Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

Gelora Gairah di Showroom

Alvaro_William_0576
--
chs / week
--
NOT RATINGS
12.6k
Views
VIEW MORE

Chapter 1 - Prolog

Ayin POV

Mentari sepertinya tak ingin menyapa dunia, masih nyaman bersembunyi di balik awan yang semakin lama menghitam. Manusia terlihat sangat berat untuk memulai aktivitas, memilih untuk kembali menarik selimut dan melalang buana ke alam mimpi. Namun aku tidak bisa seperti mereka, aku harus bersemangat di hari pertama kerja meski cuaca sangat tidak mendukung. Bahkan aku tidak peduli saat awan telah menumpahkan beban yang ditanggung sejak tadi. Aku hanya tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada, apalagi aku tahu bahwa ada banyak orang diluar sana yang membutuhkan dan sedang mencari kerja. Jadi aku merasa beruntung karena langsung mendapatkan pekerjaan setelah wisuda, sehingga aku bisa meringankan beban orang tua yang harus menyekolahkan adik-adik. Aku tak ingin kedua orang tuaku tersiksa lebih lama dengan beban yang ada, meski aku tahu bahwa itu memang tanggung jawabnya. Tapi aku cukup tahu diri, mereka mampu menyekolahkan aku hingga kuliah saja, itu sebuah hal yang luar biasa bagi keluarga yang tergolong miskin. Sebenarnya aku beberapa kali ditawarkan beasiswa oleh berbagai pihak, bahkan ditawarkan pembebasan biaya kuliah hingga selesai oleh pihak kampus. Namun semuanya ditolak dengan halus oleh kedua orang tuaku. Ayah selalu beralasan bahwa dirinya masih kuat untuk mencari biaya kuliahku, sehingga dia meminta agar semua pihak menawarkan beasiswa pada yang lebih berhak. Aku sangat salut dengan sikap yang diambil ayah. Saat orang lain mengeluh dengan keadaan dan kesempitan, ayah masih sempat menyanggupi kesulitannya.

"Pagi pak." Ucapku dengan sopan pada seseorang yang berseragam satpam, lalu tersenyum tulus padanya.

"Pagi juga, pegawai baru ya?" Ucapnya dengan sedikit ragu, mungkin karena baru melihatku. Aku hanya mengangguk pelan, lalu mengulurkan tangan.

"Ayin." Ucapku memulai perkenalan.

"Ahmad." Ucapnya sambil membalas uluran tanganku.

Awalnya aku ingin pamit dan langsung masuk ke kantor, meski hanya untuk melihat-lihat tempat kerjaku. Namun setelah diberitahu oleh pak Ahmad bahwa kantor akan buka 30 menit lagi, aku pun memilih untuk menemani pak Ahmad di pos jaga. Kami mencoba untuk saling mengakrabkan diri, meski masih sangat canggung. Pak Ahmad cukup kaget saat aku mengatakan bahwa umurku 18 tahun, tak menyangka bahwa aku bisa menyelesaikan pendidikan secepat itu. Aku memang memang masuk kelas Akselerasi saat SMP dan SMA, sehingga masa pendidikan disingkat. Sebenarnya aku termasuk murid yang biasa saja, hanya saja aku selalu beruntung saat mutasi. Sehingga bisa bertahan di kelas Aksel sampai akhir.

"Terima kasih atas ceritanya, saya jadi tahu banyak hal tentang kantor." Ucapku dengan sopan, lalu berpamitan pada pak Ahmad. Aku beruntung mengenalnya, ada banyak hal yang diberitahu olehnya. Sehingga aku bisa sedikit mengenal tempat kerjaku, aku pun jadi tahu bahwa pak Ahmad sudah cukup lama bekerja di sini.

Pak Ahmad sudah memberitahuku dimana ruangan administrasi, sehingga aku melangkah dengan mantap ke ruangan yang dimaksud. Ternyata ruangannya tidak begitu besar, tidak seperti kantor pada umumnya. Aku memaklumi hal tersebut, showroom memang tidak membutuhkan ruangan yang besar untuk hal-hal selain tempat memamerkan mobil. Meski memang hal lain cukup penting untuk kemajuan showroom sendiri. Aku menyapu seluruh ruangan dengan mataku, mencoba mengenali setiap sesuatu yang ada. Namun baru saja aku mau memulainya, seseorang menabrakku dengan kasar. Aku yang kaget dan tak siap, terpental cukup jauh dari tempat semula. Bukannya minta maaf, dia malah mengumpat dengan kasar. Anehnya, aku hanya terdiam tanpa kata. Seolah ada yang membuat hatiku tenang, sehingga aku begitu tenang saat memandangnya. 

"Padahal aku cukup jauh dari pintu masuk ruangan, bisa-bisanya dia menabrakku. Parahnya lagi, malah dia yang marah." Ucapku pelan saat melihat dia telah pergi meninggalkanku sendiri di ruangan.

"Kamu harus tahan menghadapi sikapnya." Ucap seseorang yang membuat aku membalikkan badan, ternyata pak Gilang yang merupakan HRD di sini. Aku langsung tersenyum ke arahnya, meski hatiku sedang bertanya-tanya tentang ucapannya barusan. Mungkinkah pak Gilang melihat semua yang terjadi barusan? Entahlah, aku juga tidak tahu.

"Dia itu salah satu siswa yang PSG disini, semacam magang kalau kamu tidak tahu. Mungkin umurnya jauh lebih tua darimu." Ucap pak Gilang, mencoba menjelaskan sosok yang baru menabrakku. Aku mengangguk pelan, paham dengan apa yang dimaksud pak Gilang. Meski kata PSG masih terdengar cukup asing di telinga, setidaknya aku tahu bahwa sistemnya hampir sama seperti magang.

Awalnya pak Gilang berniat untuk mengantarku ke ruangan tempat kerjaku, sehingga aku tidak perlu bingung dengan keadaan. Namun dia malah menemukan diriku yang sudah berada di ruangan, sehingga pak Gilang tak perlu capek-capek mengantarkanku. Pak Gilang pun menjelaskan semua hal yang ada di ruangan, termasuk apa yang harus aku kerjakan nantinya. Setelah semua selesai dijelaskan, pak Gilang mengajakku ke ruangan direktur untuk mengenalkanku sebagai pegawai baru. Aku cukup gugup saat berada di depan ruangan direktur, meski berulang kali pak Gilang menjelaskan bahwa direkturnya cukup ramah dan masih sangat muda. Namun tetap saja, dia itu atasanku. Saat aku memasuki ruangan direktur, aku terdiam sejenak. Bukan karena ragu untuk melangkah, aku sangat terpana melihat direkturku. Jujur saja dia sangat tampan, bahkan aku tidak bisa menjelaskan ketampanannya dengan kata-kata.

"Santai aja, nggak perlu gugup." Ucap direktur yang membuatku tersadar. Aku menunduk malu, lalu berjalan dan duduk di samping pak Gilang.

"Biarkan dia yang memperkenalkan dirinya." Ucap direktur saat pak Gilang akan mengenalkanku, lalu dia tersenyum padaku. Aku kembali terdiam, senyumannya terlihat begitu manis. Namun tak lama, aku kembali tersadar dan mengenalkan diri padanya. Dia juga mengenalkan diri padaku, ternyata Aldi namanya.

"Aku kira kamu di bagian bengkel atau showroom di bawah." Ucapnya sambil tersenyum, lalu disambut tawa dari pak Gilang. Showroom ini memang bercampur dengan bengkel di lantai bawah,sedangkan lantai atas digunakan untuk keperluan administrasi, personalia, dan semacamnya. Aku paham mengapa mereka tertawa, tubuhku terlalu mungil untuk melakukan pekerjaan berat seperti itu. Ada rasa tidak terima saat pak Aldi mengatakan hal tersebut, bahkan aku ingin marah dan membentaknya. Namun aku sendiri sadar bahwa diriku memang tidak mungkin melakukannya, apalagi usia pertumbuhanku sudah usai.

Aku kembali ke ruangan setelah berbicara banyak hal bersama pak Aldi dan pak Gilang. Sebenarnya mereka membicarakan hal yang tidak terlalu penting, lebih tepatnya mereka hanya mengejek tubuhku yang begitu kerdil. Meski mereka tidak mengatakan secara langsung. Untungnya aku tidak terpancing dengan omongan mereka, meski telingaku sudah panas sejak tadi. Aku mengira mereka akan sangat profesional, ternyata malah tidak sesuai ekspektasi. Saat aku baru mau memasuki ruangan kerja, aku bertemu dengan orang yang menabrak dan mengumpatku tadi. Aku sedikit heran dengannya, wilayah kerjanya itu di lantai bawah. Lalu mengapa dia berkeliaran dengan santai di lantai atas? Entahlah, aku tidak mau pusing memikirkan hal yang tidak penting. Aku pun langsung bergegas masuk ke ruangan, ternyata sudah ada pak Gani di sana. Tadi pak Gilang sudah menjelaskan seperti apa dan bagaimana orang yang akan satu ruangan denganku, jadi aku tidak kaget melihat ada orang asing di ruangan tersebut. Pak Gani tersenyum melihatku yang baru masuk, dia berdiri dan menyambutku dengan hangat. Mungkin dia sudah mengenalku lewat pak Gilang. Meski begitu, dia tetap berkenalan secara resmi. 

"Semoga betah di sini. Kalau ada apa-apa, kamu bisa bilang langsung pada saya. Apalagi kalau ada yang memerintah di luar SOP yang sudah ditetapkan." Ucap pak Gani dengan tegas. Aku hanya mengangguk paham, lalu kembali tersenyum padanya. 

"Hanya ada 3 orang yang bisa memberikan perintah padamu, yakni Aldi, Ipul, dan saya. Selain itu, jangan didengarkan dan dituruti." Ucap pak Gani tanpa memandang ke arahku,dia sedang sibuk menyeleksi beberapa dokumen. 

"Ipul itu siapa?" Tanyaku yang merasa asing dengan sebuah nama yang disebutkan pak Gani. Pertanyaanku, membuat pak Gani membalikkan badannya dan menatapku dengan heran. Aku sendiri bingung dengan Gani, aku rasa tidak ada yang salah dengan pertanyaanku barusan.

"Kamu belum diganggu sama seseorang?" Tanya pak Gani dengan wajah terkejut, aku menggeleng pelan. Ada banyak tanya yang bermunculan di otakku, terutama tentang pertanyaan pak Gani barusan.

"Luar biasa, kamu satu-satunya orang yang tak diganggu oleh Ipul." Ucap pak Gani dengan takjub. Aku semakin penasaran dengan Ipul yang dimaksud. Kalau memang dia berani mengganggu orang lain, tentu jabatannya lebih tinggi. Tapi dia tak mungkin menjadi direktur, setahuku direktur hanya satu. Jadi aku yakin bahwa Ipul itu bekerja di jabatan yang berada di bawah direktur, namun di atas pak Gani yang merupakan kepala administrasi. Aku bisa menyimpulkan hal seperti itu karena aku yakin bahwa pak Gani pernah diganggu oleh Ipul. 

Pak Gani pun menunjukkan foto Ipul setelah cukup lama dia merasa takjub. Saat aku melihat fotonya, aku sangat kaget. Bahkan pak Gani ikut kaget melihat reaksiku. Dia pun bertanya mengapa aku begitu kaget melihat foto tersebut, aku menjawab apa yang sudah terjadi tadi pagi. Jadi namanya Ipul? Pantas saja dia bisa seenaknya berkeliaran di lantai atas. Tapi mengapa pak Gilang tadi bilang bahwa dia salah satu siswa yang PSG? Tak ingin menunggu lama,aku pun menanyakan semua hal yang muncul di benak pada pak Gani. Aku jadi tahu bahwa Ipul itu bekerja sebagai sekretaris pak Aldi, dia memang sedang PSG di showroom. Aku jadi takjub dengan Ipul. Dia masih bersekolah,tapi sudah memiliki penghasilan yang mumpuni. Bahkan dia tidak perlu kuliah lagi, jabatannya sudah cukup untuk menciptakan masa depan yang cerah. Jadi dia tidak perlu berjuang mencari biaya untuk kuliah seperti yang telah aku lakukan dulu.

"Jadi hanya aku yang tidak dikerjai? Aku yakin bahwa tadi pagi bukan termasuk dikerjai." Gumanku pelan setelah mendengar semua cerita dari pak Gani. Ternyata Ipul adalah orang yang pertama dan menyeleksi semua pegawai di showroom ini, dia tangan kanan dari pemilik showroom. Pantas saja dia berani berbuat sesuatu dengan bebas. Aku pun harus hati-hati dengannya, untung tadi pagi aku tidak mengumpatnya balik. Kalau tidak, hilang sudah kesempatanku untuk membuat orang tua tersenyum.