Cliera duduk dibawah pohon yang terletak di seberang lapangan untuk berteduh. Sumpah, panasnya matahari membuat Cliera pusing.
Sebelumnya Cliera sudah mengirim pesan pada Abigail untuk membelikannya minuman saat di kantin. Tapi sampai sekarang Abigail masih belum datang juga.
Sesaat terulur tangan seseorang yang memberinya sebotol minuman. Cliera kira itu Abigail, jadi dia langsung mengambil paksa minuman itu.
"Lama banget sih beli minum doang! Kalo gue dehidrasi gara-gara Io gimana?" Cliera membuka tutup botol minuman tersebut dengan mudah, aneh! Tapi yasudah lah!
"Sorry," ujar orang yang Cliera sangka adalah Abigail.
"Pprrtt" Cliera tersentak kaget sampai menyemburkan air tersebut saat mendengar suaranya. Suara laki-laki! Tapi masa iya Abigail tumbuh jakun?
Cliera terkejut saat menoleh kearahnya dan ternyata dia bukan Abigail melainkan Rayhan. Orang tersebut menatap Cliera dengan wajah khasnya, senyuman yang merekah.
Tapi tunggu! Seingat Cliera, minuman yang Rayhan kasih tinggal setengah. Apa mungkin tumpah? Tapi masa sih? Atau jangan-jangan?
"Minumannya bekas ya?"
Rayhan mengangguk tanpa dosa.
"Bekas siapa?!" tanya Cliera semakin curiga.
"Gue," jawab Rayhan dengan nada santainya.
Cliera membulatkan matanya. Sial! Rayhan brengsek! Itu artinya?
"Ciuman pertama gue?!" pekik Cliera yang mengelus-elus bibir malangnya. Kenapa harus Rayhan? Kenapa harus orang gila itu?
"Alhamdulillah dong!"
"APA LO BILANG?! RAYHAN SIALAN LO! PERGI DARI HADAPAN GUE!" bentak Cliera dengan tatapan tajamnya.
"Iya, assalamualaikum calon istri." Cliera diam dengan tatapan elangnya.
"dijawab dong! Muslim kan?"
"Kumsalam!"
"Yang bener, masa jawab salam asal-asalan sih? Ulangin!"
Bagai murid yang patuh pada gurunya, Clara menuruti perintah Rayhan.
"Waalaikumsalam warohmatullahi wabarakatuh. PUAS?!"
"Masyaallah calon istri gue Sholehah amat sih?" Rayhan mengelus halus surai panjang Cliera, namun secepat mungkin Cliera tepis kasar tangannya.
"BODO! PERGI LO!"
"Kiss bye dulu dong."
"Bacot!"
"Ilove you too."
"RAYHAN GILA!!!"
***
Napas Cliera memburu, pundaknya naik turun. Dia benar-benar marah pada laki-laki gila bernama Rayhan Ananda. Sialnya, si gila telah mengambil first kiss nya.
Cliera dengan cepat menghampiri Abigail yang tengah berada di kantin. Dia ingin melampiaskan amarahnya dengan makan. Hanya itu yang bisa Cliera lakukan.
'BRAKK!'
Cliera menggebrak meja hingga membuat Abigail terlonjak kaget, bukan hanya Abigail, tapi seluruh penghuni kantin juga sama terkejutnya.
"Astaga, Cli! Sorry ya, gue tadi lupa beliin lo minum. Soalnya tadi si Gibran ngerebut jus lo, yaudah gue pesen lagi. Eh, pas gue mau pesen lagi gue malah lupa dan keasikan-"
"Diem!" sarkas Cliera dengan nada dinginnya. Abigail bergidik ngeri, ada apa dengan sahabatnya ini?
"Lo kenapa, Cli? Lo marah sama gue? Yaampun Cli, gue bener-bener lupa! Suer deh!"
Cliera melirik bakso dihadapannya, tidak! Dihadapan Abigail lebih tepatnya. Bakso yang baru saja Abigail pesan direbut paksa oleh Cliera.
"Cli, kok makanan gue diambil sih?"
Cliera mendelik tajam dan sukses membuat Abigail bungkam. "I-iya, makan deh, makan."
Cliera menelan bakso yang lumayan besar dalam satu suapan.
"Gila! Lo kesurupan jin apaan? Makannya pelan-pelan dong, Cli. Nanti keselek Iho!"
Benar saja, Cliera tersedak karena terlalu banyak mengunyah dan tak menelan makanannya.
Abigail yang panik, langsung menyodorkan minuman untuk Cliera, "tuh kan, dibilangin gak mau nurut sih!"
"Ihhh... ini juga gara-gara lo! Lo yang doain gue keselek! Jadi kenyataan kan!" rengek Cliera.
Abigail hanya tertawa kecil, "eh Cli, apa jangan-jangan gue titisan cenayang ya? Sakti gitu, doain lo langsung kejadian. Hahah."
Cliera mendengus kesal, "ini semua gara-gara Si tolol! Bibir gue gak suci lagi!"
'Uhuk uhuk'
Mampus!
Sesampai di rumah, Cliera mendengar kembali perdebatan kecil antara papa dan mama nya. Awalnya Cliera tak mau ikut campur, tapi mereka bilang salah satu diantaranya akan membawa dirinya. Cliera sudah menyangkal, bahwa orang tuanya akan bercerai.
Sejak saat itu Cliera sangat membenci mamanya, Cliera benci kata-kata manisnya.
Arjun berteriak dan membentak. "Cliera akan ikut bersama saya! Dia lebih pantas hidup bersama saya dibandingkan dengan kamu!" teriak Arjun.
"Tidak! Kalo kamu mau pergi silahkan! Tapi jangan bawa anak saya!"
"Cliera anak saya! Dan dia harus ikut bersama saya dibandingkan dengan perempuan tidak tahu diri seperti kamu!" hardik Arjun.
"Saya sudah bilang, itu semua salah paham!"
Mendengar perdebatan diantara mereka, Cliera rasanya tak tahan lagi. Air mata Cliera lolos begitu saja. Cliera sendirian masih tidak bisa percaya dengan rusaknya hubungan orang tuanya. Tapi semenjak beberapa hari lalu Cliera tahu Aisyah berbohong, bilang kalau dia pergi ke Jogja tapi malah ketahuan selingkuh dengan rekan bisnisnya.
Dunia terasa runtuh, Cliera sakit mendengarnya. Walaupun Aisyah jarang ada di rumah, tapi dia sosok ibu yang setia dan penyayang. Tapi kenapa dia tega mengkhianati papa nya?
"Cliera mohon cukup... Cliera gak tahan lagi Tuhan," gumam Cliera.
Cliera keluar rumah melalui jendela kamarnya dan pergi mencari udara segar. Dia tak mau stres bila memikirkan masalah orang tuanya. Dia yakin semua akan membaik seiring berjalannya waktu.
Cliera berjalan tak tau arah, dia hanya mengikuti kata hatinya. Danau, mungkin satu-satunya tempat yang Cliera tau. Tempatnya tidak terlalu jauh dari rumahnya, dia juga sering kesana waktu kecil.
Cliera berjalan menuju ambang tepi danau, mendudukkan tubuhnya lalu memejamkan mata dan menangis sejadinya.
"Kenapa mama jahat sama papa? Papa salah apa sama mama? Kenapa mama tega?" lirih Cliera, "kenapa mama malah ngecewain Lie?"
Sebuah sapu tangan terulur padanya. Entah siapa pemiliknya, Cliera langsung mengambilnya dan mengusap semua air matanya. Dia tak ingin terlihat menyedihkan.
Cliera bangkit dan menoleh ke arah si pemilik sapu tangan, betapa terkejutnya Cliera saat tau siapa orang itu. Orang yang selama ini dia hindari karena sifat playboy nya melihat sisi rapuhnya.
"Ra-Rayhan?" lirihnya, "lo ngapain disini?"
"Tadinya mau nyari angin, eh malah nemu jodoh disini" Rayhan tertawa hambar, "Lie kenapa? Kok nangis?"
"Enggak! Siapa juga yang nangis? Ini gue-kelilipan! Iya, tadi matanya kena debu jadi berair!" alibinya.
Rayhan memegang tangan kanan Cliera, lalu menarik tubuhnya ke dalam dekapannya. Dia membiarkan Cliera menyembunyikan wajahnya pada dada bidangnya Rayhan, dan menangis di pelukannya. Cliera tanpa ragu membalas pelukannya dengan erat.
Cliera menangis sejadinya. Tidak perduli nanti Rayhan akan mengejeknya, intinya dia hanya ingin mengurangi sedikit bebannya, menangis contohnya.
Cliera tertegun saat Rayhan mengelus halus rambutnya, jantungnya berdegup kencang tidak karuan. Kenapa rasanya nyaman? Ah, apa yang Cliera pikirkan?
"Nangis aja sampai puas, sampai air mata lo habis. Jadi Io gak akan nangis kaya gini lagi," ucap Rayhan dengan nada halusnya.
"Gue gak kuat, Ray. Gue gak sanggup ngejalanin hidup gue!" lirihnya, Cliera semakin mempererat pelukannya.
"Ada gue, Io gak sendirian, Lie! Gue akan selalu ada buat lo, gue janji"
"Gue benci yang namanya janji." suara Cliera terdengar sangat pelan, tangannya juga gemetar.
Apa Rayhan salah bicara? Bagaimana ini? Apa yang harus Rayhan lakukan sekarang?
Cliera melepas pelukannya dan menatap Rayhan lekat. Dia terpaku saat Rayhan menghapus air mata yang tersisa di wajahnya. Anehnya adalah situasi kaya gini, Rayhan justru terlihat berlipat-lipat lebih ganteng.
"Makasih," ucap Cliera. Dia tersenyum simpul pada Rayhan, menatap lekat manik matanya yang teduh.
Rayhan menangkup wajah Cliera, deru nafas Rayhan bahkan bisa Cliera rasakan, "kalo ada masalah, cerita sama gue. Gue akan selalu ada disamping lo, kapanpun itu."
Cliera seketika speechless mendengarnya. Ah, kenapa Rayhan tiba-tiba jadi seperti ini? Cliera perlahan menghangat dibuatnya. Dan kenapa harus Rayhan? Kenapa tidak... Ah, apa yang Cliera pikirkan.
Mana mungkin orang itu bisa bersikap hangat seperti ini, menyakiti Cliera adalah kesenangannya.
Jarak antara Cliera dan Rayhan hanya beberapa jengkal jari saja, Cliera menghempas kasar tangan Rayhan dari wajahnya. Rasanya sesak jika berdekatan dengan Rayhan seperti ini. Jangan sampai Cliera terjebak dalam pesona Rayhan yang-ah sudahlah!
Cliera mundur beberapa langkah, dia takut jika Rayhan malah mencari kesempatan. Tanpa Cliera sadari dirinya menjauh dan selangkah lagi Cliera mundur mungkin dia akan tercebur ke danau. Untung saja Rayhan menarik badan Cliera, lagi! Mereka berdua saling menatap.
"Awas!"
Astaga, jantung Cliera berdegup kencang bila menatap Rayhan sedekat ini. Cliera cepat-cepat mendorong tubuh Rayhan menjauh. Kenapa adegannya jadi alay gini sih?!
"Jangan modus!"
Rayhan mengernyit bingung, "siapa juga yang modus? Harusnya lo itu bilang makasih sama gue, kalo gue gak nolongin lo tadi mungkin lo udah nyebur."
"Oh."
Rayhan berdecih, "dasar manusia penuh gengsi!"
"Apa lo bilang?!" pekik Cliera.
"Hah? Enggak, maksudnya... Mana sini sapu tangannya?"
Cliera cengo, "sapu tangan ini? Mau buat apa?"
"Kok buat apa sih? Itukan sapu tangan gue!"
Iya juga sih, "tapi kan kotor, ada ingusnya juga. Atau gue cuci dulu, besok gue balikin deh!"
"Gak usah."
"Lho kok gak usah?"
"Biar ada kenangannya hehe..." entah kenapa disetiap Rayhan tersenyum Cliera
seketika melupakan kesedihannya. Apa Rayhan adalah obatnya?
"Sedih banget ya Lie, sampe pipi lo merah gitu?"
Sial. Apa Cliera blushing?