Tatsuya memang tidak bekerja pada hari Senin. Sejak dirinya memenangkan kasus pelanggaran HAM berat, yakni pembunuhan terhadap pekerja ilegal yang dilakukan oleh majikannya, namanya pun mencuat.
Pengamatan yang teliti terhadap setiap detail kasusnya membuat Tatsuya dikenal sebagai pengacara yang telaten juga rapih. Dalam artian, setiap kasus yang berhasil di menangkannya tidak akan membuat pihak yang kalah mengajukan banding, ataupun kasasi.
Tatsuya mendapatkan keuntungan pribadi sejak itu. Liuz, pemilik firma hukum yang menjadi tempat kerjanya itu memberikan kelonggaran bagi Tatsuya. Dimana dirinya hanya dituntut untuk masuk sebanyak tiga hari dalam seminggu.
Hari Senin, Jumat, Sabtu dan Minggu adalah jadwalnya bekerja di rumah. Meskipun tidak jarang ada klien yang mencarinya di akhir minggu dan jam luar kantornya.
Tatsuya sendiri tidak keberatan apabila ada klien yang ingin menggunakan jasanya, namun tidak memiliki biaya. Baginya, yang terpenting adalah kebenaran yang harus di benarkannya. Dan apabila kliennya terbukti bersalah, Tatsuya tak segan untuk mengembalikan uang milik kliennya.
Sementara Gaby hanya lulusan SMA, yang sebenarnya ingin sekali melanjutkan kuliah, untuk menjadi desainer. Sayang sekali, kedua orang tuanya tidak memiliki cukup biaya untuk menyekolahkannya.
Apalagi biaya untuk menjadi desainer tidak sedikit. Hal ini juga yang membuat orang tua Gaby memilih Gaby untuk meneruskan toko bunga kecil di rumah mereka saja. Tapi Gaby lebih condong untuk mengadu nasib ke kota sehingga akhirnya dia bekerja sebagai resepsionis sebuah hotel kecil, dan bertemu dengan Matt.
Mereka pun mulai berkencan sampai Matt memberikan surat itu kemarin. Dengan ijazah yang terakhir dimilikinya, SMA dan juga kemampuannya, mustahil sepertinya untuk Gaby bisa mendapatkan pekerjaan lagi.
Tok-tok-tok.
Tatsuya mengetuk pintu kamar Gaby, "kau sudah bangun? Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu."
Gaby membuka pintu kamarnya. Tentu saja dia sudah siap. Dia sudah memakai gaun semiformal berwarna hijau pastel, dan rambutnya di gerai.
"Ini untukmu," kata Tatsuya, sambil menyodorkan segelas jus, sepertinya. Karena Gaby sendiri tidak yakin apakah minuman itu bisa disebut jus atau tidak. "Ini jus. Minumlah, untuk kesehatanmu," kata Tatsuya tulus.
Walaupun Gaby tidak mau meminumnya karena minuman itu aneh, tapi dia tetap menghargai Tatsuya, sehingga ia segera meminum jus tersebut dalam sekali tenggak.
Tatsuya tersenyum. "Kau menyukainya?"
Gaby berusaha tersenyum, "Rasanya aneh. Tapi membuat tubuhku lebih segar dari biasanya."
"Tentu saja. Sayuran-sayuran yang ku masukkan merupakan pilihan yang terbaik," balasnya. "Setelah makan, kita akan pergi."
"Kau tidak bekerja?"
Tatsuya menggeleng. "Aku bekerja di hari Selasa, Rabu dan Kamis. Selebihnya aku hanya bekerja di rumah. Apa bila aku masuk, tentu saja akan di hitung lembur."
-----
Di dalam mobilnya mereka berdua mendengarkan radio.
"Kita mau kemana sebenarnya?" Tanya Gaby.
"Seperti yang sudah kubilang. Nenekku sakit, sehingga aku harus meyakinkannya kalau aku sudah memiliki seorang calon isteri. Untuk itu aku mengajakmu," balas Tatsuya. "Kita tidak akan lama disana. Mungkin hanya sampai makan siang."
"Bagaimana kalau nenekmu menanyakan hal-hal lain tentang kita?"
"Hmm.. tentu saja sama seperti yang kemarin."
"Kalau keluargamu menanyakan pendidikanku, pekerjaanku dan--"
Tatsuya menatap lembut kedua mata Gaby. Saat itu, mereka sudah sampai di rumah sakit tempat nenek Tatsuya di rawat.
Rumah sakit yang berada di sudut kota itu memang cukup bagus, dan ramai. "Orang tuaku seharusnya tidak ada. Kalau pun mereka datang, sepertinya tidak akan datang di jam besuk siang ini. Pasti sore ketika adik-adikku sudah pulang sekolah."
Gaby mengangguk, lalu beranjak keluar dari mobil Tatsuya. Mereka berjalan berdampingan sampai di depan pintu masuk dan bertemu dengan sosok yang mirip sekali dengan Tatsuya.
"Kakak?"
Tatsuya terlihat terkejut saat melihat adiknya memanggil dengan sebutan kakak.
"Takuya?" Balasnya. "Apa yang sedang kau lakukan disini?"
"Memangnya aku tidak boleh bertemu dengan nenekku sendiri?" Tanyanya balik, lalu melirik kepada Gaby yang berdiri di sebelah Tatsuya. "Kau sudah memiliki pacar sekarang?"
Tatsuya melihat Gaby dan tersenyum. Tak lupa, sebelah tangannya melingkar di sekeliling pundak Gaby. "Bersikaplah baik padanya. Takuya, ini tunanganku, Gabriella."
Gaby membungkuk sedikit. Karena memahami bahwa Tatsuya adalah keturunan Jepang, sehingga dia pun menyesuaikan dengan budayanya.
"Takuya Maruyama." Tanpa banyak bicara lagi, mereka bertiga memasuki pintu rumah sakit dan menuju tempat dimana nenek Takuya dan Tatsuya di rawat.
Gaby tetap berada dalam rangkulan Tatsuya sampai di depan pintu perawatan. Di dalam sana, sudah ada dua orang tua Tatsuya yang sedang menemani neneknya mengobrol.
Juga ada dua anak laki-laki lainnya yang memiliki wajah mirip dengan Tatsuya juga.
"Kakak!!" Seru adik-adiknya yang senang sekali melihat kedatangan Tatsuya. Dengan senyum yang mengembang, Tatsuya pun menggendong adiknya ysng paling kecil.
Kedua orang tua Tatsuya juga memerhatikan gadis yang berada disebelah Tatsuya.
"Siapa gadis manis yang kau bawa ini, Tatsuya?" Tanya Nenek.
Gaby membungkukkan tubuhnya sedikit sambil tersenyum. "Nama saya Gabriella Evangeline, senang bertemu dengan keluarga Tatsuya."
"Gaby adalah tunanganku. Maaf baru sempat memperkenalkannya pada kalian," sesal Tatsuya.
Ibu Tatsuya memberikan pancaran senyuman yang hangat dari matanya. Kemudian memeluk Gaby. "Tak kusangka putra sulungku akan membawa seorang gadis semanis dirimu untuk diperkenalkan kepada kami."
"Apa itu artinya kau akan menikah?" Tanya adik keduanya.
Gaby tak menjawab.
"Tentu saja."
"Hebat! Aku bisa memakai jas yang bagus kalau begitu! Ya kan, Ayah, Ibu?" Tanya adik Tatsuya yang berada dalam gendongannya.
Ayah Tatsuya berdeham. "Sejak kapan kalian mulai berkenalan dan memutuskan untuk bertunangan?"
"Aku bertemu dengannya di cafe, tempat teman-temanku dan aku sering berkumpul. Awalnya aku mengantarnya pulang karena saat itu sedang hujan deras, setelahnya kita sering bertemu dan mulai berkencan."
Ceritanya persis seperti yang dia ceritakan kepada orang tua Gaby kemarin.
"Dimana kau melamarnya?" Tanya Ibu Tatsuya.
"Di pantai, Bu."
Setelah itu, mereka menghabiskan waktu untuk mengobrol, menemani nenek makan siang dan pulang.
Tentu saja kedua orang tua ingin makan semeja dengan anak sulung yang sudah lama tak mereka temui itu. Sehingga, Tatsuya dan Gaby untuk makan siang di pinggir pantai, yang tak jauh terletak dari rumah sakit.
-----
"Takuya baru saja menyelesaikan kuliahnya, dan sudah melamar kerja. Sementara adik-adik Tatsuya yang lain masih sekolah," jelas Ibunya, "Takehiko, kelas dua SMP dan Toshiro, kelas tiga SD."
"Pasti dia sudah mendengarnya dari Tatsuya sendiri, Bu," dengus Takuya.
"Jaga ucapanmu, Takuya," balas Ayah. "Apa pendidikan terakhirmu, Gabriella?"
Gaby mematung, dia melihat ke arah Tatsuya. Seperti sihir, mata Tatsuya mengatkan, katakan saja. Orang tuaku tidak akan menghinamu. Akhirnya, entah dorongan dari mana, Gaby tersenyum dan menjawab. "Aku hanya lulusan SMA. Kedua orang tuaku tinggal di pinggiran kota, dan kami memiliki sebuah toko bunga kecil."
"Dan pekerjaanmu disini?"
"Aku bekerja di sebuah hotel kecil sebagai resepsionis. Tapi sejak bertunangan, aku berhenti bekerja, dan akan mencari pekerjaan baru..."
"Astaga. Tatsuya!" Seru Ibunya, "Tega sekali kau meminta calon isterimu untuk tetap bekerja?"
Tatsuya hanya tersenyum. "Itu keinginannya, Bu. Aku hanya mendukungnya saja."
"Tidak perlu berkecil hati, Gabriella. Kami tidak akan memandang rendah terhadapmu," kata Ayah menenangkan Gaby yang terlihat tegang. "Jadilah isteri yang baik untuk Tatsuya dengan mendukung pekerjaannya."
Gaby mengangguk.
Makanan pesanan mereka pun mulai berdatangan, lalu mereka menyantap makan siang mereka.
-----
Sebelum pulang, Tatsuya mengajak Gaby untuk berjalan di sekitar pinggiran pantai.
"Kita tidak pulang?"
"Kau ingin kita pulang saja? Padahal aku ingin berjalan-jalan lebih lama denganmu," katanya dengan senyum yang mengembang.
Gaby pun berlari ketika melihat ombak mendekat ke bibir pantai. Dia merasa senang ketika kakinya mulai terkubur saat ombak kembali ke laut.
"Kau seperti Take dan Toshiro saja. Sangat senang ketika bermain di pantai seperti ini," komentar Tatsuya.
"Ini menyenangkan!" Detik berikutnya, senyum Gaby sirna. Kesedihan kembali memenuhi mata Gaby.
Tatsuya mendekatinya. Dia memerhatikan gadis yang mematung. Matanya berkaca-kaca. "Apa yang terjadi?"
"Matt... Dulu Matt sering mengajakku kesini. Disini juga dia memintaku untuk menjadi pacarnya..."
Tatsuya memang tidak pernah memiliki pengalaman sesedih pengalaman gadis di depannya ini. Tapi melihatnya saja sudah cukup untuk tahu kalau Gaby sangat sakit ketika di tinggal oleh Matt.
"Sudahlah, kau tidak seharusnya menangisi lelaki seperti itu," kata Tatsuya, sambil memeluk Gaby. Dia pun mengusap-usap puncak kepala Gaby seperti semalam lagi. "People who have truly love another person have the capacity to be loved in return. It'll be alright, Girl."