Pagi cerah dengan mentari bersinar terang. Awan putih mulai berserak mendasari kelembutan jiwa nan agung. Udara pagi yang sejuk menambah suasana tenang alam ini. Pepohonan dari banyak nya daun mulai meneteskan air embun yang hadir di fajar tadi. Alam hari ini bersahabat dengan hati yang penuh rindu. Rindu akan sebuah nama yang pernah terpatri. Segalanya ada dalam Semesta ini. Minta lah kepadanya semua yang kamu ingin. Melalui doa - doa dalam hati maupun ucapan mu. Lewat segala usaha dan tindakan langkahmu untuk memulai bertekad. Dengan segala tujuan yang kamu inginkan. Kepasrahan adalah bentuk putus asa yang berbeda tipis dengan kemalasan. Berdiam dan tidak bergerak dengan segala kemauan dan kehendak yang diinginkan. Tangan hanya menengadah ke atas. Apakah segalanya akan tiba - tiba terwujud tanpa usaha, ucapan dan jari lentik dari segala komunikasi yang sudah ada kini.

Pradana, sosok laki-laki yang terbilang pasif dalam keadaan. Tidak berusaha melawan dari segala yang sebenarnya diinginkan. Laki - laki yang masih bergantung dengan kekayaan dan berlimpahnya segala harta dan usaha- usaha milik keluarganya. Pradana tidak cukup nyali untuk melawan arus dari jalan yang sudah ada. Kini hanyalah sesal tapi tidak menjadi sesal yang panjang. Karena tekadnya sudah bulat untuk mencari Mandala. Mandala, wanita yang sudah ia renggut kesucian nya. Walaupun itu semua keinginan Mandala dengan suka rela dan ikhlas karena cintanya dengan Pradana. Demikian juga Pradana yang sesungguhnya hatinya selalu mengingat nama Mandala.
Kini keadaan sudah berbeda. Pradana sudah menikahi gadis pilihan orang tuanya. Wanita itu bernama Yasinta. Yasinta seorang wanita yang cukup memiliki Paras yang cantik. Ditambah lesung Pipit nya menambah wajah cantiknya menjadi semakin manis.
Di depan teras itu, Yasinta terdiam sambil menikmati aroma bunga Kamboja yang ada di depan rumahnya. Pandangan dan pikirannya jauh melayang terbang memikirkan hubungan dengan Pradana. Hubungan dengan suaminya yang masih sangat kaku dan dingin terhadapnya. Bukan kemauan Yasinta untuk menerima dan menyetujui pernikahan itu. Segala sesuatu nya sudah di putuskan oleh kedua belah pihak antara orang tua Pradana dengan orang tuanya. Menolak pun sudah tidak bisa. Kesepakatan sudah terjalin di atas kertas hitam di atas putih yang bermaterai dalam perjanjian pranikah.
Yasinta menarik nafas panjang. Apakah selama nya dia akan mengalami hubungan dengan suaminya itu penuh dengan kekakuan tanpa adanya kasih sayang? Yasinta adalah seorang wanita. Jika ada sedikit saja kemauan dari Pradana menerima dirinya sebagai istrinya. Mungkin pelan - pelan, Yasinta akan bisa merasakan cinta sedikit demi sedikit. Seperti halnya tanaman yang selalu di siram, lama - kelamaan akan menjadi subur dan berkembang menjadi besar. Tapi saat ini yang dirasakan Yasinta adalah seperti menghadapi bongkahan es yang dingin terhadapnya. Pradana banyak diam dan berbicara seperlunya saja. Seolah keberadaan nya di rumah itu seperti seorang musuh yang harus dijauhi. Seolah Pradana jijik jika berdekatan dengan dirinya.
" Aku akan pergi, dulu." kata Pradana yang tiba-tiba keluar dari pintu dan mulai melangkah ke garasi mobil nya untuk pergi.
Yasinta terkejut dengan kehadiran suaminya itu. Yasinta segera berdiri mengikuti Pradana dan berjalan dibelakang nya.
Tangan putih dengan jari - jari yang lentik itupun di ulurkan nya ke arah Pradana. Yasinta ingin menjabat tangan suaminya itu ketika hendak pergi ke perusahaan atau ada jadwal dengan rekan bisnisnya.
Pradana dengan terpaksa mengambil tangan itu dan menjabat tangan nya. Yasinta mencium punggung tangan Pradana pelan.
" Hati- hati di jalan mas!" kata pelan Yasinta dengan sesak dadanya yang tertahan.
" Iya! Aku hari ini hendak mencari Mandala, kekasihku dulu. Mungkin aku bisa terlambat pulangnya." cerita Pradana.
Dengan pelan Yasinta menganggukkan kepalanya. Yasinta menahan kesedihan dan berusaha menyembunyikan nya. Kenapa harus di bilang dihadapannya? Betapa teganya mengungkap segala perasaan yang terpendam itu. Lalu, dia dianggap apa bagi Pradana. Kepergian Pradana menyisakan air mata di ujung matanya Yasinta. Kembali tarikan nafas panjang dilakukan Yasinta supaya dirinya tidak berlarut dalam kesedihan dan sesaknya di tenggorokan nya.
Mungkin saja ini sudah jalan takdirnya. Jalan yang harus dilaluinya. Jalan yang belum mulus karena banyak sekali duri - duri yang membuat sakit ketika ia harus melangkah. Yasinta, wanita yang berusia masih terlalu muda 24 tahun harus merasakan getaran dan kesakitan rumah tangga nya yang terlalu rumit.