Hari ini, di hadapan selembar kertas dan puluhan soal ujian, semua siswa nampak menegang karena belum siap menghadapi yang namanya ujian. Apalagi, UJIAN AKHIR SEMESTER! Bayangkan, jika mereka hanya berleha-leha saja, nasib mereka mungkin tidak tau seperti apa. Bisa jadi mereka tidak naik kelas?
Bu Ajeng, dengan penggaris panjang yang menjadi senjatanya, dia mengawasi setiap pergerakan anak muridnya. Satu gerik saja mencurigakan, Bu Ajeng akan langsung mengintimidasinya.
"Kerjakan dengan jujur dan percaya diri, karena kalau kalian sendiri tidak yakin dengan usaha kalian, maka kalian juga akan ragu dengan hasilnya nanti. Dua jam waktu pengerjaan, dimulai dari sekarang."
Semua siswa mulai mengutak-atik pensilnya, membolak-balikkan kertas soal, tak lupa jurus leher pegel agar mereka bisa bebas menengok ke teman seperjuangannya. Berjuang untuk nyontek!
Berbeda dengan Cliera. Dia nampak gelisah. Astaga! Cliera tidak belajar semalam, bagaimana ini?
"Muka lo kenapa, Lie?"
Ah sial. Rayhan tau Cliera gelisah. Sekarang yang harus Cliera pikirkan adalah, bagaimana caranya agar dia bisa mengerjakan ulangan dengan baik dan benar? Nyontek Rayhan? Apa mungkin? Kalau ketahuan bagaimana?
"Sya, lo kan pinter nih-"
"Iya, gue tau gue pinter, jangan diumbar terus ah, nanti gue dibilang sombong lagi. Padahal emang iya sih gue suka sombong haha!" Tuh kah kumat lagi gilanya, "eh btw, makasih Iho pujiannya, jadi enak dipuji calon istri." celetuk Rayhan.
Kalau bukan karena butuh, Cliera tarik kembali ucapannya barusan. Rayhan menyebalkan!
"Gue nyontek lo ya?" bisik Cliera yang hanya terdengar oleh Rayhan. Semoga saja Bu Ajeng gak denger, kalo sampai Bu Ajeng tau, habislah Cliera! Bu Ajeng guru killer nomor 2 setelah Bu Indah. Walaupun parasnya cantik, tapi tetap saja galak.
"APA?! LO MAU hmmpph-" Cliera membekap mulut Rayhan yang ember. Benar-benar ingin di baku hantam!
"CLIERA? RAYHAN? KALIAN BERDUA KENAPA?!" bentak Bu Ajeng, dia kaget dengan teriakan Rayhan barusan, begitu juga teman satu kelasnya.
"Lie mau nyontek, bu!" adu Rayhan sekenanya.
Mampus! Mati kau Cliera! Padahal kan baru niat, belum nyontek beneran. Rayhan sialan! Setelah ini Cliera cingcang mulutnya!
"Benar Cliera?" tanya Bu Ajeng memastikan.
Cliera menggeleng ragu, dia memang tidak menyontek, tapi akan menyontek.
"Bohong Bu! Lie tadi bilang sama saya, kalo dia mau nyontek ke saya!" Emang dasar Rasya asu! Bukannya belain, malah ngomporin!
"Serius, Li?" bisik Aruna.
"Wah, nyari mati lo!" bisik Abigail.
"Sabar ya, Cliera," bisik Keyla.
Bukannya dibantuin, malah ditakutin. Gak ada akhlak!
"Jawab jujur Cliera!" desak Bu Ajeng.
Mau bagaimana lagi? Cliera mengangguk pasrah. Lagi pula Cliera malas mengikuti ujian ini, lebih baik dia dihukum di lapangan atau membersihkan wc, daripada harus bergelut dengan angka yang musingin ini.
Masalah nilai? Cliera tidak terlalu mempermasalahkan. Toh, masa depannya juga masih suram. Apalagi dengan hidupnya yang serba kekurangan. Cliera tidak mempunyai keahlian di bidang apapun sama sekali.
"Keluar dari pelajaran saya, dan hormat pada tiang bendera sampai jam istirahat!" titah Bu Ajeng, Cliera mengangguk dan beranjak dari duduknya pergi keluar kelas menuju lapangan.
Apa katanya? Sampai jam istirahat? Jadi maksudnya Bu Ajeng menyuruh Cliera untuk berjemur selama 2 jam?
Setelah kepergian Cliera, entah ada angin apa Rayhan beranjak berdiri dan mengangkat tangannya.
"Bu, Cliera emang nyontek. Tapi saya yang ngajak dia kerja sama!"
"Maksud kamu?!" Bentak Bu Ajeng.
Dalam hati, Rayhan merutuki ucapannya sendiri. Tapi tak apalah! Ini semua dia lakukan agar bisa berduaan dengan Cliera, si cewek jutek yang diyakini sebagai calon istrinya. Calon istri mulut mu!
"Dasar tolol!" Jeffry terkekeh menahan tawa.
"Nah kah, makin hari makin bego!" timpal Gian.
"Itu baru adik ipar gue!" Reyhan mengacungkan jempolnya.
"Diam kalian! Rayhan, jelaskan!" desak Bu Ajeng.
"Ya... kerja sama, bu! Kan, gotong royong itu harus diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Benar kan, bu? Nah, maka dari itu saya sama Lie kerja sama! Saya yang ngitung, Lie yang nulis! Seperti kata pepatah, berat sama dipikul ringan sama
di jinjing. Jadi cepat kelar."
Somplak! Pembelaan macam apa itu? Harusnya Rayhan menjelaskan
"BERSIHKAN GUDANG SEKARANG?!"
"Gak ah! Saya mau hormat di lapangan aja, kasian Lie sendirian. Jomblo itu gak enak bu, iya 'kan?"
"Tau dari mana kamu?!" tanya Bu Ajeng Innocent.
"Dari ibu, kan ibu jomblo, gak ditembak-tembak sama Pak Dadang!"
Murid gesrek! Tidak takut dosa apa ngumbar aib gurunya?
"RAYHAN!!"
"Permisi bu, DADAAHH."
Rayhan secepat kilat mengejar Cliera keluar kelas menuju lapangan. Telinganya bisa-bisa tuli jika berlama-lama di kelas.
"Eh Li, Io tau gak perbedaan sawah, bensin, sama Pak Duloh apaan?" tanya Rayhan ditengah-tengah hormatnya pada tiang bendera.
Sudah panas bodi, panas kuping pula karena Rayhan yang selalu berisik. Gak sekalian aja pidato di lapangan, daripada ngebacot dan membuat Cliera kesal.
"Woy Li! Kok diem aja sih? Tau jawabannya gak?"
"Gak tau! Dan gak mau tau!" sarkas Cliera.
"Oke gue kasih tau jawabannya!"
Dibilang gak mau tau juga, emang dasar sakit jiwa nih orang!
"Kalo sawah itu kotak, kalo bensin 2 tak, nah kalo Pak Duloh botak! Hahaha..!"
"Apaan sih? Gak jelas lu!" sinis Cliera, walaupun sedikit terkekeh sih karena menahan tawa. Apalagi saat Rayhan menyebutkan Pak Duloh botak, Cliera langsung teringat kepalanya Pak Duloh yang kinclong dan bikin silau.
"Ketawa mah ketawa aja kali, gak usah ditahan."
"Siapa juga yang ketawa?!" sewot Cliera.
"Gue! HAHAHA..!" dengan ketidakjelasan nya, malah Rayhan yang tertawa.
"Dasar gila."
"Kenapa bintang di langit?" tanya Rayhan lagi.
"Lo nanya sama gue?"
"Sama rumput yang bergoyang."
Cliera hanya ber'oh ria tanpa memperdulikan lelucon Rayhan selanjutnya. Sebenarnya Cliera ingin sekali mendengarnya, Rayhan receh tapi bikin kangen! Astaghfirullah Cliera khilaf!
"Serius Li, gue nanya sama lo! Kenapa bintang di langit?"
"Kenapa?"
"Karena kalo di wc itu tai."
"Jorok gilak!!"
Bel istirahat berbunyi, itu artinya hukuman Cliera dan Rayhan telah selesai. Wajah mereka terlihat lemas dan penuh dengan keringat di sekujur tubuhnya. Mungkin karena dia kepanasan harus berjemur dari pagi sampai siang.
"Sumpah kaki gue lemes banget!" pekik Cliera yang mengusap keringatnya.
"Ini sekolah atau karantina TNI sih? Kejam amat sama muridnya." timpal Rayhan yang menselonjor kan kakinya.
Setelah aktivitasnya mengumpat dan mengoceh tiada henti, Cliera dan Rayhan memutuskan untuk mengakhiri kegiatan laknatnya. Bodo amat dengan Bu Ajeng yang akan mencak-mencak dan ceramah tujuh keliling.
Rayhan berjalan meninggalkan lapangan dan pastinya Cliera juga. Berniat pergi ke kantin untuk membeli minuman untuknya dan Cliera. Tapi kantin sangat jauh, dan Rayhan masih lemas bukan main.
Tanpa rasa malu, dia merebut minuman milik seorang kakak kelas yang diketahui bernama Oliv. Dia salah satu temannya Rani, jadi tidak sulit untuk Rayhan memintanya, mereka juga sudah sangat akrab dari SMP.
"Makasih ya Olap."
"Berapa kali harus gue bilang, kalo nama gue itu bukan Olap, tapi Oliv anjir!"
"Iya Oliv anjir!"
Rayhan gila! Untung saja Oliv mengenal Rayhan dan dia tau si trouble maker boy yang banyak diidam-idamkan oleh kaum hawa di Trisakti. Selain ramah dan humoris, Rasya juga supel dan mudah bergaul dengan semua orang. Jadi jangan heran jika satu sekolah tau dia siapa. Bukan terkenal hanya karena parasnya, tapi juga karena receh nya.
"Ihh Rayhan! Oliv aja, gak pake anjir!" protes Oliv.
"Mana gue tau, orang di ucapkan nya gak pake koma."
Setelahnya Rayhan ngibrit meninggalkan Oliv menuju lapangan.
Ditengah jalan, Rayhan tiba-tiba tersedak karena terus berlari. Dia juga dehidrasi. Akhirnya dia tanpa sadar meminum air mineral yang akan dia berikan untuk Cliera. Rayhan lupa minumannya hanya satu, tapi mau bagaimana lagi? Namanya haus!
"Kesehatan diri sendiri lebih penting! Cliera mah nomor dua!"