Chereads / Fons Cafe / Chapter 27 - Episode 28

Chapter 27 - Episode 28

"Oh mon Dieu!!!" Seru Rhea saat duduk-duduk santai di Fons sore ini. Selang beberapa hari setelah hari melelahkan yang dilewatinya di rumah Carlos.

Bahkan, dia harus mencari cara yang genius agar bisa keluar dari rumah Carlos yang sudah seperti penjara itu.

"That's your choice, Dear. Akan beda ceritanya jika kau memilihku sebagai kekasih bohonganmu," jelas David sambil tersenyum. "Sejujurnya, kalau Alex belum menikah, kurasa dengan senang hati dia akan membantumu dari situasi gila ini."

Alex tersenyum. "Steffi akan marah jika dia mendengarnya dari mulutmu, Tuan Kajima." Alex mengusap punggung Rhea, berusaha memberi kekuatan padanya. "Kau tahu? Kau adalah gadis terbadak, terkuat yang pernah kukenal. Aku yakin kau mampu melewati situasi ini, Rhe."

Rhea ingin menangis di pundak Alex detik ini juga. Tapi hal itu malah membuatnya teringat akan Steffi. Rhea bertemu dan berkenalan dengan Steffi tadi siang, dan Steffi memang wanita yang simpel dan menyenangkan.

"Kau memiliki istri yang hebat, Lex. Bahkan dia sesibuk itupun masih sempat menemuimu dan makan siang bersama."

Alex tersenyum.

"Padahal tipe ideal istrimu adalah istri yang menurut, stay at home all the day long, does the work of house. Well, a real housewife is just a perfect match for Mr. Kougami," ujarnya. "Sepertinya istri Tatsuya akan jauh lebih mendekati seleramu harusnya."

"Gaby memang ibu rumah tangga yang baik," komentar Kris. "Bahkan dia bekerja merangkai bunga di rumah sambil mengurus Clement."

"Steffi akan berhenti kerja saat kita memiliki anak. Itu komitmen yang dibuatnya," jelas Alex.

"Dan kalian belum punya anak?" Tanya Rhea.

"Karena dia masih ingin bekerja, jadi belum." Alex menjawab pertanyaan itu seringan mungkin dengan senyumnya. "Sepertinya aku harus balik duluan. Sudah jam lima sore."

Alex pun pulang, dan tinggallah David, Kris dan Rhea. "Kalian berdua memang seperti pengangguran!"

"Lho, aku bekerja untuk jadwal TV Show yang episodenya sudah di stok!" Seru David, "Lagipula reality show kontrakku belum masuk musim barunya lagi."

"Reality show macam apa?"

"Namanya Episode Para Lajang," jawab David, "Tapi para hostnya masih lajang semua."

"Memang reality show untuk para lajangkan maksudnya?" Ledek Rhea. Tiba-tiba saja Rhea jadi teringat akan Carlos. "Ngomong-ngomong... Carlos punya masalah apa lagi dengan ayahnya?"

Kris yang fokus pada laptopnya menutup layarnya dan mulai serius. "Kau ingat saat ayahnya terkena kasus korupsi sewaktu Carlos mau kuliah?"

Rhea mengangguk.

"Ya, kasus itu memang bukan kasus yang membuat Carlos benci ayahnya sebenarnya," jelas Kris, "Sedari kecil, ayahnya memang sering ke tempat-tempat prostitusi, dan dari situ ayahnya memiliki banyak wanita simpanan. Bahkan tak jarang juga ayahnya memiliki anak dari one night stand dengan sembarang wanita."

Rhea melongos.

David tertawa. "Wajahmu idiot sekali, Rhea! Bisa aku tebak kalau kau sendiri masih perawan bukan?"

Rhea melotot kali ini. "Memangnya kenapa?!"

"Ya, hal seperti ini adalah kebodohan. Kau, tinggal di luar negeri, menjadi pembalap internasional, dan di gandrungi banyak lelaki, tidak mungkin kau masih mempertahankan keperawananmu," jelas David, "Bahkan Carlos sudah melakukannya sejak tingkat tiga."

"Kenapa?" Tanyanya, "Kenapa dia melakukan itu?"

"Kau bisa tanya sendiri padanya," jawab Kris. "Denda yang dijatuhkan kepada ayahnya dulu di bayar oleh Carlos. Bahkan, rumahnya dulu di sita oleh bank. Sehingga Carlos dan Ibunya tinggal di salah satu rumahku. Dan sewaktu ayahnya keluar dari penjara dua tahun lalu, Carlos mau tidak mau menerimanya di rumah yang sudah dibeli dan ditinggalinya bersama ibunya itu."

"Yang aku tinggali beberapa hari ini?"

"Tepat sekali!" Serunya. "Kau juga sudah ke rumah studionya yang sangat kecil itu? Memang kalau dipikir-pikir hanya orang tidak waras yang mau tinggal di rumah kecil tanpa dapur seperti itu. Tapi Carlos membelinya supaya bisa tinggal terpisah dengan ayahnya. Karena ibunya akan menyuruhnya untuk selalu pulang."

Kini Rhea tahu rumah studio itu untuk apa. Sebenarnya rumah itu nyaman juga untuk ditinggali sendiri. Mungkin Rhea akan membeli satu unit rumah seperti yang Carlos miliki untuk singgah.

"Lalu dengan bergonta-ganti pacar? Dan kehilangan ke-perjakaannya? Bagaimana?" Tanya Rhea.

"Its another different story, Sweetheart," jelas David, "Biar Carlos sendiri saja yang menjelaskannya."

"Huh! Dasar pelit!!"

-----

Di rumah Carlos, Rhea sudah merasakan aura kuburan lagi untuk kesekian kalinya sejak ia tinggal di rumah Carlos.

Walau satu rumah, tapi mereka tidur di kamar yang terpisah. Sehingga, apapun yang mereka lakukan tidak membuat kecurigaan.

Naik ke lantai dua, dimana kamarnya dan Carlos yang bersebelahan itu ada, terdengar suara TV yang cukup keras.

"Di kawasan perumahan elit Jakarta, Carlos Takamasa, ditemui keluar dengan seorang wanita, yang di duga adalah istri yang sudah dinikahinya secara diam-diam. Namun, Carlos sempat menampik berita tersebut ketika tim Fotaiment menemuinya di lokasi syuting bersama artis cantik, Maureen. Berikut liputannya....."

Carlos mematikan TV itu. Sementara Rhea berjalan mendekat kepada Carlos. "Kenapa dimatikan? Aku belum mendengar cerita berikutnya," protes Rhea dengan senyum menggodanya.

"Tidak penting, Rhe," Carlos tersenyum. "Oh ya, sampai kapan kau berada di Indonesia?"

Rhea mengambil posisi duduk di sebelah Carlos. "Mungkin setahun. Aku putuskan untuk vakum bukan? Tapi.."

"Tapi apa?"

"Tapi aku bisa tinggal di Indonesia seterusnya. Hanya saja..."

"Jangan menggantungkan kalimatmu terus-menerus, Rhe!"

Rhea tertawa, "Ahaha.. baiklah.. aku bisa tinggal seterusnya disini hanya jika aku memutuskan untuk berhenti menjadi pembalap, keluar dari Rapide Boulonner. Dan kemudian aku menikah. The end of my story life."

Carlos tersenyum. "Kau tahu? Kau seharusnya bisa menentukan sikapmu. Entah mau disini atau terus berada di negeri lain."

"Kau sendiri?"

"Aku mencintai negara ini, dan menghargai akan tempat kelahiranku ini, Indonesia. Walaupun aku campuran Meksiko dan memiliki nama Jepang, aku tetap memilih negara ini."

Rhea mengangguk. "Aku mengerti maksudmu. Dan aku cinta Indonesia juga. Namun, aku tidak bisa menikah."

Kali ini, Carlos mengernyitkan dahinya. "Lho? Bukannya kau memiliki Dennis Vorontsov? Petenis internasional yang sudah mendapat lima emas saat olimpiade kemarin?"

"Rompre—putus."

"Vraiment? Quand?—masa? Kapan?"

"Cerita yang panjang," desis Rhea. "Kapan-kapan aku ceritanya. Jadi, kau bilang kau memiliki sebuah hadiah untukku? Apa yang kau mau hadiahkan padaku? Bahkan, ulang tahunku saja sudah lewat."

Carlos menjentikkan jarinya. Senyum menawannya pun terukir di wajahnya, dan dia pun mengeluarkan selembar tiket. "Pack your bag, and get ready okay? Kita pergi dua hari lagi."

"Apa?! Kemana?" Rhea melihat tujuan dari tiket yang dipegangnya. "Nusa Tenggara Barat? Mataram?"

"Tepatnya, kita ke Pulau Gili."

Rhea sempat membaca beberapa berita tentang pulau-pulau yang ada di Nusa Tenggara. Dan Pulau Gili terbagi menjadi tiga. "Gili yang mana? Trawangan? Air? Atau Menu?"

"Gili Trawangan."

Binar mata Rhea seketika memancarkan kesenangan tiada tara. "Kau serius?!"

Carlos mengangguk. "Mungkin satu bulan lagi kita baru pulang. Atau beberapa bulan lagi sepertinya."

"Memangnya bulan madu?!" Serunya.

"Well, media saja sudah berani bilang kalau kita menikah diam-diam. Jadi, sepertinya kau harus pintar-pintar untuk menyamar selama di bandara."