Chereads / Perjalanan Rindu / Chapter 19 - BAB19

Chapter 19 - BAB19

Menunggu motor selesai diperbaiki, Faris sempat diajak keliling-keliling Kota Singgalang oleh Kyai Buyung. Termasuk melihat kantor travel umroh dan hajinya. Juga melihat-lihat suasana kampus UNILA, tempat Husna akan merampungkan kuliahnya.

Tepat jam tiga, motor tua itu telah selesai diperbaiki. Faris mencoba mengetesnya, meskipun tukang bengkel mengatakan jika motor itu sudah dites setengah jam keliling sekitar tanpa ada masalah. Tanpa canggung Faris mengendarai motor itu. Ia tersenyum, tarikan motor tua itu mantap bertenaga, lebih baik dari motor dinasnya.

Akhirnya pukul setengah empat sore Faris pamit. Ia yakin akan pulang ke Pondok kampungnya mengendarai motor tua itu. Meski tua, ia tahu motor itu bisa diandalkan, karena semua onderdil yang telah rusak sudah diganti. Bahkan ban depan dan belakang juga diganti baru. Ia akan menempuh perjalananan kira-kira 220 km melewati Kota Metro, Gunung tigo, Lubuk Alung, Kota Sicincin, Sumberjaya, hingga sampai di Singgalang, ibu kota kecamatan kampung halamannya. Jika sudah sampai Singgalang, tinggal ke barat ke tempat kelahirannya. Ia memperkirakan lima jam sampai ke pondok dengan satu kali istirahat makan di Kota Sicincin. Motor itu terlihat tangguh, jadi pasti mampu menemaninya menempuh perjalanan panjang itu.

"Kau yakin tidak pulang besok pagi saja? Kau akan kemalaman di jalan. Yakin kamu berani?"

"Bismillah, Pak Kyai mohon doanya."

"Jangan lupa banyak-banyak baca ayat kursi dan shalawat di sepanjang perjalanan!" ,

"Iya, Pak Kyai."

Temaram senja telah hilang. Faris mengendarai motornya menembus cuaca yang teramat dingin. Bukit Surungan telah ia tinggalkan di belakang. Kini ia menapaki ruas Jalan Lintas menuju kamung halamannya yang tanpa penerangan. Ingin rasanya ia ngebut sekencang-kencangnya agar segera sampai di kampung halaman itu. Tetapi badan punya hak dan hajat yang harus dijaga dan ditunaikan. Ia merasa perlu rehat sejenak melemaskan badan.

Dalam keremangan, Faris melihat agak jauh di depan jalanan tampak terang. Itu tanda daerah perkampungan. Ia lalu mengurangi laju kendaraannya. Beberapa saat kemudian ia belok kiri dan memarkir motornya di halaman Masjid Baiturrahman. Di halaman masjid itu tampak sebuah mobil putih sendirian, tak ada mobil atau kendaraan lain. Suasana masjid terlihat sepi. Seperti tidak ada orang. Namun kemudian ia melihat ada sepasang sepatu perempuan. Ketika ia naik ke serambi, seorang perempuan muda berjilbab keabu-abuan muncul dari dalam. Ia mengangguk ramah pada perempuan itu dan memberi salam. Perempuan itu balas mengangguk dan menjawab salam.

Usai shalat ia rebahan di serambi. Dari posisinya, Faris bisa melihat bahwa mobil itu masih terparkir di halaman, dan perempuan muda itu sedang melihat kondisi ban mobil. Gadis itu tampak bingung. Faris turun dari serambi dan mendekati gadis itu.

"Maaf, ada yang bisa saya bantu?" sapanya ramah.

"Oh, ini Bang, ban mobil saya bagian depannya kempes. Belum habis semua sih, tapi buat jalan tidak nyaman. Sepanjang jalan tadi terasa megol-megol. Saya mau ganti ban tapi tidak bisa masangnya."

"Boleh saya bantu?"

"Boleh, kalau tidak merepotkan Abang."

"Tidak repot kok. Ganti ban mobil itu cuma sebentar saja kok. Sama sekali tidak merepotkan."

Gadis itu lalu membuka bagasi menunjukkan dongkrak, peralatan mobil, dan letak ban cadangan. Dengan sigap Faris mendongrak bagian depan mobil itu, dekat posisi ban yang mau digantikan. Ia lalu mencopot ban dan menggantinya dengan ban cadangan. Sesaat kemudian mobil itu sudah siap untuk jalan. "Kalau boleh tahu, Mbak ini dari mana dan mau ke mana?

kok malam malam bawa mobil sendirian?"

"Saya dari Pondok, mau ke Kota Singgalang."

"Masya Allah. Sendirian?"

"Iya."

"Malam-malam begini?"

"Terpaksa. Maunya sih jalan tadi siang, tapi tadi ada beberapa urusan sampai sore. Ya, terpaksa menerabas malam."

"Kenapa tidak menunggu besok pagi saja berangkatnya? Bukan apa-apa, perjalanan malam itu agak rawan."

"Masalahnya besok bada shubuh saya punya kajian rutin dan saya panitianya."

"Jam berapa sekarang?"

"Hampir setengah sembilan."

"Depan sana nanti perkebunan panjang, lalu ada hutan, ada banyak tempat-tempat sepi dan rawan. Mbak, boleh saya: kasih saran?"

"Apa itu, Bang?"

"Anda sebaiknya melanjutkan jalan besok pagi saja. Benar rawan. Ya, kita semua sudah pasti ingin selamat. Dan kita sangat mengimani Allah yang Maha Menentukan. Tetapi waspada itu penting. Masalahnya, Mbak sendirian dan bawa mobil mewah lagi. Soal kajian itu kan ada panitia lain. Sekali lagi maaf, saya sama sekali tidak berniat menakut-nakuti. Ini hanya saran. Sebab saya juga punya adik perempuan, dan saya akan memberi saran yang sama pada adik perempuan saya agar ia selamat dan aman. Akal sehat dan kewaspadaan itu sangat penting!"

Gadis itu merenungkannya sejenak.

"Terus saya bermalam di mana?"

"Nginap di rumah warga kampung sini saja. Temui tetua kampung dan minta solusi. Mereka semua baik-baik. Besok pagi usai salat Shubuh atau usai sarapan pagi, Mbak bisa lanjutkan perjalanan, Itu jauh lebih aman. Maaf ya kalau saya banyak bicara. Saya pamit, saya mau lanjut perjalanan juga. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Faris pun memakai helmnya, menyalakan motornya, lalu pelan-pelan menuju jalan raya. Ia masih sempat mengangguk pada gadis itu sebelum tancap gas ke arah kampung halamannya. Gadis itu menggangguk seraya memandangi pemuda itu mengendarai motornya hingga hilang dari pandangan. Tiba-tiba ia merasa pernah akrab dengan motor seperti itu. Ia coba mengingat-ingat, di mana ya melihat motor itu? Ia mengecek ponselnya dan melihat hasil jepretannya. Tadi, selama pemuda itu mengganti ban mobilnya, diam-diam ia memotret motor dan sosok pemuda itu dari samping. Ia lihat dengan saksama motor itu. Platnya BM. Plat Pekan Baru Riau. Ia lalu terhenyak, ia pernah lihat motor persis seperti itu dengan plat BM. Di mana?

Ia mengingat-ingatnya lagi.

Ia pun kaget ketika menemukan ingatannya. Ah, di garasi Kyai Buyung! Beberapa kali ia mengadakan rapat di sana dengan istri Kyai Buyung ketika aula pesantren sedang digunakan. Dan motor itu teronggok di pojokan. Ya, motor tua persis seperti yang dipakas pemuda itu. Tapi masak motor itu kini dibawa orang sampai sejauh ini? Apakah motor itu dicuri orang? Kecil kemungkinan. Ah, ia terlalu mudah merangkai-sangkai keadaan. Motor seperti itu di Indonesia kan sangat banyak. Dan yang platnya Pekan Baru Riau juga banyak. Bisa saja sampai di daerah itu.

Kini ia memikirkan kata-kata pemuda itu. Tampaknya saran itu terdengar tulus dan masuk akal. Ia sering mendengar adanya kawanan bajing loncat, kawanan begal di jalan malam-malam. Para penjahat itu ada yang bersenjata tajam, ada yang memakai senjata api rakitan, bahkan senjata api betulan. Polisi bahkan bisa melakukan aksi baku-tembak dengan mereka. Kalau dia...