Chereads / Fons Cafe / Chapter 30 - Episode 32

Chapter 30 - Episode 32

Satu unit villa yang di sewa Carlos memang memukau. Apalagi, Rhea sudah lama tidak berlibur dan memanjakan dirinya di villa seperti yang ada di depan matanya saat ini.

"Kau yakin kita tidur di ranjang yang sama?"

Carlos mengernyitkan dahinya, "Maksudmu? Kau takut kalau aku akan melakukan suatu hal yang tidak kau inginkan? Begitu?"

"Just to make sure, Los." Jawabnya ringan, sebenarnya Rhea cukup takut untuk tidur satu ranjang dengan Carlos.

Kedua telapa tangan Carlos terletak sempurna di pundak kanan dan kiri Rhea. Lelaki itu menatapnya dalam-dalam, "I'll make sure to keep you save. Aku tidak akan melakukan hal buruk untuk perempuan yang aku cintai. Oke?"

Rhea mengerjapkan matanya. Perlu beberapa saat baginya untuk mencerna perkataan Carlos barusan. Apa dia benar-benar menganggap serius ucapannya, atau tidak. Jika memang benar Carlos mencintainya dan ini mimpi, Rhea berharap tidak akan pernah bangun dari mimpi ini selamanya. "Kau mencintaiku?" Tanya Rhea lagi, mengonfirmasi.

Carlos membawa pembalap itu ke dalam pelukannya. "Tentu saja. Kita ini suami dan istri. Bagaimana bisa aku membencimu atau bahkan mengabaikanmu? Tentu saja aku mencintaimu, Rhea."

Persetan dengan akting atau kenyataan. Yang jelas, Rhea ingin menikmati tiap menit dan detik yang dilaluinya bersama Carlos saat ini. Tak peduli apapun yang terjadi esok.

-----

Rhea Andrina

Leo, have you come back to Jakarta?

I need to see you ASAP!

Rhea menulis whatsapp singkat kepada Leo. Tak peduli apa Leo masih seminar atau tidak. Tapi dia harus bertemu dengan sahabatnya yang itu.

Leonardo S.

Sure. I've been in town since two days ago.

What is it about? Are you sick?

Rhea Andrina

Nope. Its just about time. I miss spending time with a cold man as you do.

However, kau memang dingin, tapi banyak sekali mantan kekasihmu.

Leonardo S.

It's not about how many ex do I have. But, its just how to be famous at the hospital.

Aku dengar kau di Gili dengan Carlos. Apa benar?

Rhea Andrina

Yeah.

Leonardo S.

You'd have to feel honored to get this chance. He must loved you very much then.

Rhea Andrina

Huh?! Feel honored to be the several number of his collection that he had brought here?

Apa yang harus aku banggakan Leo?

Leonardo S.

He ever said that he'll took his beloved one to the place that he likes a lot. And that place is Gili.

Banyak perempuan, maksudnya mantannya yang di sempat dia bawa ke NTB juga, tapi tidak ada yang pernah dibawanya ke Gili satupun.

Rhea Andrina

Can I scream now?

Leonardo S.

Sure.

Aku tahu sejak lama kau menyukainya. Bahkan kau sangat sedih ketika dia tidak bisa datang ke bandara saat kau harus ke Perancis tujuh tahun lalu.

Rhea Andrina

Bagaimana kau bisa tahu?

Leonardo S.

Aku tidak bodoh, apalagi buta Rhe.

Mungkin kau memang pintar dengan mengikuti kelas aksel dua kali. Tapi kau tidak bisa melebihi kepintaranku.

Rhea Andrina

Hahhaaa... iya, iya. Aku akui kau memang pintar sekali.

Leo, tolong diam dan jangan beritahu Carlos apapun.

Leonardo S.

Okay then!

Anw, I have to go. Urgents call.

Rhea Andrina

'Kay. See you soon!

Rhea menutup ponselnya dan membuka layar laptop. Seketika, dia jadi penasaran dengan apa yang kira-kira media tuliskan tentang dirinya selama vakum.

Sudah tiga hari lamanya Rhea berada di Gili bersama Carlos. Tiap harinya mereka melakukan hal yang menyenangkan.

Seperti kemarin, mereka menghabiskan waktu seharian di pantai. Semua kemauan Rhea dituruti Carlos. Termasuk untuk melakukan parasailing, banana boat yang akhirnya membuat mereka harus mencari dua penumpang tambahan, sampai snorkeling.

Malamnya, mereka makan restoran steak yang berada di dekat pantai. Dan hari ini, Carlos masih tidur di ranjang, karena kelelahan, walaupun jam sudah menunjukkan pukul sebelas pagi.

Sementara Rhea sudah memesan jus alpukat dan duduk di samping Carlos yang masih tertidur. Dia membuka laptop, dan mengetik namanya disana.

Betul saja, banyak media yang menuliskan kalau Rhea akan mengundurkan diri dari Rapide. Sebenarnya itu bukan berita baru lagi. Karena sejak Rhea mengumumkan dirinya berkencan dengan Dennis, Rhea mengatakan kalau ia tidak akan meneruskan kontraknya dengan Rapide.

Namun ada satu berita yang membuat matanya panas saat melihatnya.

Rhea quits from Rapide Boulonner and refuse to complete her last contract.

Ah, bukan. Berita yang itu masih lebih baik, di bandingkan dengan judul berita di bawahnya.

Dumped by Vorontsov, Escoffier quits from circuit.

Melihatnya saja membuat Rhea sudah geram, dan jengah. Dia segera mengetik nama mantan kekasihnya tersebut.

Dalam beberapa detik, hasil penelusuran atas nama Dennis Vorontsov pun keluar. Berita teratasnya baru saja di update 18 jam yang lalu.

Vorontsov was caught in a club at Bali with Claire Alfonso.

Rhea geram dan membanting gelas koson bekas jus alpukatnya tadi.

PRAANG!

Suara pecahan gelas itu membangunkan Carlos dari tidurnya. Rhea memeluk kedua lututnya dan mulai menangis. Layar laptopnya masih terbuka

"Ada apa Rhe? Kenapa?"

"Rien—tidak apa-apa."

Carlos menyapu pandangannya kepada laptop yang terbuka lebar di hadapannya. "Hmm... Dennis? Dia ada di Bali?"

Rhea menggelengkan kepalanya.

Sebelah tangan Carlos melingkar di sekeliling punggung Rhea dan mengusap lengannya. "Tenanglah, kita akan membalasnya. Oke?"

Rhea tetap menggeleng.

"Rhe, lelaki ini sudah mencampakkanmu, dan dengan cepat sudah berkencan dengan perempuan lain? Ke Bali pula!"

"Je l'ai su qu'il me trompe--aku sudah tahu kalau dia berselingkuh," katanya nyaris berbisik.

"Quand--kapan?"

"Sejak dia menjadi model iklan, dan bertemu Claire. Walau katanya hanya rekan kerja, tapi aku yakin ada sesuatu yang berbeda dan aku bisa merasakan itu."

Carlos memeluk Rhea yang masih menangis memeluk lututnya. "Pas besoin de pleurer--tidak perlu menangis."

-----

Rhea menikmati sore hari di Gili dengan memesan es krim dan menghabiskannya perlahan-lahan. Sementara Carlos bilang dia akan menyusul.

Inspirasi menulisnya muncul begitu saja saat melihat Rhea menangis tadi. Sehingga dia tidak mau melewatkan hal ini.

Seketika, ponselnya pun berbunyi.

Kris.

Melihat caller IDnya sekilas, lalu Carlos menjawabnya. "Ya Kris? Ada apa kau meneleponku?"

"Car..los.."

Ringkihan suara yang nyaris berbisik itu. Ya, dia mengenal suaranya, dan dia yakin bahwa itu adalah suara wanita yang sudah melahirkannya. "Ibu? Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis dan memakai ponsel Kris?"

Ibunya pun menjelaskan apa yang terjadi dengan Pedro Sanchez, yang tak lain adalah ayahnya Carlos. Pagi ini lelaki itu di bawa ke rumah sakit karena terkena serangan jantung.

"Tidak. Aku tidak bisa pulang sekarang. Jadi, kalau Ibu membutuhkan uang, aku akan mentransfernya..."

"Carlos, tolong cepat pulang. Ibu mohon."

"Baiklah, akan aku pertimbangkan."

"Telepon dari siapa?" Tanya Rhea dengan wajah sumringahnya. Dari depan pintu, lalu menutupnya dan duduk di samping Carlos. "Es krim yang baru kumakan enak sekali rasanya!"

Carlos mematung.

"Hei, ada apa, Tuan Takamasa Sanchez??"

Lamunan Carlos buyar. "Ayahku masuk rumah sakit, katanya dia terkena serangan jantung."

Rhea terkejut dan memukul Carlos. "Bodoh! Kalau begitu buat apa kita masih ada disini?! Cepat bereskan barang-barangmu dan kita pulang ke Jakarta!"

Carlos menarik tangan Rhea yang hendak berdiri. "Tidak. Jangan. Aku tidak mau menemuinya."

"Tapi--ayahmu.."

"Itu urusannya. Siapkan barang-barangmu, dan kita berangkat."

Carlos melepaskan genggaman tangannya. Dan sementara Rhea bengong. "Tunggu dulu, katanya tadi kau tidak mau pulang ke Jakarta. Tapi kenapa sekarang kau menyuruhku untuk membereskan barang-barangku—"

"Kita memang tidak pulang ke Jakarta. Kau akan tahu setelah kita sampai. Jadi duduklah yang manis oke?" Carlos mengecup kening Rhea. "Cepatlah!"

"Oh? Baiklah!"