Chereads / Fons Cafe / Chapter 4 - Episode 4

Chapter 4 - Episode 4

Sudah beberapa hari lamanya Gaby mencari pekerjaan, dan tak satupun yang berhasil dia lakukan. Hanya seorang lulusan SMA, tidak banyak yang mau mempekerjakannya. Sehingga, Gaby memilih untuk pergi ke Fons.

Disana, dia bertemu dengan Kris, dan bartender seperti biasanya.

"Kau sendirian saja?" Tanya Kris.

"Tatsuya sedang bekerja, Paman."

Kris melihat tanggal kalendernya. "Ini hari Kamis. Dan Tatsuya sedang di dalam pengadilan sepertinya."

"Pengadilan?"

"Tentu saja. Meski hanya berpura-pura, tapi kau harus tahu keseharian tunanganmu, Gaby," jelas Kris. "Tatsuya selalu melakukan persidangan di hari Kamis. Sisanya baru di kantornya."

Gaby hanya bergumam. Lalu tersenyum karena menyadari kebodohannya. Gaby berjalan menuju bartender, saat dia baru akan membersihkan piring bekas makannya, seorang gadis manis masuk ke dalam Fons. Dengan senyum lebar, dia pun menyapa Kris.

"KRIS!!" Serunya, dengan terkejut. Dia melihat seorang Gaby. "Jadi ini alasanmu menolakku selama ini? Kenapa Kris? Apa yang salah denganku?!"

"Berhentilah berteriak, dan aku tidak akan pernah menerimamu, Kree." Kree cemberut dan melihat kepada Gaby. "Dia keponakanku. Ku harap kau tidak mengganggunya seperti mantan-mantanku yang dulu. Kau tahu? Salah satu alasan mengapa aku tidak bisa menikah adalah karena dirimu?"

"Oh, ternyata dia keponakanmu. Aku Kree Naya, ya bisa kau lihat aku memang menggilai Pamanmu itu, tapi dia sudah menolakku berkali-kali," kata Kree sambil memperkenalkan dirinya dengan baik. Selanjutnya, Kris menjelaskan kalau Gaby merupakan tunangan bohongan dari Tatsuya, dan dia sedang mencari pekerjaan baru.

Tak lupa, Kris memberitahu kepada Kree kalau Gaby merupakan anak dari pemilik toko bunga kecil di kampung halamannya.

"Itu berarti kau bisa merangkai bunga?" tanya Kree. "Seharusnya kau sudah tahu kalau aku adalah florist terbaik di kota ini. Dan rangkaian bungaku sudah sering kali memenangkan lomba rangkaian bunga nasional dan internasional. Aku memang tidak sedang membutuhkan pegawai baru di toko bungaku. Tapi kurasa, kalau kau mau, kau bisa bekerja untukku."

"Bukankah kau mengatakan ingin menjadi desainer, Gab?"

Pertanyaan dari Kris menggali ingatan akan impian Gaby yang sudah sebenarnya dikubur olehnya. Dia sendiri lupa kalau dia pernah memiliki impian untuk menjadi seorang desainer terkenal. Impiannya memang menjadi desainer fesyen. Tapi karena keadaan, orang tuanya tidak bisa menyekolahkannya lebih lagi.

"Dari mana kau ta--"

"Aku sering melihat coretan-coretanmu di atas tisu yang kau ambil dan kau menggambar dengan bebasnya, lalu membuang tisu itu di tempat sampah."

Gaby jadi malu karena pamannya sudah tahu kebiasaannya itu.

"Bagaimana Gaby?" tanya Kree dengan senyuman hangat nan manis.

"Baiklah. Aku mau."

-----

"Jadi begitu?" gumam Tatsuya. "Kau bekerja di tempat Kree? Itu hebat sekali Gaby." Well, nyatanya sudah tiga minggu mereka tinggal bersama, dalam satu atap. Tiga bulan dari permintaan Tatsuya, dan juga Gaby. Rasanya lama sekali bagi mereka untuk berpura-pura bertunangan.

Tatsuya selalu membuatkan jus sayuran yang menurut Gaby menjijikan itu tiap paginya. Dan Gaby memasak untuknya.

"Tatsuya."

"Ya?"

"Ng..."

Ting. Tong.

"Siapa malam-malam begini datang?" Pikir Tatsuya.

Saat mereka berdua membuka pintu rumah Tatsuya, ternyata itu adalah adiknya, Takuya. "Apa yang kau lakukan, Takuya?"

"Aku kabur dari rumah."

Tatuya dan Gaby memasang mimik wajah bingung mendengar jawaban Takuya.

"Aku kabur, dan aku ingin menginap di rumahmu, Kak. Bolehkan?"

"Tentu saja." Jawab Tatsuya dengan yakin, sementara Gaby terlihat ketakutan. Takuya segera masuk ke dalam, dan memasuki ruangan yang selama ini jadi kamar tidur Gaby.

"Kalian tidur di kamar terpisah?"

Gaby terkejut, karena memang barang-barangnya masih berada di ranjangnya. Dan Takuya melihat adanya pembalut wanita. Gaby terkejut melihat barang pribadinya di temui oleh Takuya. Dia pun bisa saja di cap sebagai perempuan yang tidak rapih dan serampangan, karena suka menaruh barang di sembarang tempat.

"Gaby bilang tidak enak badan semalam, dan dia ingin tidur disini sendiri," kata Tatsuya. "Aku hanya menurutinya saja."

"Tetap saja, sebagai tunangannya, kau harus lebih memerhatikannya. Walaupun dia sakit, tidak seharusnya kalian tidur terpisah bukan?" balas Takuya. "Aku ingin istirahat. Kalian bisa kembali melanjutkan aktivitas kalian yang terganggu tadi." Takuya tersenyum dan menutup pintu kamar yang selama ini di pakai Gaby.

Di luar kamar, Gaby merasa kikuk. Dia bingung bagaimana kelanjutannya.

Tatsuya kembali dari kamarnya, dan dia baru menelepon ibunya. "Katanya, Takuya menolak pekerjaan yang ditawarkan dari perusahaan besar. Sehingga ayah marah. Aku sendiri tidak paham dengan sifat Takuya yang seperti ini."

Gaby hanya terdiam. Dia duduk di sebelah Tatsuya. "Aku yakin pasti ada alasan mengapa Takuya melakukan ini. Kita harus membantunya bukan?"

"Kau mau membantu masalah adikku?"

Gaby membulatkan matanya. "Astaga, tentu saja, Tatsuya. Kau dan aku, kita ini keluarga bukan? Jadi mengapa kita harus canggung untuk saling membantu?" tanyanya. "Dengan senang hati aku akan membantumu, khususnya Takuya."

Tatsuya memeluk Gaby. "Aku bersyukur karena memilihmu."

Deg!

Sejujurnya saja, kalimat singkat yabg di katakan oleg Tatsuya barusan membuat jantung Gaby berdegup tak keruan. Akibatnya, dia bisa merasakan darahnya berdesir lebih cepat.

-----

Selesai makan malam, Tatsuya dan Gaby masuk ke dalam kamar Tatsuya. Hal ini menjadi sedikit canggung. Pasalnya, Gaby tidak pernah tidur dengan orang lain, khususnya laki-laki.

"Kau ragu untuk tidur bersamaku?" Tanya Tatsuya.

Tatsuya memerhatikan pandangan kosong Gaby yang sepertinya takut. "Entahlah, mungkin karena aku tidak pernah tidur dan berbagi kamar bersama orang lain selama hidupku selain dengan orang tuaku."

Tatsuya bukanlah lelaki berengsek ataupun tipe lelaki yang suka menggoda perempuan dengan sentuhan-sentuhan apalagi rayuan.

Orang tuanya dan neneknya mengajarkannya tumbuh menjadi lelaki baik-baik yang harus menghargai perempuan. Walaupun, dia tidak memiliki adik perempuan.

"Aku terbiasa tidur dengan adik-adikku," jawabnya ringan sambil tersenyum. "Apalagi Toshiro. Dia selalu memintaku menemaninya tidur sewaktu masih meminum susu."

Gaby tertawa kecil. "Kakak yang baik.."

"Tentu saja. Sebagai kakak tertua, aku harus mencontohkan perilaku yang baik kepada mereka, yang aku contoh dari ayah, ibu dan nenekku."

"Oh iya, apa aku boleh bertanya?" Tanya Gaby.

"Tanya saja. Aku ini suamimu bukan?"

Deg!

Hatinya tak keruan lagi.

"Kenapa kau begitu menyayangi nenekmu?"

Tatsuya tersenyum hangat, dia jadi ingat dulu ketika dia menanyakan 'kenapa nenek begitu sayang padaku?' Dan dengan senang pula neneknya menjawav pertanyaan itu, seperti dirinya saat ini.

"Nenekku kehilangan Kakek beberapa bulan sebelum aku lahir, dan ketika aku lahir, orang tuaku sibuk dengan pekerjaannya, sehingga aku dititipkan kepada Nenek," jawabnya. "Aku sering melihat nenekku bersedih, tapi dia begitu menyayangiku, dan membuatku selalu tersenyum dan aku memintanya jangan bersedih."

Gaby mendengarkan cerita itu. Dia tahu hati polos seorang anak kecil bisa meluluhkan hati siapapun.

"Aku menyayanginya, dan aku menjadi pengacara juga karena nenekku, yang mengatakan kalau Kakek dulu pernah menjadi pengacara. Namun, karena Kakek terkena alzheimer, akhirnya Kakek berhenti, dan meninggal beberapa tahun kemudian."

Mata sayu Gaby sudah mulai tertutup, namun dia masih mendengar cerita Tatsuya.

"Tidurlah," katanya sambil mengusap-usap puncak kepala Gaby.

Gaby pun menghampiri ranjang yan selama ini menjadi tempat tidur Tatsuya. Di sebelahnya Tatsuya pun tertidur juga.