Dion menemui Juno yang lagi sedang berada di halaman beakang kastil mereka. Dia sedang melukis dibalik sebuah pohon yang sangat besar dimana hanya Dion yang mengetahui tempat ini. Entah dari siapa pria itu bersembunyi karena Dion bisa melihat jelas tidak ada yang salah dengan semua lukisan Juno. Semuanya sangat indah dan siapapun juga pasti akan mengakuinya.
"Waah Junoooo." Sapa Dion yang memang selalu begitu.
"Kau mengangetkanku saja." Ucap Juno yang memang langsung menoleh.
"Hahaha benarkah? Maafkan aku ya." Dion memeluk Juno.
"Aish aku bilang jangan memelukku sembarangan!" Juno merasa risih tapi Dion tahu dia menyukainya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Juno.
"Ya apalagi? Aku ingin menemanimu melukis. Bisa kan aku duduk disini?" Tanya Dion yang menunjuk rumput di samping Juno.
"Semua tanah dan rumput ini bukan milikku." Ucap Juno santai dan Dion duduk saja disana.
Dion menatap kanvas yang ada di hadapan Juno. Pemandangan yang persis ada dihadapannya ini menjadi objek utamanya. Danau milik Maghavan yang memang menyimpan banyak ikan juga hewan lainnya juga sumber makanan bagi mereka. Sang phoenix yang berwarna ungu kemerahan terkadang nampak berkeliling juga ada di dalam sana kontras warnanya dengan pemandangan utama yang bewarna pink. Lukisan yang indah dan detail entah berapa kali Dion memujinya. Dion sendiri memiih untuk memungut beberapa kerikil bewarna putih gading dan melemparkannya asal ke dalam danau.
"Kau benar-benar harus menunjukkan bakatmu pada dunia." Ucap Dion.
"Ah sudahlah. Kau sudah sering mengatakannya dan jawabanku akan selalu sama." Ucap Juno.
"Bakatmu itu mengagumkan Juno. Entah sudah berapa kali kau mendengarnya. Siapa tahu lukisanmu ini adalah kekuatanmu menciptakan bahagia. Kau bisa melakukan pameran seni pilih saja di Negara manapun yang kamu mau dan lihat seperti apa komentar para penduduk Bumi." Saran Dion.
"Tidak Dion!" Dua kata dari Juno.
"Arrggh. Kau memang keras kepala." Ucap Dion.
"Iya aku memang. Oleh karena itu jangan memaksaku lagi." Ucap Juno dan Dion hanya berpasrah saja dengan jawaban yang sela
"Jadi bagaimana hadiahnya? Gadis itu menyukainya?" Tanya Juno.
"Aku belum tahu kar- Hah? Gadis? Bagaimana kau?" Tanya Dion baru menyadari.
"Kenapa begitu terkejut? Kau menyukai seorang gadis kan? Dan kau menghadiahkan sebuah lukisan padanya. Jelas aku bisa langsung tahu. Kau pikir siapa lagi yang akan membuat seorang Dion mendadak jadi romantis dan menginginkan sebuah lukisan untuk hadiah?" Ucap Juno santai.
"Hahaha. Ya begituah. Intuisimu memang luar biasa." Balas Dion.
"Ya mungkin bagi sebagian orang pengalaman adalah guru terbaik, tapi bagiku intuisi adalah kekuatan terbaik, dan aku beruntung memilikinya." Ucap Juno sombong.
"Hahahaha. Baiklah tapi pasti kau tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya antara aku dan gadis itu." Ucap Dion.
Juno berusaha menebak dengan memperhatikan wajah Dion yang tersenyum sempurna itu tapi memang tidak menemukan jawaban.
"Memangnya kenapa?" Tanya Juno akhirnya.
"Tidak hanya aku yang menyukai gadis ini, tapi juga Ega." Cerita Dion akhirnya.
"Kau? Astaga kau. Kau harus mengalah." Ucap Juno serius.
"Lihatah. Itu kenapa aku tetap ingin menyukainya dan berjuang untuknya. Semua orang ingin aku mengalah pada adikku tapi aku tidak ingin." Ucap Dion.
"Ah iya iya. Jadi ini bukan hanya pertarungan untuk memperebutkan hati seorang gadis tapi juga pembuktian diri?" Tanya Juno sinis.
"Aku tidak ingin membuktikan diri pada siapapun. Aku hanya ingin orang lain tahu bahwa aku bisa memperoleh apapun yang aku inginkan." Ucap Dion lagi.
"Tunggu. Bukankah itu teralu egois? Jadi kau menyukai gadis ini dengan tulus atau tidak?" Tanya Juno memastikan.
"Ya tentu aku menyukainya Juno." Ucap Dion berusaha meyakinkan.
"Siapa gadis ini yang mampu membuat dua saudara terbaik di Malghavan berseteru?" Tanya Juno penasaran.
"Hahaha. Namanya Emma dan dia seorang balerina yatim piatu. Kami bertemu saat menyelesaikan kasus Angelina di sebuah panti asuhan di Perancis." Cerita Dion
"Dengar! Aku hanya tidak mau kau berusaha untuk gadis ini hanya untuk menunjukkan pada Ega bahwa kau lebih mampu darinya dan berakhir menyakiti hati gadis itu. Kau tahu kan itu sangat sangat tidak terpuji Dion. Lebih buruk lagi kau bisa kehilangan kekuatanmu." Ucap Juno memberi peringatan.
"Iya iya aku tahu. Aku lebih tua darimu Juno. Aku tahu apa yang aku lakukan." Ucap Dion dengan senyuman khas berlesung pipi.
"Kedewasaan tidak ditentukan oleh usia Dion." Ingat Juno.
"Hahaha. Iya iya benar juga. Dan mulailah dengan menunjukkan hasil karyamu pada Basta." Goda Dion.
"Itu tidak ada hubungannya. Aku rasa mulai saat ini kau dan Ega harus berpisah. Kalian jalankan misi tanpa masing-masing. Aku rasa akan lebih baik supaya hubungan kalian tidak memburuk karena seorang wanita. Dan siapa tahu dengan terpisah kalian jadi menyadari betapa pentingnya satu sama lain." Ucap Juno memberi nasehat.
"Kau pandai memberi nasehat tapi tidak bisa melakukannya untuk dirimu sendiri. Tapi bicara tentang Basta, aku akhir-akhir jarang melihatnya di sekitaran Malghavan." Ucap Dion celingukan padahal juga kastil cukup jauh dari sana.
"Ya kau benar. Entah kemana dia akhir-akhir ini memang sering pergi ke bumi. Entah," Jawaban menggantung Juno.
"Apa jangan-jangan ada seseorang yang dia temui juga dibawah sana?" Tanya Dion padanya.
"Entah," Jawab Juno singkat lagi.
"Kakakmu itu bukan tipe-tipe Xander yang turun ke Bumi terlalu sering. Biasanya kan hanya satu hingga dua kali seminggu. Tapi aku bisa melihat untuk seminggu ini saja dia lima hari turun ke Bumi. Jiwa rebahannya entah melayang kemana." Telisik Dion yang dibenarkan.
"Hahaha. Aku jadi membayangkan dia juga punya seseorang di bawah sana yang dia sukai." Ucap Juno santai tapi justru membuat Dion berpikir jauh.
"Itu sebuah kemungkinan Juno." Mata Dion nampak melebar.
"Apa? Tidak mungkin kan? Kakakku itu sosok yang sangat mematuhi aturan dari para dewa untuk Malghavan, jadi tidak mungkin dia-" Ucapan Juno terhenti tapi sebagian dirinya seolah percaya juga.
"Tidak ada yang tidak mungkin dalam cinta Juno. Kau hanya belum merasakannya saja." Ucap Dion mengedipkan sebelah matanya.
"Owh astaga kau menjijikkan!" Ejek Juno yang tentu hanya bercanda.
Juno sebenarnya adalah pria berhati lembut pada orang yang tepat. Sebagai yang termuda dia suka mendapatkan perhatian dan Dion memang adalah Xander yang suka menunjukkan perhatiannya dengan pelukan dan canda. Tapi bicara dengan Dion kali ini membuat Juno sadar ada sedikit yang berubah darinya. Mata yang biasa hangat dan tentram itu kini berkobar menunjukkan semangat juang yang tinggi, yang entah apakah akan menjadi baik atau buruk nantinya untuk dirinya sendiri. Juno hanya berharap semoga apa yang dilihatnya salah.