tangan Arsyad ketika ia sudah jalan beberapa langkah, membuat Arsyad memberhentikan langkahnya pada saat yang bersamaan. "Itu Icha, dia sahabat aku. Dari dulu Icha nggak pernah bikin aku nangis, dan aku yakin sampai kapanpun akan begitu" jelas Reno. "Abang ayo pulang, udah sore" pintanya lagi.
Mendengar perkataan Reno, tentu Arsyad langsung percaya. Ia melihat Icha dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu berkontak mata dengan Icha selama beberapa detik. Dirasa Icha memang tidak mungkin menyakiti Reno, akhirnya Arsyad berbalik badan menuruti Reno yang sudah menarik-narik tangannya.
"Ren, tunggu!!!"
Baru saja Arsyad ingin melangkah, tiba-tiba saja ia mendengar suara keras yang memanggil Reno dari arah belakang. Arsyad sontak menengok ke sumber suara untuk melihat siapa yang memanggil. sementara Reno menelan ludahnya, karena ia tau suara itu adalah suara guru olahraganya.
Suara Sigit semakin dekat, membuat Reno semakin menarik tangan Arsyad dengan kuat. "Abang ayo pulang!" pinta Reno sedikit berteriak.
Namun sayang, ketika Reno berbalik badan, guru olahraganya sudah berada di depannya. Arsyad dan Sigit sontak saja melihat satu sama lain, memperhatikan dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Ren, apa maksudnya kamu bilang begitu sama saya?" tanya Sigit tanpa menghiraukan keberadaan Arsyad.
Ketika Sigit mulai berbicara, tentu Reno semakin panik. Ia takut sekali kalau Sigit membongkar jadi dirinya secara tidak langsung, yang mungkin bisa membuat Arsyad menjauhi Reno ketika sudah mengetahui kebenarannya.
Meski Reno sudah menarik tangan Arsyad sekuat mungkin, namun Arsyad tidak menghiraukannya. Ia lebih penasaran dengan apa yang terjadi kepada adiknya, penasaran dengan alasan mengapa Reno sampai menangis.
"Kamu yang bikin Reno nangis?" tanya Arsyad dengan nada yang tidak suka.
Sigit menaikkan sebelah alisnya, menatap bingung dengan orang yang dipanggil 'abang' oleh Reno. "Kamu siapanya Reno?" tanya Sigit balik dengan nada yang persis seperti Arsyad, nada yang menunjukkan ketidaksukaan.
"Saya kakaknya Reno. Kamu siapanya Reno? Kenapa Reno sampai ketakutan liat kamu?"
Mendengar nada bicara dari keduanya, membuat Reno semakin panik sekaligus kebingungan. Icha juga sama paniknya dengan Reno. Meski ia baru melihat Arsyad untuk pertama kali, namun Icha tidak mungkin membiarkan Sigit sampai merusak hubungan Reno dengan Arsyad.
"Saya pacarnya-" ucap Sigit terputus.
"ABANG AYO PULANG!!!" teriak Reno sangat keras, sampai Arsyad dan Sigit sedikit tersentak kaget. Ia menarik tangan Arsyad lebih kuat kali ini, sampai akhirnya Arsyad perlahan menuruti keinginan Reno dan mulai melangkahkan kakinya.
Sekilas Reno melirik ke Sigit, yang secara tidak sengaja membuat mereka berkontak mata. Tatapan teduh dari guru olahraganya itu sukses membuat air mata Reno mengalir lagi dengan sendirinya, namun ia langsung mengusap air mata itu dengan cepat.
Di depan gerbang, Arsyad naik ke motornya diikuti oleh Reno. Setelah memakai helm, motor itu melaju meninggalkan sekolah ini.
Melihat sahabat dengan pria tampan bak pangeran itu sudah pergi dari sekolah, membuat Icha bernapas lega. Lalu sontak saja Icha menengok ke Sigit yang masih terdiam melihat Reno pergi bersama pria lain.
Kesal karena perbuatan Sigit, akhirnya Icha memberanikan diri untuk mendekati gurunya itu. Ia ingin sekali memaki-maki pria tidak tau diri itu karena sudah membuat sahabatnya menangis dan sakit hati.
"Pak Sigit nggak usah deket-deket Reno lagi, jangan berani-berani bikin sahabat aku nangis lagi. Reno cuma mau move on dari laki-laki brengsek kayak Pak Sigit" kesal Icha tanpa takut sedikitpun.
Perkataan Icha tentu membuat Sigit bingung sekaligus kesal karena disebut pria brengsek. "Kamu bilang apa?!" tanya Sigit dengan nada menekan, rahangnya pun mengeras.
"Laki-laki brengsek" sahut Icha menekan sambil mendongakkan kepalanya. "Perlu aku ulang lagi?!" lanjutnya.
Tangan Sigit sudah mengepal keras, ingin sekali rasanya memukul perempuan yang ada di hadapannya ini. Namun Sigit menahan emosinya, ia juga tidak mungkin berkelahi dengan muridnya, apalagi murid perempuan. Belum lagi ini ada di sekolah, yang pasti bisa berdampak buruk bagi Sigit sendiri.
Icha pun sudah mengepalkan tangannya, ia juga ingin memukul Sigit karena kesal. Meski ia tau kalau dirinya tidak mungkin menang, setidaknya Icha ingin memukul pria yang ada di hadapannya ini agar dirinya puas.
"Kalau nggak cinta sama Reno, nggak usah sok-sok bilang cinta. Jangan mentang-mentang Pak Sigit ganteng dan dikagumin sama Reno, Pak Sigit jadi seenak jidat bisa mainin perasaan Reno yang penyuka sesama jenis" tegas Icha. "Jauhin Reno, atau aku aduin ke om dan abangnya Reno biar Pak Sigit digebukin sampe mampus." Setelah berkata seperti itu, Icha berbalik dan meninggalkan Sigit seorang diri.
Julukan cewek bar-bar yang melekat pada Icha tentu bukan hanya julukan semata, karena pada kenyataannya Icha memang cewek bar-bar yang asal ceplas-ceplos tanpa peduli perasaan orang yang sedang ia ceplas-ceplos. Kalau ia tidak suka, ia pasti akan bilang tidak suka pada saat itu juga. Ia tidak pusing perkara lawan bicara yang sakit hati, yang jelas ia sudah jujur akan isi hatinya.
Bahkan sampai Sigit yang memiliki julukan guru killer di sekolah pun sampai kena oceh dari Icha. Entah dirinya yang berani atau kelewat nekat.
Yang jelas Icha melakukan itu bukan karena ia ingin disegani oleh orang lain, ia hanya ingin jujur tentang perasaannya. Seperti sekarang ini.
Icha berani dan terkesan kurang ajar kepada Sigit hanya karena ia ingin membela Reno, ia tidak mau melihat sahabatnya menangis lagi. Icha memang pernah cinta kepada Reno, namun itu dulu. Sekarang ia hanya ingin mempertahankan persahabatannya dengan Reno.
~ ~ ~
Sesampainya di rumah, Reno terdiam dan hanya menangis di sofa ruang TV. Ia tidak tau harus menjelaskan apa, karena ia yakin sekali kalau Arsyad mendengar perkataan Sigit yang bilang kalau Sigit adalah pacarnya.
Padahal Reno baru saja tinggal satu hari bersama Arsyad dan Bayu, ingin sekali ia tinggal terus-menerus bersama dengan mereka dan juga Danu. Namun rasanya semua itu hanyalah angan-angan belaka, karena ia yakin Arsyad akan menjauhi dirinya setelah mengetahui penyimpangan seksualnya. Begitupun dengan Bayu dan juga Danu, pikirnya.
Semenjak tadi, Reno tidak berani menaikkan kepalanya dan menatap Arsyad. Ia hanya tertunduk dan menangis dalam diam, hanya tangannya yang bergerak untuk mengusap air matanya yang terus mengalir keluar.
Arsyad sedang bersandar di sofa yang sama, keningnya berkerut karena ia sedang pusing memikirkan sesuatu. Perkataan Sigit tadi benar-benar mengganggunya, ia antara percaya dan tidak percaya dengan perkataan itu.
Terlebih Reno adalah anak laki-laki yang sangat tampan, pasti banyak sekali perempuan yang suka kepadanya. Gerak-gerik Reno juga tidak ada yang mencurigakan, semuanya biasa saja dan ia sama seperti laki-laki pada umumnya.
Meski Arsyad terus berusaha untuk berpikir positif, namun tetap saja ia teringat dengan kata-kata Sigit yang bilang kalau ia adalah pacarnya Reno.
Arsyad melirik Reno sekilas, bingung antara ingin bertanya atau tidak tentang perkataan itu. Ada rasa tidak enak juga, namun ia benar-benar penasaran.
Perlahan Arsyad mendekatkan dirinya kepada Reno, mengusap lembut kepala Reno dan berusaha menenangkannya. "Ren, udah jangan nangis terus" ucap Arsyad lembut. Namun tentu saja Reno tidak langsung berhenti menangis, karena Arsyad masih bisa mendengar suara sesegukan Reno.
Menarik napas lalu menghembuskannya kembali, akhirnya Arsyad secara sadar menarik dagu Reno hingga ia dan remaja itu saling berkontak mata. "Apa yang dibilang sama orang tadi itu bener Ren? Apa kamu beneran pacarnya dia?" tanya Arsyad langsung meski sedikit ragu.
Pertanyaan itu membuat tangisan Reno kembali pecah, ia menyingkirkan tangan Arsyad yang memegang dagunya. Ingin sekali ia menghilang dari muka bumi ini, perasaanya benar-benar takut sekaligus malu.
"Tolong jawab ya Ren?" ucap Arsyad dengan nada yang masih lembut.
Dengan punggung tangan, Reno mengusap air matanya. Ia duduk sedikit menjauh dari Arsyad, berpikir sejenak untuk mengaku atau tidak. Akhirnya, Reno menganggukkan kepalanya, meski ia tau itu adalah keputusan yang sangat-sangat salah.
Terdengar suara helaan napas dari Arsyad setelah Reno mengangguk, helaan napas berat yang mengartikan Arsyad tidak percaya. Tentu dirinya terkejut juga setelah mengetahui pengakuan dari Reno.
Arsyad hanya tidak percaya, laki-laki tampan yang ia anggap sebagai adiknya ini ternyata adalah penyuka sesama jenis. Sebenarnya Arsyad lebih terkejut lagi karena Reno sudah berpacaran dengan laki-laki juga, terlebih laki-laki itu mungkin seumuran dengannya yang tentu perbedaan umurnya jauh dari Reno.
"Apa Bayu sama Danu tau soal ini Ren?" tanya Arsyad memastikan.
Reno menggelengkan kepalanya.
"Terus siapa aja yang tau soal ini?" tanya Arsyad.
"Cu-cuma Icha sama Pak Sigit aja yang tau..." jawab Reno pelan.
Sigit, akhirnya Arsyad tau nama laki-laki itu. Ia memijat kembali keningnya itu, kepalanya seketika saja terasa pusing memikirkan soal Reno.
Beberapa menit kemudian, tidak ada yang membuka suara di antara mereka berdua. Suasana sangat hening dan hanya terdengat suara sesegukan dan juga Reno yang menarik ingusnya.
Merasakan tidak nyaman dengan suasana seperti ini, membuat Reno berpikir berlebihan. Ia yakin sekali, kalau sekarang Arsyad sudah jijik dan tidak mau dekat dengannya lagi. Tak lama Reno berdiri dari duduknya, ia berjalan melewati Arsyad yang duduk di sebelahnya.
"Lho Ren? Mau ke mana?" bingung Arsyad ketika Reno melewati dirinya.
"Mau pulang" jawab Reno pelan.
Sontak saja Arsyad langsung berdiri mendengar jawaban dari Reno. Segera ia mengejar Reno yang berjalan terus, lalu memegang lengan Reno dan menahannya. "Pulang ke mana Ren? Kan rumah kamu di sini..." sahut Arsyad.
Secara perlahan, Reno menyingkirkan tangan Arsyad yang memegang lengannya. Ia menatap Arsyad dengan matanya yang berair. Melihat wajah tampan yang tidak akan mungkin ia lihat lagi, membuat Reno menjadi semakin sedih.
"Apa Abang mau serumah sama aku yang kayak gini? Aku yakin Abang jijik sama aku yang begini. Aku yakin Abang nggak mau deke-"
Ucapan Reno terhenti, jantungnya terasa mau copot dengan apa yang terjadi. Karena secara tiba-tiba, Arsyad menarik Reno ke dalam pelukannya yang hangat. Sesekali Arsyad mengecup pucuk kepala Reno dan mengusap punggungnya lembut.
"Abang emang kaget saat tau kamu begitu, tapi Abang nggak mungkin jauhin kamu Ren. Abang baru kesampaian dapet adik laki-laki, masa baru satu hari Abang harus kehilangan adik laki-laki Abang?" ucap Arsyad pelan. "Tolong jangan ke mana-mana ya Ren, di sini aja. Abang sayang kamu."
Semua yang diucapkan Arsyad tentu tulus, bahkan Reno bisa merasakan ketulusan itu hanya dari nada bicaranya. Kemudian tangisan Reno kembali pecah, ketika ia tau Arsyad benar-benar menyayanginya.
Reno tentu senang sekali mengetahui itu, namun ia tentu merasa sedih juga. Mungkin sekarang ia menyayangi Arsyad sebagai abang atau kakak, namun ia belum tau bagaimana kedepannya jika Arsyad terus menyayanginya seperti ini.
Ia hanya berharap perasaan kagum akan sesama jenis ini tidak pernah hadir, karena ia yakin semua kekaguman itu akan berubah menjadi cinta seiring dengan berjalannya waktu.
* * *