Cerita ini telah berakhir. Membekas dalam dalam ingatan kata - kata indah yang kau ucap dan tulisan. Meninggalkan jejak bayangan mu yang membekas. Merongrong jiwa penuh kerinduan. Namun tiada kuasa menerobos benteng ego dan keangkuhan mu. Dalam diam mu hadirkan rasa sesak nan pilu. Teruslah bertahan dalam berdiri menatapku diam. Teruslah menunggu dalam tepian jalan cintamu. Aku hanya terpaku karena kekecewaan ku. Penjara gengsi ku tiada mampu merusak pendirian ku. Karena aku tahu. Kamu hanya bayangan yang tiada mampu aku raih. Aku tahu kamu hanyalah sosok yang sempat membutakan mata hatiku. Karena aku di sesatkan oleh kepastian yang tak berujung. Mengharap mu itu tidaklah mungkin....Pradana.
Mandala masih terdiam di sudut kamarnya. Pradana menatap wajah wanita yang seksi dengan kulit putih mulusnya. Mandala masih dengan kesedihan nya karena Pradana akan menikah dengan wanita pilihan kedua orang tuanya. Mandala pelan - pelan melangkah mendekati Pradana. Laki - laki yang selama ini di cintai nya, di puja nya sebentar lagi akan menjauh dan akan tidak mudah lagi, di jangkau nya. Karena Pradana akan membangun mahligai rumah tangga dengan wanita yang belum begitu dikenalinya.
Mandala mengusap lembut rambut lurus milik Pradana. Kepalanya sedikit di tundukkan ketika Mandala berusaha meraih dan mengusap rambutnya itu. Prada masih terdiam tanpa ada pergerakan. Dia begitu menikmati usapan tangan Mandala yang membelai kepala nya.
" Malam ini, biarkan aku memilikimu Pradana." ucap pelan Manda.
Usapan tangannya beralih ke kedua pipi Pradana. Pradana masih menelanjangi wajah manis dan cantik milik Mandala tanpa riasan di muka nya. Hanya sedikit lipstik di bibirnya agar tidak terlihat pucat wajah ayu nya itu.
" Maksud kamu apa, Manda?" tanya Pradana sambil melingkarkan kedua tangannya ke pinggang biola Mandala.
" Apakah aku harus menjelaskan detailnya, Pradana?" ujar Mandala sambil memainkan jarinya ke bibir seksi milik Pradana.
Sentuhan jari jemari Mandala membuat Pradana semakin bergejolak. Membangkitkan gairah kejantanan tertantang.
" Aku tidak ingin meninggalkan kamu, Mandala. Aku hanya ingin hidup bersama kamu. Menikahi kamu dan kita membangun rumah tangga bersama. Dengan anak - anak kita. Ayo kita menikah!" ucap pelan Pradana sambil mendekatkan hidungnya ke hidung Mandala sehingga menyatu nafas mereka yang mulai menderu.
" Jangan lakukan itu! Kamu perlu masa depan yang gemilang di perusahaan orang tua kamu. Aku hanya butiran debu yang tidak perlu kamu pertahankan. Wanita sangat banyak di dunia ini. Kamu bisa mendapatkan satu,dua,tiga atau empat yang lebih cantik dan menarik dibanding aku. Ketika kamu kaya, sukses dan terpandang, wanita dan banyak wanita yang akan berusaha mendekati kamu." cerita konyol Mandala.
" Kamu ngomong apa Mandala? Aku hanya menginginkan kamu. Aku mencintai kamu. Dan itu tidak bisa di hapus. Jangan sepelekan rasa cinta ini, seperti permainan bisnis." ujar Pradana.
" Baiklah! Ikuti saja perintah orang tua mu, Pradana. Tetap menikahlah dengan wanita pilihan orang tua kamu." sahut Mandala.
" Lalu, bagaimana dengan kamu?" tanya Pradana.
" Aku akan pelan-pelan melupakan jejak kisah cinta kita ini. Tapi aku mohon! Jadilah milik aku malam ini. Aku rela menyerahkan semuanya untuk kamu malam ini." ucap Mandala.
" Aku... aku...aku tidak tega merusak kamu, Mandala! Bagaimana dengan calon suami kamu kelak? Ketika mempertanyakan keperawanan kamu?" ujar Pradana.
" Zaman sekarang, mana orang peduli dengan keperawanan. Mungkin hanya aku saja yang saat ini masih kolot dengan semua itu." ucap Mandala.
" Kamu sungguh - sungguh serius?" tanya Pradana.
" Iya! Aku tidak pernah seserius ini. Aku rela memberikannya padamu. Mungkin setelah itu, kamu akan melupakan aku dan cinta kamu yang besar padaku akan memudar setelah kamu melampiaskan rasa mu itu denganku malam ini." kata Mandala.
" Itu menurut kamu. Tapi kalau aku semakin tidak bisa jauh dan melupakan kamu bagaimana?" tanya Pradana.
"Itu perlu waktu Pradana! Dan wanita itu, pelan- pelan akan mengisi dan membuat kamu melupakan aku." kata Mandala sambil menyentuh bibir Pradana dengan bibirnya.
Pradana dengan cepat membalas serangan Mandala dengan bertubi-tubi. Mereka sepakat melakukan nya tanpa ragu - ragu. Perpisahan yang di akhiri dengan pergumulan panjang dan melelahkan di malam hari itu. Kesucian Mandala rela di serahkan untuk puja an hatinya. Semua demi apa? Semua karena di buta kan oleh rasa yang sudah sekian lama terpendam. Kini tertumpah kan dalam pertempuran sengit syahwat yang menguras keringat cinta.
" Aku akan pelan-pelan melakukan nya, Mandala." ucap lirih Pradana.
" Uhhh... iya lakukanlah apa yang kamu suka!" sahut Mandala dengan memejamkan matanya.