"Kau mau pergi?" Tanya Tatsuya.
"Ya, aku harus ke Fons. Kree memintaku untuk mendesain karangan bunga lagi, untuk pernikahan."
Tatsuya mengambil jaketnya, lalu mengikuti Gaby.
"Apa yang kau lakukan?"
"Tentu saja mengikuti isteriku," jawabnya. "Aku libur, ini hari libur. Tapi kau harus bekerja, dan hal itu membuatku sebal. Itu berarti aku harus di rumah sendirian."
Dia mengatakan isteriku? Apa dia benar-benar mengatakan hal itu dengan sungguh-sungguh?
"Ayo berangkat."
Tatsuya dan Gaby berjalan kaki. Karena mobil Tatsuya sedang berada di bengkel. Beberapa hari lalu, mobil yang biasa di pakai Tatsuya mengalami masalah pada bagian knalpotnya.
Takuya pun sering pulang pagi, dan malah terkadang dia tidak pulang sama sekali selama dua minggu dia berada kabur dari rumah. Tatsuya juga tak jarang menelepon ponsel adiknya.
"Aku, Alex, Kris, Carlos, Leo dan David akan pergi ke pantai untuk bermain voli pantai. Kau mau ikut?"
"Kapan?"
"Hm.. akhir minggu ini."
"Tentu saja aku mau."
-----
"Tatsuya, kau memang suami yang baik," puji Kree. "Ini hari libur. Dan kau mau ikut menemani Gaby bekerja."
Tatsuya menyesap lattenya, sambil membuka tabletnya. Sesekali dia memerhatikan Gaby yang—entah sudah berapa kali dia menghapus dan menggambar ulang desainnya. Banyak kertas yang juga berserakan di lantai Fons, karena dia gagal dengan desain-desain sebelumnya.
"Istirahatlah dulu, Gaby," kata Kree. "Mungkin kau ingin makan siang berdua dengan Tatsuya bukan?"
"Tapi desainku—"
"Aku juga tidak ingin pegawaiku jatuh sakit karena tidak makan," jawabnya.
Gaby mengangguk, dan dia duduk di depan Tatsuya. "Kau ingin makan apa?" Tanya Gaby sambil melihat-lihat menu Fons.
"Apapun," jawab Tatsuya.
Gaby mengerucutkan bibirnya. "Ayolah.. jangan membuatku bingung... aku sudah lapar, Tatsuyaa."
"Dua bento set, satu porsi okonomiyaki dan takoyaki," seru Tatsuya dengan cepat. Gaby menoleh kepada Tatsuya dan tercengang. "Aku tidak tahu kau suka makanan Jepang atau tidak, tapi percayalah selera makananku tidak buruk kok."
Gaby mengerucutkan bibirnya karena kesal. Tatsuya duduk di depannya, tapi dia tidak mengajak Gaby bicara. Meliriknya saja tidak.
"Kau kenapa?" Tanya Tatsuya.
"Kenapa kau mendiamkanku?"
"Oh?" Tatsuya baru sadar. "Maaf. Aku membaca email dari bosku. Katanya hasil penyidikan tersangka koruptor sudah selesai, dan aku bisa melihatnya saat datang ke kantor."
"Banyak sekali kasusmu.."
"Ini kasus korupsi pertamaku," jawab Tatsuya sambil menutup tabletnya. "Bagaimana kabar kedua orang tuamu? Apa mereka sehat?"
Gaby mengangguk. "Aku kau senang menayakan orangtuaku."
"Apakah salah untuk seorang menantu menanyakan keadaan mertuanya?"
Hati Gaby menghangat. Obrolan kecil yang tak penting ini justru membuat Gabt semakin menyukai Tatsuya.
Tunggu dulu, apa Gaby bilang dia menyukai Tatsuya? Mungkin ini memang konyol. Tapi Gaby sendiri tidak sadar sejak kapan perasaannya itu bisa tumbuh kepada Tatsuya.
-----
Di perjalanan pulang, Tatsuya dan Gaby sengaja memutar jalan dari Fons untuk sampai ke rumah Tatsuya. Tiba-tiba saja Gaby melihat sosok seorang laki-laki yang mirip dengan Takuya dari belakang.
"Tatsuya."
"Ada apa?"
Gaby menunjuk arah dimana dia melihat Takuya tadi dengan telunjuknya. "Itu. Aku melihat Takuya disana."
Tatsuya mengikuti Gaby yang berjalan di depannya. Dan arah tersebut menunjukkan mereka di suatu tempat yang gelap.
"Apa kau yakin Takuya ada di dalam sana?"
"Aku tidak tahu... Tapi mataku melihat dia masuk ke dalam sini," jawabnya.
Tatsuya membuka pintu kaca yang gelap itu.
"Apa yang kau lakukan?"
"Tentu saja mau melihatnya. We'll never know if we didn't see it by ourselves."
Gaby mengangguk paham.
Mereka berdua masuk ke dalam sana. Dalam pikiran Gaby, dia menganggap tempat itu semacam diskotik. Karena kaca ruangannya gelap, dan tempatnya yang cukup terpencil itu.
Tatsuya melihat lukisan-lukisan yang menghiasi sekeliling tembok tempat itu. Terlebih dari itu, dia melihat sebuah lukisan yang di beri nama dengan huruf kanji jepang. Tentu saja dia bisa membacanya.
Maruyama Takuya.
Takuya yang melukis lukisan itu dan dia melihat dengan jelas lukisan itu adalah lukisan empat laki-laki yang bersaudara. Dalam lukisannya di gambarkan kalau mereka berempat terlihat akur dan bahagia. Lukisannya menggunakan banyak cahaya.
Di sebelahnya masih ada lagi lukisan Takuya yang melukiskan keindahan pantai. Tatsuya tahu betul lukisan itu adalah lukisan dari pantai yang sering mereka kunjungi ketika masih kecil.
"Kakak? Apa yang sedang kau lakukan disini?"
"Apa kau yang melukis ini?" Tanya Tatsuya, dan hal itu membuat mata Takuya meredup. Seharusnya dia tidak perlu menuliskan kanji namanya agar kakaknya tidak tahu. "Kenapa kau murung? Aku hanya bertanya, Takuya."
"Ya, aku yang melukisnya."
"Astaga, kalian lukisanmu bagus sekali Takuya!" Puji Gaby. "Sangat berbeda dengan Tatsuya yang tidak bisa menggambar dengan benar."
"Hei, siapa bilang gambarku tidak benar?"
"Kau sendiri tidak bisa menggambar hewan berkaki empat dengan baik. Aku sendiri tidak bisa membedakan mana anjing dan kucing ketika kau menggambar," komentar Gaby.
Gaby tertawa melihat wajah murung Tatsuya.
"Jadi apa yang kau lakukan disini, Takuya? Aku masih menuntut penjelasan darimu."
Takuya pun akhirnya menarik napas dalam-dalam. Dia pun menjelaskan semuanya. Alasan mengapa dia kabur dari rumah, dan mengapa dia menolak pekerjaan yan di tawarkan padanya.
Takuya memang mendapatkan nilai lulusan terbaik, karena dia memang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menjadi yang terbaik, dan menyamai Tatsuya. Dia menyangkali semua yang sudah dia lakukan selama ini. Mulai dari kuliah sekolah favorit, sekolah khusus bisnis, dan bahkan saat ayah bertanya dimana dia mau bekerja, dia pun menjawab untuk bekerja di perusahaan multinasional yang berpusat di Amerika.
Begitu dia bertemu dengan Gaby yang berjuang untuk menjadi desainer walaupun orang tuanya tidak memiliki biaya, dia terus berusaha dan di saat itulah Takuya merasa bodoh karena dia sudah salah. Bodohnya dirinya yang menyaingi Tatsuya.
"Aku tidak pernah menganggapmu sebagai musuh. Nyatanya, kau memang kakakku, dan aku sangat mengagumimu," katanya. "Anak emas ayah dan ibu. Bahkan Take dan Toshiro pun selalu mengatakan ingin menjadi sepertimu. Aku tidak iri, setidaknya aku ingin agar ayah tidak membandingkanku denganmu."
Tatsuya memeluk adiknya itu. "Sudahlah. Kau tetap adikku. Aku pun juga iri denganmu yang lebih populer dari padaku saat sekolah dulu"
Gaby melihat pemandangan haru itu sebagai sesuatu yang indah. Dimana kedua kakak beradik ini sama-sama saling menyayangi dan tidak ingin kehilangan satupun.
-----
Pagi harinya, Gaby dan Tatsuya duduk berhadapan di meja makan. Sarapan hari ini memang di masak oleh Gaby dan tak lupa jus andalan Tatsuya pun juga menjadi santapan mereka.
Sebelum makan bersama, mereka berdua teringat dengan Takuya. "Tatsuya, apa kau mau memanggil Takuya?"
"Betul juga," balasnya. "Bisakah kau memanggilnya dulu? Biar aku membersihkan blender ini lalu kita bisa makan bersama."
Gaby mengetuk pintu kamar Takuya. "Takuya, kau sudah bangun belum? Kita makan pagi bersama.." Gaby mengetuk pintu itu cukup lama, tapi tidak kunjung mendapat sahutan. Akhirnya dia memutuskan untuk masuk ke dalam.
"Takuya?"
Dia melihat seluruh isi kamar itu kosong. Tatsuya segera menghampiri Gaby setelah dia selesai membersihkan blendernya.
"Dimana—" pandangan Tatsuya terhenti di sebuah kanvas besar yang sudah di lukis oleh Takuya.
Lukisan itu merupakan lukisan Tatauya dan Gaby yang saling bersandar pada punggung satu sama lain. Dan ada secarik kertas kecil yang ditinggalkan oleh Takuya disana.
Terima kasih karena sudah bersedia menampungku beberapa hari ini. Aku akan bicara kepada Ayah dan Ibu.
-Takuya.