Sudah beberapa bulan berlalu. Kabar keberadaan Mandala belum juga di temukan oleh Pradana. Mandala dengan cepat nya meninggalkan jejaknya, menjauh dari kehidupan Pradana.

Dinginnya cuaca tak sedingin sikapmu. Putihnya salju tak seputih cintamu. Tingginya Cemara tak setinggi harapanmu mengejar ku. Masih bualan dan omong kosong dalam historis palsu. Disini kedua kakiku ter pasung. Tidak mampu berlari mengejar bayangan mu nan semu. Dalam sendiri sepi berselimut mimpi tak pasti. Kerinduan yang menghunus jantungku. Kesepian yang membunuh rasaku. Langkah ini melayang tak berpijak ke bumi. Ketika rasa sudah menggila karena terpenjara sosok mu. Ini salah! Tapi tetap saja aku terjang demi meraih uluran tanganmu yang menari - nari di pelupuk mata.
Kamu hanya mempermainkan ku. Dengan serangkaian kata yang membuatku ngilu. Huh! Kamu bercanda dengan waktu. Kamu bercanda dengan perasaan ku. Memupuk pohon kasih semakin subur. Yang tak mampu di pangkas oleh kebencian angkuh mu. Benalu - benalu pun sudah hinggap di pohon besar itu. Pelan - pelan membunuh kesuburan itu. Seperti halnya diriku. Mulai lunglai oleh selimut kabut yang menghitamkan kalbuku.
Di gubuk yang sangat sederhana, terlihat seorang wanita dengan tubuh sedikit gemuk. Perutnya terlihat sedikit membuncit karena mengenakan daster. Dialah Mandala yang kini tinggal di gubuk yang sangat - sangat sederhana. Rumah papan dengan beratap kan seng. Ketika hujan suara gaduh dan berisik nya bukan main.
Sudah empat bulan ini, Mandala tinggal di rumah papan ini bersama neneknya. Dia sengaja di asing kan oleh keluarganya karena kehamilannya yang tidak ada yang bertanggung jawab terhadap kehamilan nya. Sebenarnya lebih tepatnya, Mandala tidak berani bicara jujur siapa ayah dari anak yang dikandung nya. Tentu saja, karena sudah menjadi kesepakatan bahwa memutuskan hubungan diantara keduanya. Pradana menikah dengan gadis pilihan kedua orang tuanya. Pernikahan bisnis nya harus dilakukan dan berjalan sesuai rencana kedua keluarga. Agar dunia bisnis diantara kedua keluarga itu lebih maju dan berkembang pesat.
" Mandala! Ini sambel bawang yang kamu mau, sudah nenek buatkan." kata Nenek Mia yang masih berumur 65 tahun itu.
" Oh nenek, maaf jadi merepotkan nenek. Terimakasih banyak nenek." sahut Mandala dengan senyum bulan sabitnya.
" Kamu harus makan dan minum air putih yang banyak. Anak kamu juga perlu makan. Pikiran kamu harus tenang. Fokus saja dengan anak kamu, Mandala. Yang sudah terjadi tidak perlu kamu sesali. Dunia ini akan terus berjalan walaupun kita dalam kesedihan dan terjatuh. Orang - orang hanya melihat tiap kesalahan dan keburukan kita." kata Nenek Mia panjang kali lebar kali tinggi yang hasilnya rumus isi persegi panjang.
" Nenek, terimakasih banyak. Kalau tidak ada nenek di samping aku. Pasti dunia ku seraya terjatuh. Aku tidak punya tempat untuk berkeluh dan mengaduh." ujar Mandala sedih.
"Mandala! Hidup ini harus dijalani dengan penuh semangat. Apa yang sudah kita jalani harus berani kita menghadapinya. Dunia ini hanya sementara. Manusia di sekitar kita hanya bisa menilai, mencibir dari perbuatan yang sudah kita lakukan. Mereka belum mengalami apa yang sudah diperbuat. Ketika mereka merasakan sendiri, barulah mereka tidak bisa bercakap. Anak yang ada didalam perut kamu adalah titipan Nya. Kamu harus bersyukur atas pemberian itu. Kelak kalau rejekinya, anak itu akan berjumpa dengan ayah kandungnya. Mau tidak mau kamu harus jujur bercerita, siapa ayah dari anak dalam perut kamu itu." kata Nenek Ami dengan kesedihan karena keras kepala nya Mandala yang tidak jujur siapa yang sudah menghamili nya.
Usia kandungan Mandala genap empat bulan. Itu artinya bayi itu sudah memiliki ruh dan nyawa. Mandala mengusap perutnya pelan - pelan dan penuh kelembutan. Matanya yang belok mulai berkaca - kaca akan derita dan kesakitan hatinya. Betapa tidak, hanyalah Pradana yang masih dia cintai nya. Walaupun, Pradana kini sudah menikah dengan wanita pilihan kedua orang tuanya.
" Mandala! Kamu boleh bercerita sekarang. Perut kamu belum cukup besar jika menikah dengan ayah anak dalam perut kamu. Anak bayi kamu perlu ayah sebagai pengakuan." ungkap Nenek Amin.
" Tidak nek! Bolehkah aku membesarkan anak ini tanpa ayah dari bayi ini nek?" ucap Mandala dengan suara parau.
" Sampai kapan kamu keras kepala seperti ini?" kata Nenek Ami yang mulai geram.
" Aku takut nek!" sahut Mandala.
" Tidak ada salahnya, jika kamu mencoba dulu. Lain cerita jika laki - laki yang menghamili kamu tidak mengakuinya dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya." ujar Nenek Mia.
" Bayi dalam perut kamu perlu pengakuan dan status. Kamu jangan egois Mandala." tambah Nenek Mia.
Mandala menunduk. Air matanya menetes satu demi satu. Semua yang dikatakan Nenek Mia adalah suatu kebenaran. Mau tidak mau, dirinya harus menemui ayah dari bayi itu. Jika memang Pradana tidak mau menikahi nya, itu lain cerita. Jika keluarganya tidak menerima dirinya pun lain perkara. Walaupun, kenyataannya, Pradana sudah menikah dengan wanita pilihan kedua orangtuanya.