Chereads / Malghavan - The Magic Shop / Chapter 18 - Kasus Lain

Chapter 18 - Kasus Lain

Kali ini para Xanders berkumpul lagi di Althea. Sebuah kasus kesedihan lainnya akan mereka selesaikan hari ini. Basta sudah duduk disana bersama ke enam Xander lain. Tidak seperti biasanya situasi hari ini nampak sedikit berbeda. Basta yang biasanya diam kali ini banyak tersenyum dan bercanda. Sedangkan Dion dan Ega yang biasa akur dan banyak menimbulkan tawa kali ini justru diam. Sedangkan mereka yang tidak mengerti seperti Vaz dan Alvo hanya menatap heran saja bahkan saling melempar pandang.

"Jadi bisa kita mulai kan misi kita kali ini?" Tanya Alvo yang berusaha memecah keanehan yang terjadi.

"Mulai saja sebelum hari ini akan menjadi semakin aneh." Ucap Vaz.

"Ah sebelum dimulai aku ingin berterima kasih pada Vaz yang akhirnya mau turun ke Bumi untuk melakukan misi. Itu luar biasa Vaz." Puji Basta yang membuat Vaz menahan senyumnya sedangkan Orfe sudah bertepuk tangan girang.

"Hanya sekali ini saja Basta!" Vaz mengingatkan dan Basta mengabaikannya.

"Kau juga Orfe. Kau sudah bekerja dengan baik di bawah sana. Terus gali kepercayaan diri itu." Ucap Basta yang masih disambut terpukan tangan bangga oleh Orfe.

"Aku rasa aku bisa melakukannya asal Vaz selalu menemaniku." Ucap Orfe.

"Tidak tidak! Cukup yang lalu saja." Ucap Vaz.

"Tapi kau sendiri tampak menyukainya Vaz." Ucap Orfe sedikit merajuk dan Vaz masih menolaknya dengan gerakan tangannya.

"Sudah biarkan saja. Kau tahu dia memang begitu kan." Ucap Basta menengahi.

"Ah ya baiklah kalau begitu. Jadi ini ada sebuah kasus. Seorang gadis muda bernama Katherine atau Kat yang berusia 16 tahun. Saat ini sedang bersedih karena terus ditindas oleh teman-teman sekelasnya hanya karena dia berkulit hitam sedangkan sekolah itu didominasi oleh mereka yang berkulit putih. Tepatnya di Australia. Bisa kita lihat dia sedang berada di atap menangis sendirian." Ucap Alvo.

"Kita harus cepat bergerak sebelum dia punya pemikiran buruk lainnya seperti menyakiti diri sendiri bahkan bunuh diri." Ucap Vaz santai.

"Itu tidak boleh terjadi oleh karena itu tidak perlu berlama-lama. Siapa yang ingin turun?" Tanya Basta.

"Bagaimana kalau aku?" Alvo menawarkan.

"Tentu saja. Kau sangat baik dengan kata-katamu. Lalu?" Basta Masih menawarkan.

"Aku rasa hm, Juno saja." Ucap Vaz sesaat kemudian.

"Aku? Aku tidak akan melakukan apa-apa dan hanya diam saja disamping Basta." Sarkas Juno pada saran Vaz.

"Sudahlah ikut saja." Vaz meyakinkan dengan tatapan mata yang penuh arti.

"Hm, ada apa dengan matamu itu? Baiklah." Juno akhirnya menurut saja.

"Baiklah jadi Alvo dan Juno yang akan turun dan karena semua sudah sepakat aku rasa cukup sampai disini." Ucap Basta dan satu per satu meninggalkan ruangan.

Vaz mendekat dan bicara pada Juno yang masih ada di Althea. "Kau bisa bawa selembar kertas dan saat Alvo bicara padanya kau hanya perlu menggambar wajahnya dan memberikannya sketsa itu sebagai hadiah. Dia pasti akan menyukainya."

"Kau tahu kan aku tidak sepercaya diri itu Vaz." Ucap Juno merendah.

"Ayolah. Aku tahu kau memberi hadiah lukisan pada Dion. Kenapa tidak mau memberinya pada gadis itu?" Tanya Vaz.

"Dari mana kau tahu? Ah terserahlah. Tapi bagaimana kalau dia tidak menyukainya dan akan semakin membuatnya tidak percaya diri karena merasa tidak cantik?" Tanya Juno akhirnya.

"Maka kau hanya perlu menggambar yang cantik." Ucap Vaz dengan wajahnya yang datar itu.

"Sial! Bicara itu mudah Vaz." Ucap Juno.

"Kau tidak akan pernah tahu kalau tidak mencobanya. Kau hanya perlu menggambarnya dan kalau hasilnya tidak bagus kau tidak perlu memberikannya." Ucap Alvo yang masih mendengar pembicaraan mereka di Althea.

"Dan pada akhirnya aku hanya berdiam diri saja disampingmu?" Tanya Juno sarkas.

"Seperti yang kau harapkan kan?" Ucap Vaz santai.

"Kau lebih baik bicara untuk dirimu sendiri Vaz." Ucap Juno tak mau kalah tapi Vaz tentu tidak mendengarnya. Lebih tepat menolak untuk mendengar.

Mereka akhirnya memutuskan untuk turun segera lewat Orion didampingi Vaz yang memantau dari Althea.

Sejatinya kebahagiaan dari setiap manusia yang tercipta karena para Xanders itu bisa memberikan Malghavan energi. Energi itu akan tersalurkan seluruhnya ke Phoenix yang menjaga Malghavan. Indikasinya adalah cahaya yang ada pada tubuh sang Phoenix. Cahaya keunguan itu akan nampak terpancar jelas dan terang dan dia akan terbang dengan baik. Kekuatan sang Phoenix tadi akan diteruskan pada seluruh demigod yang ada di Malghavan melalui tanahnya. Termasuk juga untuk menghidupkan semua unsur yang ada di sana seperti hewan juga tumbuhan. Itu kenapa meskipun tanpa hujan atau makanan tapi semua mahkluk hidup bisa terus berkembang dengan baik. Salah satu cirinya tentu saja kabut tipis bewarna pink yang memenuhi Malghavan.

Alvo dan Juno tiba di kamar mandi sebuah sekolah yang mereka yakini adalah sekolah sang gadis, Kat. Langsung saja berjalan santai menuju atap walau beberapa pasang mata nampak menyadari kehadiran mereka yang tentu saja tidak biasa. Alvo dengan tubuhnya yang sangat tinggi juga proporsi tubuh luar biasa dan Juno yang juga tak kalah kekar masih ditambah segala jenis tindik di wajahnya juga tato di tangannya tapi tidak pernah bisa mengurangi ketampanan keduanya.

Alvo melihat seorang gadis dengan kulit hitam dan rambut ikal yang cantik tentu saja sedang duduk sendirian di atap sekolah itu. Hanya bersandar lemas pada dinding pembatas dan menatap nanar makanan yang dia bawa. Kat nampak santai dengan celana jins juga kaos yang ditutup oleh jaketnya bewarna abu. Juno memberi isyarat akan sedikit menyingkir karena gadis itu mungkin akan ketakutan kalau langsung ditemui oleh dua pria asing sekaligus dan Alvo hanya mengangguk saja.

"Hai." Sapa Alvo ramah.

"Siapa? Siapa kamu?" Kat nampak sedikit takut.

"Ah tenang saja aku bukan orang jahat. Namaku Alvo dan aku bekerja di sebuah magic shop di dekat sini. Aku datang karena kebetulan ini, hm, ini adalah sekolahku dulu dan aku hanya ingin berkunjung." Ucap Alvo akhirnya terpaksa berbohong agar gadis ini tak ketakutan.

"Ah begitu. Lalu kenapa kau disini?" Tanya Kat akhirnya.

"Ini? Ini tempat umum kan? Jadi aku rasa aku juga bisa datang kesini. Lagipula ini selalu jadi tempatku bersembunyi dulu dan aku hanya merindukannya." Ucap Alvo santai dengan senyum lesung pipinya yang manis.

"Ah begitu ya. Tentu saja." Ucap Kat mengalihkan pandangan ke arah lain.

"Kenapa makanan itu hanya kau lihat saja? Kau tidak lapar?" Tanya Alvo tentu saja basa-basi.

"Entahlah. Aku hanya sedang tidak ingin makan saja." Jawab Kat singkat.

"Lalu kenapa kau sendirian disini? Apakah sama sepertiku dulu? Bersembunyi?" Tanya Alvo dan gadis itu menengadahkan kepalanya kembali.