"Bye sayang"
Claire mencium pipi Cindy bergantian, siang ini Claire akan pergi ke Bandung untuk menyelesaikan masalah disana.
Claire dibawa Pras ke rumahnya untuk pamit pada Tina dan Cindy disana, karena papanya sedang diluar.
Cindy senang dengan kedatang Claire siang ini, begitu enggan lepas dari gendongan Claire.
Tina sekali pun tidak bisa merayu Cindy untuk ikut saja dengannya, Cindy memang sudah bersama Claire sejak pertama lahir.
Setiap hari Claire selalu menyempatkan diri ke rumah untuk sedekar menimang Cindy, sampai Cindy akhirnya mengenali Claire dan saat itu Claire mulai jarang ke rumah karena kesibukan kantornya.
Tapi Cindy sudah mengenal Claire, dan Cindy selalu senang kalau Claire tiba-tiba datang menemuinya.
Seperti hari ini, sudah berhari-hari Claire tidak datang, saat datang Cindy langsung nempel dan tidak mau terpisah.
"Gimana tante .... sedih"
Ucap Claire yang bisa dipastikan akan membuat Cindy menangis kali ini.
"Mau bagaimana lagi, dari pada kamu gagal berangkat"
"Aaaa sedih, kamu jangan nangis ya sayang"
Cindy tersenyum dan mengangguk, mungkin memang Cindy belum begitu paham dengan maksud dari setiap kata yang didengarnya.
Cindy juga belum terlalu pintas berbicara da merangkai kata, Cindy masih belajar untuk semuanya.
"Sudah, ayo sama mama lagi"
"Iya sama mama ya, kakak mau pergi dulu"
Cindy menggeleng, dan memeluk Claire ketika tangan Tina terulur kearahnya.
Claire tersenyum dan mengusap punggung Cindy, Claire selalu berat dengan keadaan ini.
Padahal hal seperti itu sudah sering terjadi, setiap Claire akan meninggalkan Cindy, sudah pasti Claire akan mendengar tangisannya.
"Ayo sayang, sini"
Tina meraih tangan Cindy, tapi Cindy menolak.
gak .... gak .... gak .... gak.
Cuma itu yang Cindy katakan untuk setiap bujukan Tina, Claire melirik Pras, kenapa hanya diam saja bukannya membantu.
"Ini salah kamu ya, malah bawa aku kesini"
Pras hanya tersenyum tanpa berkata apa pun, Tina terus saja membujuk Cindy, pelukan Cindy menguat saat Tina merebutnya dari Claire.
"Gaaakk .... gak .... gaaak"
Teriak Cindy yang akhirnya menangis karena terlepas dari Claire, Cindy berontak di gendongan Tina ingin kembali pada Claire.
"Kamu hati-hati ya, tante harus masuk sekarang"
"Iya tante"
Tina berlalu meninggalkan mereka dengan membawa Cindy yang menangis semakin jadi.
"Ih nyebelin banget sih"
Claire memukul Pras dengan kesal, Claire jadi ikut menangis karena Cindy.
"Sama aja cengengnya"
Pras mengusap kepala Claire, Pras sudah terbiasa dengan itu, dan Pras menyukainya.
Bukankah anak kecil itu jujur, dia akan sayang sama orang yang memang baik dan menyayanginya.
Dan bukankah segitu sayangnya Cindy pada Claire, itu berarti Claire memang baik dan tulus menyayangi Cindy.
"Udah berangkat, mau berangkat jam berapa?"
"Ya sekarang"
"Ya udah, perlu aku antar ?"
"Gak usah, kamu balik kerja aja"
"Ya udah kita kan searah, nanti pisah di tempat kerja aku ya"
Claire mengangguk setuju, keduanya memasuki mobil masing-masing, dan juga sama-sama pergi meninggalkan rumah Pras.
Pras tidak bisa mengantar Claire ke Bandung, karena Pras juga memiliki kesibukannya sendiri, kesibukan yang memang tidak bisa ditinggalkannya sekarang ini.
Tapi itu bukan masalah, Claire juga tidak meminta Pras untuk menemaninya.
Jika memang bisa Claire tidak perlu memaksa Pras karena Pras akan datang dengan sendirinya menawarkan jasa pendamping.
Mobil keduanya berhenti dan sama-sama keluar dari dalamnya.
"Aku pergi ya"
"Hati-hati jangan telat kabari terus, kalau ngantuk istirahat dulu jangan dipaksakan nanti bahaya"
"Siap tuan"
"Istirahatnya di tempat yang benar, makanannya bagus sehat, tempatnya juga nyaman"
"Iya"
"Kabari terus ya"
"Iya bawel"
"Jangan lama-lama disana, cepat selesaikan masalahnya"
"Iya"
"Kalau memang tidak bisa sendiri, kamu hubungi atasan kamu saja jangan mau repot sendiri"
"Iya Pras"
"Gak ada yang ketinggalan kan, uang .... bekal pakaian .... make up kamu tuh"
"Aman"
"Yakin"
"Yakin, aku sudah siapkan semuanya dengan lengkap"
"Jaga diri disana, jangan keluyuran malam"
"Iya"
"Istirahat yang cukup"
"Iya, kamu berisik sih"
"Diingatkan juga kenapa malah kaya gitu"
"Iya terimakasih"
"Ya udah sana berangkat, cemilan buat sekarang ada"
"Ada, udah satu kantong aku siapkan"
"Bagus"
"Ya udah aku pergi ya"
"Iya hati-hati"
"Ok, sampai ketemu lagi, babay tuan ku"
Claire tersenyum dan mengangguk hormat, Pras menggeleng, memeluk Claire sesaat.
Mereka akan berjauhan lagi sekarang, sering sekali Clare pergi-pergi seperti ini.
"Udah, sana masuk"
"Sana kamu pergi dulu"
Claire mengangguk dan berjalan memasuki mobil, melambaikan tangannya kearah Pras dan pergi darinya.
Pras mengehembuskan nafasnya berat, ingin sekali Pras menemani Claire ke Bandung, tapi sayangnya pekerjaan Peas terlalu banyak dan terburu-buru.
Pras tidak bisa meninggalkannya dengan alasan apa pun, bahkan tentang Claire sekali pun.
Pras memasuki mobilnya, memasukannya ke parkiran, sampai akhirnya Pras kembali lagi berhadapan dengan pekerjaannya di dalam sana.
Mengembalikan fokusnya pada pekerjaan, meski sebenarnya sulit karena Pras masih memikirkan Claire di perjalanan sana.
Pras akan sangat menantikan sambungan dari Claire, sekali pun tengah bekerja Pras akan menjawabnya dengan cepat.
Claire memutar musik untuk menemani perjalanan panjanganya, Claire akan merindukan Pras disana.
Claire harus menolak ajakan Pras untuk pergi nonton malam ini, karena tugas Claire kali ini harus diutamakan.
Claire akan menyelesaikan masalahnya secepat mungkin, agar Claire bisa cepat kembali ke kota asalnya.
Claire akan kembali pada kesibukannya di kantor, dan tentunya akan kembali juga pada kebersamaannya dengan Pras.
Selain kantor dan pekerjaan, Pras menjadi salah satu tujuan Claire, entah kenapa Claire selalu saja merindukan kebersamaan mereka disana jika telah lama terpisah.
Claire juga akan merasa kehilangan meski sekedar tidak mendengar suara Pras, mungkin benar Pras memang telah menjadi satu-satunya orang yang paling berharga bagi Caire.
Mereka akan sama-sama kehilangan jika terpisah terlalu lama, dan lalu .... bagaimana nanti kalau salah satu dari mereka ada yang harus pergi.
Entah Claire yang kehilangan Pras, atau mungkin juga sebaliknya, bukankah manusia ada dalam garis kekuasaan Tuhan.
Tapi sepertinya mereka tidak akan bisa menerima jika perpisahan itu benar terjadi, mereka sering kali menghabiskan waktu berdua.
Kehilangan mungkin akan menjadi akhir bagi hidup dia yang akan ditinggalkan nantinya, entah siapa pun itu yang jelas itu sudah menjadi hal pasti.
Mereka akan selalu bersama selama waktu masih ada bersama mereka, seolah tidak membutuhkan yang lain, keduanya mampu menjadi sempurna untuk kekurangannya masing-masing.
Menjadi warna terang bagi setiap kegelapan yang dirasakannya, dan menjadi penyemangat disaat semangat mulai menghilang.
Sahabat adalah segalnya, dia mampu menjadi apa pun yang diharapakan, jadi sosok keluarga .... teman .... pacar, bahkan musuh sekali pun.
Sahabat adalah warna sempurna bagi mereka berdua.