Chereads / Gelora Gairah di Showroom / Chapter 3 - Masalah yang Tak Diketahui

Chapter 3 - Masalah yang Tak Diketahui

Ayin POV

Ada yang berbeda pada Ipul, entah mengapa aku merasa dia menjadi semakin dingin. Bahkan terkesan menghindari pertemuan dengan diriku, sehingga sering kali aku harus mengerjakan tugasnya sebagai sekretaris sendirian. Aku sendiri berusaha mencari tahu hal apa yang membuat Ipul berubah sedemikian rupa, mungkin ada kesalahan yang tidak aku sengaja. Namun semakin aku berpikir, aku semakin yakin bahwa aku tidak melakukan kesalahan yang menyinggungnya. Permasalahan ini cukup mengganggu pekerjaanku, sering kali aku ditegur oleh pak Adi dan pak Gani karena terlihat melamun. Untungnya mereka hanya menegur dan menanyakan baik-baik, sehingga aku tidak dihukum atau bahkan dikeluarkan karena tidak profesional. Aku sebenarnya sudah berusaha untuk tidak mencampurkan urusan pribadi dengan kantor, hanya saja masalah tersebut terus mengusik dan tak merasa bosan.

"Kalian sedang ada masalah? Maksudku kamu dan Ipul." Ucap pak Adi dengan serius, aku mendongakkan kepala dan menatapnya dengan bingung.

"Sudah beberapa hari kalian tidak bekerja sama, maksudku kalian selalu bekerja secara bergantian. Padahal biasanya tidak seperti itu." Ucap pak Adi yang paham dengan tatapanku. Aku tidak begitu heran dengan ucapan pak Adi, bahkan bisa dibilang semua orang akan bertanya hal tersebut. Apalagi ketika ada orang terbiasa bekerja secara tim, tiba-tiba memilih untuk saling bekerja sendirian.

"Mungkin waktunya yang tidak mengizinkan kami untuk saling bekerja secara tim." Ucapku, mencoba memberi alasan yang logis. Sebenarnya kita memang tidak memiliki waktu yang tepat untuk sama-sama mengerjakan bagian sekretaris. Ipul sibuk dan berusaha profesional dengan PSG, sedangkan aku harus kewalahan menghadapi administrasi yang semakin banyak.

"Berarti kalau saya panggil kalian berdua untuk bekerja di waktu yang sama, kalian tidak keberatan?" Tanya pak Adi lagi, mencoba memastikan apa yang aku ucapkan barusan. Aku hanya mengangguk, tidak keberatan dengan hal tersebut. Namun aku tidak tahu dengan jawaban Ipul, apalagi dia sangat jelas terlihat menghindari ku.

Aku langsung pamit setelah tidak ada hal yang perlu dibahas lagi, meskipun aku tak memiliki kesibukan lagi. Semua berkas yang harus dikerjakan, telah aku selesaikan sejak tadi. Sehingga aku sendiri bingung mau melangkahkan kaki kemana, pak Gani telah mengizinkan aku istirahat saja. Tapi rasanya bosan kalau beristirahat di pantry saja, aku pun mencari tempat yang bagus untuk mengisi waktu istirahat. Tak sengaja aku melihat pak Ahmad yang duduk termenung di pos jaga, mungkin dia juga tak tahu harus melakukan apa di hari yang penuh dengan hujan. Aku pun langsung memutuskan untuk menemaninya saja, mungkin dia punya hal yang cukup bagus untuk dibahas. Sebelum ke sana, aku mampir di pantry dan membuat dua cangkir kopi. Berharap kopi bisa menghilangkan sedikit rasa bosan dan malas yang menghampiri. Saat aku sedang bersemangat membawa dua cangkir kopi, tak sengaja aku bertemu dengan Ipul. Dia menatapku dengan tajam, sedangkan aku mencoba tersenyum ramah padanya. Namun Ipul hanya melewatkan ku begitu saja, seolah dia tidak menyadari keberadaanku. Aku hanya tersenyum getir melihat sikapnya yang begitu dingin, aku seperti melihat orang lain dalam dirinya. Aku tidak terima dengan hal tersebut, meski sebenarnya aku tidak punya hak untuk mengaturnya.

"Kopi pak." Ucapku sambil menyerahkan secangkir kopi pada pak Ahmad, lalu mencoba tersenyum tulus padanya. Pak Ahmad membalas senyumanku, meski dia sempat kaget dengan kehadiran diriku. 

"Tumben main ke sini, lagi ada masalah?" Tanya pak Ahmad yang membuatku terkejut, bagaimana bisa dia langsung menebak seperti itu? Entahlah. Aku hanya menggeleng, lalu kembali mengumbar senyuman.

"Kerjaan sudah selesai semua, bosan sendirian di ruangan." Ucapku saat tahu bahwa pak Ahmad masih menatapku dengan bingung, mencoba memberi alasan yang logis. 

"Kalau memang kamu punya masalah, cerita saja sama bapak. Mungkin bapak bisa mencari solusinya." Ucap pak Ahmad tanpa memandang ke arahku. Aku hanya menatapnya dengan takjub, padahal aku sudah berusaha untuk menyembunyikan masalah darinya. Tapi pak Ahmad malah yakin bahwa aku memiliki masalah.

Pak Ahmad mencoba mengalihkan pembicaraan, tak ingin aku merasa bersalah karena menyembunyikan sesuatu darinya. Aku sendiri berusaha untuk mengikuti arah pembicaraan yang dibangun, mencoba mengesampingkan masalah yang ada. Semakin lama, pembahasan kami semakin seru dan menyasar ke banyak hal. Namun ada satu hal yang tidak disadari oleh pak Ahmad, aku tidak menatapnya sejak awal pembicaraan. Bukan karena aku tidak suka dengan tampangnya, hanya saja aku lebih tertarik dengan seseorang yang berada jauh di belakangnya. Posisi mereka memang searah, sehingga membuatku terlihat sedang menatap pak Ahmad. Orang yang ku tatap, sesekali menatap ke arahku dan membuat pandangan kami saling bertemu. Namun dia langsung membuang muka saat tahu bahwa aku juga sedang memandangnya. Hal itu cukup membuat hatiku merasa kecewa, padahal aku bukan siapa-siapa bagi dirinya. Tapi rasa kecewa dan sakit hati terus menghampiri saat dia melakukan hal tersebut, seolah aku ingin dia memberi perhatian lebih padaku.

###

"Kamu lembur sama Ipul ya." Ucap pak Adi yang membuat kami berdua saling tatap dan ingin segera menolak permintaan pak Adi.

"Tidak ada penolakan, ada banyak berkas yang perlu ditinjau ulang." Ucap pak Adi yang pah dengan reaksi dari kami. Aku hanya bisa pasrah dengan keputusan tersebut, sudah tidak ada lagi kesempatan untuk meminta keringanan.

Aku sebenarnya tidak keberatan jika memang harus lembur dengan Ipul, malah aku senang karena ada teman. Hanya saja kondisinya sekarang, sangat tidak memungkinkan. Ipul pasti tidak mau berbicara apapun padaku nanti, sehingga suasana akan menjadi sangat hening. Kalau begitu,lebih baik aku sendiri yang lembur, daripada harus lembur dalam keadaan yang hening dan cangugung tanpa kata. Namun di sisi lain, aku jadi punya kesempatan untuk meluruskan masalah yang terjadi antara kami berdua. Sehingga masalahnya tidak berlarut-larut, bahkan tak kunjung selesai. Meski sebenarnya aku masih tak tahu masalah apa yang terjadi di antara kami, aku sangat yakin tidak ada masalah di antara kami. Sementara itu, Ipul hanya terdiam dan tak menolak permintaan pak Adi. Padahal biasanya dia paling kuat berdebat dengan pak Adi, bahkan sering kali pak Adi yang harus mengalah dalam menghadapi keras kepala dari seorang Ipul.

"Katanya nggak ada masalah, tapi kok canggung bangat kalian?" Ucap pak Adi setelah Ipul melangkahkan kaki keluar. Aku yang berniat keluar dari ruangan juga, malah kaget mendengar pertanyaan itu.

"Terlihat jelaskah? Hingga orang lain langsung paham dengan kecanggungan yang ada." Ucapku dalam hati yang masih tak menyangka bahwa kecanggungan kami terlihat begitu jelas. Padahal aku sudah berusaha untuk menutupi hal tersebut, aku pun yakin bahwa Ipul juga berusaha melakukan hal yang sama.

"Kami hanya sama-sama capek kok pak, kan bapak sendiri tahu bahwa kami berdua cukup sibuk sesaat sebelum bapak memanggil kami di sini." Ucapku yang masih berusaha mengelak. Aku hanya tak ingin ada orang lain yang ikut campur masalah kami, sekalipun dia orang yang jabatannya lebih tinggi.

"Tidak, bapak yakin bahwa kalian memiliki masalah pribadi yang belum diselesaikan." Ucap pak Gilang yang baru memasuki ruangan. Aku sedikit tersentak dengan kehadirannya, apakah dia mendengar semua pembicaraan kami daritadi? Entahlah, aku hanya bisa pasrah saat tahu bahwa masalah kami berdua, sudah banyak yang mengetahuinya.

"Tak perlu kaget begitu. Sejak awal kalian masuk ke ruangan ini tadi, sejak itu pula bapak sedang mengawasi kalian dari kamera pengawas. Kalian yang bapak lihat hari ini, berbanding sangat jauh dari yang biasanya. Bahkan bisa dibilang bahwa kalian itu ada di tempat yang sangat dekat, hanya saja fokus ke dunia masing-masing." Ucap pak Gilang yang mencoba menjelaskan alasan mengapa dia sangat yakin bahwa kami sedang memiliki masalah. Aku hanya terdiam,tak tahu harus menjawab apa. Kalau aku mengatakan bahwa kami memabg punya masalah, tentu mereka akan tanya lagi tentang masalag apa atau semacamnya.

"Kalau memang terasa berat untuk diceritakan,tak perlu memaksakan diri untuk bercerita. Kita hanya sedang memastikan bahwa dugaan beberapa pegawai bahwa kalian punya masalah itu benar atau tidak. Namun setelah mendengar jawaban dari Gilang, saya jadi yakin bahwa kalian memiliki masalah yang cukup rumit. Sehingga kamu sendiri ragu dan bingung untuk menceritakan apa." Ucap pak Adi yang berusaha membuatku tenang. Aku pun mengangkat kepala dan menatap mereka secara bergantian, mereka hanya tersenyum seolah memastikan bahwa aku yakin dengan ucapan pak Adi barusan. Aku bukannya tidak percaya dengan ucapan pak Adi, hanya saja aku baru sadar bahwa aku sedang berhadapan dengan seorang psikolog. Jadi wajar saja mereka bisa tahu tentang masalahku tanpa harus dijabarkan secara detail. Aku jadi merasa malu sendiri mengingat hal tersebut.

Sesuai dengan permintaan pak Adi, aku dan Ipul harus lembur untuk mengerjakan berkas yang cukup banyak. Aku kira mereka akan menemani kami sebentar, ternyata semua langsung pulang ke rumah. Tersisa hanya aku, Ipul, dan pak Ahmad yang berjaga di pos satpam. Sehingga dugaanku yang tadi benar, kami bekerja di satu ruangan dalam keadaan saling diam. Bahkan hanya terdengar suara keyboard saja yang mengisi ruagan yang cukup besar ini. Untuk mengusir jenuh, sesekali aku memandang ke arah luar. Jalanan terasa sesak oleh kendaraan yang terdengar tak sabar, hanya kemacetan yang terlihat sejauh mata memandang. Meski aku memandang ke luar, sudut mataku yang lain berusaha memastikan keadaan Ipul. Aku tersenyum saat mengetahui bahwa Ipul beberapa kali melihat ke arahku, bahkan hatiku langsung merasa lega. Bukan karena aku dilihat oleh Ipul, aku hanya yakin bahwa Ipul juga ingin berbicara mengenai hal pribadi denganku. Hanya saja dia masih berusahaenvari waktu yang tepat, sehingga tidak menggangu waktu kerjaku. Kalau memang begitu, harusnya dia minta baik-baik padaku. Kita bisa membicarakan hal yang bersifat pribadi itu di luar kantor, sehingga dia tak perlu merasa khawatir didiengar oleh orang lain. Selain itu, dia tak perlu menghindari diriku seperti yang biasa dia lakukan. Namun di satu sisi, aku yakin bahwa dia punya alasan yang logis. Sehingga dia harus melakukan segala yang sangat jauh berbeda, termasuk membuat dirinya menjadi orang lain atau sekedar masukkan orang lain untuk dijadikan topeng. Apapun itu, aku hanya berharap bahwa semua hal yang terjadi, tidak mengganggu pekerjaannya. Sehingga dia  tidak mengecewakan pak Adi, juga pemilik showroom.