Di rumah Mandala, Pradana sudah duduk di teras depan rumah. Rumah yang cukup sederhana dengan tiga kamar untuk tidur dan ruang tamu itu terkesan rapi. Dengan sedikit pekarangan rumah yang muat satu mobil jika harus parkir ke dalam.
Pradana menatap wajah Mandala tak berkedip. Di perhatikan muka gadis dihadapannya itu dengan sangat teliti. Apakah ia sanggup meninggalkan Mandala, untuk menikah dengan wanita yang di jodohkan oleh kedua orangtuanya. Mandala mulai malu - malu di perhatikan terus oleh Pradana.
" Kamu ngapain lihat aku melulu?" ucap Mandala sambil menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.
" Kamu semakin hari semakin cantik,Manda!" kata Pradana yang matanya masih menatap dengan tajam ke arah Mandala.
" Iya aku tahu aku cantik! Tapi lihat nya jangan gitu kali dong!" sahut Mandala malu.
" Sebenarnya, wajah kamu itu wajah susah!" ucap Pradana sambil tersenyum.
" Hem????????" keluh Mandala sambil mengerutkan dahinya dengan mulut manyun.
" Iya! Wajah kamu susah untuk dilupakan!" ucap Pradana tersenyum puas menggoda Mandala.
" Auh ah! Kamu ini bisa saja merayu!" sahut Mandala.
" Hehehe." Pradana hanya terkekeh melihat reaksi Mandala yang mulai merah merona pipinya.
" Kamu tidak capek?" tanya Mandala yang berusaha membalas rayuan Pradana.
" Capek kenapa?" ujar Pradana.
" Kamu selalu berlari - lari dalam pikiran aku." jawab Mandala sambil tertawa geli.
Pradana dengan cepat mencubit pinggang Mandala.
" Ih jangan curang dong! Tadi aku juga gak mencubit kamu loh!" ucap Mandala.
" Kamu mulai nakal sekarang!" ujar Pradana.
" Aku nakalnya hanya dengan kamu saja, Prada!" sahut Mandala.
" Iya! Awas kalau nakal dengan cowok lain!" ancam Pradana sambil menoel hidung Mandala.
" Manda!" panggil Pradana sambil menggeser duduknya lebih dekat.
" Iya! Ada apa?" sahut Manda mulai mengamati wajah Pradana yang mulai dekat dengan wajah lembutnya.
Pradana dengan cepat menyerobot bibir mungil Manda. Mata Manda melotot dan terpaku melihat wajah Pradana.
" Kamu!" ucap Manda dan mulai terlihat rona memerah wajahnya.

Inilah rindu.
Dimana rindu yang berteriak temu. Namun waktu tak kunjung setuju. Aku diam pada kata yang tak sempat terdengar. Aku termenung memikirkan rindu yang menggunung. Dimana rindu yang selalu membakar hingga membuat ku terkapar. Aku melempar tawa pada nasib yang membuat aku tenggelam pada hampa. Kamu tahu? Rindu ini berat. Seberat kangen-kangenan kepada rindu. Tapi tahukah kamu obyek kangenku. Tiada tahu bahwa aku sedang rindu. Sejujurnya aku ingin mendekap kehadiran mu. Bukan terdekat oleh kehadiran mu.
" Manda!" panggil Pradana pelan.
" Iya!" sahut Manda lirih.
" Kita menikah yuk!" ajak Pradana dengan serius.
Manda hanya menatap ke arah Pradana. Menelanjangi wajah ganteng Pradana. Mencari keseriusan di balik ucapan nya.
" Aku sangat serius, Manda! Kamu mau kan,menikah dengan aku?" tanya Pradana.
" Pradana! Aku seorang wanita. Tentu saja aku akan merasakan kebahagiaan jika ada seorang laki-laki dan laki-laki itu sangat aku cintai mengajak menikah dengan aku." ucap Manda serius.
" Jadi kamu mau menikah dengan ku Manda?" tanya Pradana lagi.
Manda hanya mengangguk kan kepalanya pelan tanda setuju.
" Lalu, apa yang akan kamu lakukan Pradana?" tanya Manda.
" Kita kawin lari!" ucap Manda.
Manda terkejut dengan Kata - kata Pradana.
" Kenapa kawin lari?" tanya Manda berusaha menyelidik Pradana.
Pradana mulai memperlihatkan wajah sedihnya. Dia menunduk dan belum bisa menjelaskan perihal perjodohan nya.
" Karena aku, sebentar lagi akan menikah dengan orang lain. Dijodohkan oleh orangtuaku. Mau tidak mau, aku harus mengikuti kemauan mereka. Mereka sudah lama membuat kesepakatan bisnis, dan didalamnya ada perjodohan dengan kami." cerita Pradana dengan wajah sedih.
" Pradana! Kalau memang itu pilihan dan kehendak orang tua mu. Tidak salahnya jika kamu berusaha mengenal wanita itu. Siapa tahu kamu cocok dan bisa dengan cepat tertarik dengan wanita itu. Lalu muncul benih - benih cinta di antara kalian berdua." ucap Manda tanpa ada keraguan.
Pradana menatap wajah Manda. Dia tidak percaya jika Manda bisa mengeluarkan kata - kata seperti itu.
" Manda! Kamu sangat tega bicara seperti itu. Aku dari dulu sampai sekarang hanya menginginkan kamu, agar bisa menjadi istriku. Menjadi pendamping hidupku. Aku hanya menyukai dan menyayangi kamu, Manda." kata Pradana.
" Kita jalani saja sesuai rencana orang tua mu. Aku pun tidak menginginkan, kamu menderita karena memilih aku. Jalan hidup mu masih panjang. Dan kita tidak tahu kedepan nya bagaimna." ucap Manda.
" Tapi, bolehkah aku merindukan kamu, Manda? Aku masih menyayangi kamu. Bolehkah aku menjumpai kamu? Aku tidak akan sanggup menanggung kerinduan jika tidak bertemu denganmu." ucap Pradana.
" Kita lihat saja nanti, Pradana. Lambat laun pasti kamu menyukai wanita pilihan orang tua kamu." jawab Manda sambil berlalu meninggalkan Pradana.
Pradana hanya diam dan tak berusaha mengejar Manda. Hatinya penuh dengan dilema. Pikirannya kacau dengan perjodohan dari orang tuanya.