BAB 16
Handphone di dalam tas Kezira bergetar, ia merogohnya. Setelah melihat nama di layar handphonennya Kezira langsung mematikannya tanpa mengirimkan pesan pada sang penelepon.
Tidak lama, taxsi yang di tumpangi oleh Kezira sampai di tempat tujuan. Bukan rumah Naya, melainkan tempat pemakan.
Sebelumnya, Kezira sudah membeli sebuket bunga mawar putih sebagai hadiah untuk seseorang. "Hallo," ucapan tersebut keluar dari mulut Kezira dengan senyuman. Memang sedikit aneh.
"Bagaimana suasana disana? Baik-baik saja bukan? "
"Lain denganku, Kak. "
Elusan tangan Kezira di batu nisan tersebut membuat hatinya semakin getir. Air mata perlahan metes membasahi pipi.
"Kak, dulu seharusnya aku yang harus mati, tapi kakak nolong aku.. " itu kalimat yang terus menerus Kezira katakan setiap ia mengunjungi makam di depannya.
"Kak, maafin Kezira.." cewek yang biasanya sangar itu malah menangis sesenggukan di makam seseorang yang bahkan dulu tidak ia tau namanya. Dan sekarang dia tau, lewat tulisan di batu nisan.
Mungkin bisa di bilang, bahwa orang tersebut adalah cinta pertama Kezia, teman Kezira, bahkan lebih dari itu.
"Kak, aku selalu berdoa agar kakak selalu berada di dekat sang pencipta. Kakak orang baik," itu kalimat terakhir Kezira sebelum ia benar-benar pergi dari sana sambil menyeka air matanya.
***
Kezira sudah sampai di depan rumah, terpantau dari kejauhan bahwa Naya sedang berdiri sambil berkacak pinggang menyuruh Kezira mempercepat jalannya.
"Dari mana kamu? " tanya Naya dengan serius.
Tapi Kezira malah menyelonong pergi, tidak menggubris pertanyaan Naya. "Kenapa kamu pukul Gerld?"
"Memangnya dosa pukul dia? "
"Apa sih yang ada di pikiran kamu, huh? "
"Rokok sama alkohol," jawab Kezira datar.
"Kez, dengerin. Kamu jangan selalu ketergantuan sama alkohol ataupun rokok. Enggak baik buat tubuh kamu! Lagian emang baik ya kalau gadis pulangnya pagi? Kemana kamu semalam? "
"Hotel. "
"APA!? " kaget Naya.
"Kamu main sama siapa? "
"Ih, terserah gue mau main sama siapa aja! "
"Enggak macem-macemkan? "
"Lo kira gue cewek apaan? " tanya Kezira nyolot. Walaupun kelakuan nakal tapi otak jangan bego.
"Hah... Tante tenang," ujar Naya menghembuskan nafas leganya.
"Tapi tetap, kamu harus minta maaf sama adik kamu."
"Adik? " tanya Kezira di barengi dengan tawa nyeleneh.
"Bukankah dia hanya boneka? "
"KEZIRA! "
Mendengar teriakan dari Naya, sosok yang menjadi beban bagi Kezira datang menghampirinya. "Kak," panggilan Gerld membuat Kezira membolakan mata.
"Mau lebih dari itu, huh? " Kezira melihat pelilis Gerld yang terbalut balut oleh perban.
"Lebay, cuman gitu aja ngadu. Kalau lo anak manja, jangan panggil gue kakak lo, " ancam Kezira, padahal dia juga tidak sudi melihat wajah orang yang membuat dia menderita.
"Lagian lo juga bukan adik gue," sambungnya sambil pergi sebelum memanas.
"KEZIRA! " lagi-lagi Naya di buat gondok oleh kelakuan Kezira. Keponakannya itu hanya bisa marah-marah, dan pulang seenaknya.
"Yang sabar ya, Gerld. "
"Iya, Tante. "
***
Sudah dua minggu Amazon tidak masuk kelas, bahkan seluruh tugasnya hanya di kirimkan ke rumah saja. Yang menjadi keanehan adalah hal ini selalu terjadi, bukan hanya sekali saja. Lain dengan Kezira yang merasa senang karena tidak ada orang yang menganggunya. Rasanya tenang sekali. Seperti sekarang, Kezira tengah tertidur lelap di bangku tanpa menggubris pelajaran di depan.
"Liat anak itu, " terdengar seseorang tengah membicarakan Kezira dari meja depan.
"Emang guru enggak bisa negur dia, ya? "
Kezira masih mendengarnya dengan jelas.
"Karena dia monster," jawab temannya. Entahlah Kezira tidak peduli mau di sebut sebagai apapun.
Seketika terdengar bel istirahat, pelajaran di akhiri oleh seorang guru wanita di depan yang mereka panggil Bu Gina. "Baik anak-anak, pelajaran ibu akhiri sampai sekarang. Untuk tugasnya kalian kerjakan pilihan ganda dan esay dari halaman lima puluh enam sampai tujuh puluh delapan. "
"Yah, Bu. Banyak banget.. " keluh Gerin dengan wajah letihnya.
"Mau ibu tambah? "
"Enggak, Bu. Jangan! " tolak Gerin dengan cengengesan.
"Nah, kalau gitu kerjakan. Kasih tau Amazon juga, ya. Selamat siang. "
"Baik, Bu.. " jawab mereka serempak.
Kembali lagi pada Kezira yang masih terlelap, padahal dari tadi telinganya mendengar dengan jelas. Ia bangkit sambil mengacak-acakkan rambutnya, semua orang tercengang.
"Dia aneh, cewek lain pengen rambutnya cantik. Ini malah di acak-acak," ujar Gerin, Ando pun langsung menyahut.
"Mungkin itu yang membuat Amazon terpanah. Tapi gue juga masih bingung, " dahi keduanya saling mengkerut.
"Eh, emang si Amazon kemana lagi. Ini udah hampir dua minggu lebih. Kita jenguk yuk," ajak Gerin, namun Ando tidak menyetujuinya.
"Jangan, lebih baik kita tunggu dia sembuh dulu aja. "
"Terserah lo aja. Gue tau kok, lo enggak punya duitkan buat beli bawaan ke sana?" tanya Gerin dan diangguki oleh Ando.
"Idih, inget bokap lo itu pengusaha. Tapi kok anaknya melarat gini, " ledek Gerin.
"Bagus sih, jadi gue ada temennya. Yuk kita jajan, ngutang sama Bi Tuti," ajak Gerin dengan wajah tak berdosa.
"Yuk! " memang kelakuan mereka berdua itu gesrek, tidak tau malu. Tapi persahabatan mereka selalu terikat dengan sempurna. Itulah yang membuat persahabatan semakin kuat, sefrekuensi.
Sesampainya di kantin sekolah, Garin menelan ludahnya. Di depan sana hanya tersisa meja yang di tempati oleh Kezira.
"An, gimana nih? "
"Coba gue tanya sama mereka, siapa tau mereka mau geser dikit buat kita. Kalau sama Kezira mah lebih baik gue enggak makan deh! " ujar Ando menghampiri meja yang penuh satu persatu, berharap mereka bisa dapat tempat duduk walau secuil.
"Maaf, ini penuh. Tuh disana kosong deket Kezira. "
"Lo tau kan dia gimana, masa lo mau bikin gue jadi mangsanya sih? " ujar Ando menjawab orang yang ia bujuk.
"Ya, mau gimana lagi? "
Ando dan Geri sudah meminta semua orang yang berada di meja berbeda untuk memberinya tempt duduk, tapi hasilnya nihil.
"Yaudah disana aja, An. "
"Gila lo? "
"Coba aja," bujuk Gerin.
"Lo aja! "
"Lo! "
"Lo aja, An! "
"Lo aja! "
"Kita berdua, " sahut Ando mencengkran lengan Gerin.
Mereka berdua berjalan sambil mengumpulkan keberanian dan mental untuk menemui Kezira.
"Hmm.. Anu.. " giguk Gerin.
"An! "
Kezira tidak memperdulikannya, ia masih melahap makanannya tanpa menoleh pada kedua tikus berdecit di sebelahnya.
"Kez, maaf. Boleh enggak nih, emm kita duduk di sini? Hee.. Soalnya semua bangku pada penuh," ujar Ando dengan tangan meremas kuat lengan Gerin.
Kezira menoleh, lalu melihat sekeliling. Hingga suapan terakhir, Kezira bangkit dari duduknya tanpa mengatakan sepatah katapun pada mereka berdua yang mematung dengan ketakutan.
"Udah? Gitu aja? " tanya Gerin menoleh pada Ando yang sama bingungnya. Biasanya Kezira akan meminta orang itu pergi dari hadapannya.
"Mungkin suasana hatinya lagi baik kali, " ujar Gerin berpikir positif.
"Mungkin. Kalau Amazon tau pasti dia bakalan senyum sepanjang hari. Sayang banget. "
"Udah ah, buruan makan. Nanti keburu bel masuk. "
Kezira berjalan menaiki tangga menuju atap gedung sekolah. Seperti biasa ia akan merokok di sana sambil menyumpal lubang telinganya dengan musik.