Chereads / Juragan Wei / Chapter 4 - Aku Iblisnya

Chapter 4 - Aku Iblisnya

Siang di hari pertama istriku tidak di kota kami, Aku menyuruh Mbok Yan pergi belanja di toko Belanda yang cukup jauh di sisi lain kota ini. Aku menuliskan daftar barang yang ingin dibeli, dan memberinya uang dan ongkos yang cukup. Beberapa barang yang kutulis pun adalah barang yang tergolong langka. Aku bermaksud mengirim Mbok Yan sejauh mungkin untuk tak segera kembali.

Ayu ingin ikut, tetapi ibunya melarang. Mbok Yan menyuruhnya tetap menjaga anakku seperti pesan istriku padanya.

"Ko e, kayak orang baru saja toh nduk. " nasehat Mbok Yan padanya.

Mbok memang selalu khawatir dan kurang percaya pada Ayu, terlebih kini dia melihat Ayu dekat padaku. Tapi besar persenan yang kuberikan untuk belanja siang ini tak mungkin dia lewatkan. Aku bahkan kini mendengar dia menasehati anaknya akan nurut sama aku selama dia pergi belanja.

Ayu jelas kuatir hanya serumah denganku. Kemarin saja, aku sudah memaksanya mengulum kontolku, apalagi sekarang saat tidak ada siapa-siapa lagi di rumah ini.

Dia tahu aku pasti akan mengajaknya bercinta.

Aku masuk ke kamar anakku, dan mendapati Ayu sedang tiduran di sebelah anakku.

"Yu!" panggilku menepuk-nepuk betisnya. Ayu bangun dan segera turun dari ranjang anakku.

"Maaf Wan." jawabnya tertunduk. Dapat kurasakan takutnya anak ini padaku.

"Kamu saya tanyai boleh tah?" kataku memancingnya. "Kamu suka pakai baju-baju bekas itu?"

"Baju ini wan?" tanya Ayu menunjuk ke baju bekas dari istriku lalu menangguk.

"Yu. Kamu itu sudah besar dan cantik. Kenapa masih pakai kaos kutang?" kataku menunjuk ketiaknya. "Apa Mbokmu tidak ngasih kamu BH?"

Ayu tertunduk dan tersenyum. "Ayu tidak punya Wan."

Ayu memang tidak keberatan mengenakan pakaian bekas dari istriku, mereka masih layak dan bagus juga. Hanya saja aku risih bila melihat kaos kutang dekil dan kadang usang yang selalu dikenakannya sebagai pakaian dalam.

"Kamu Beli ya! Ini saya kasih duit." kataku memberinya sejumlah uang.

Wajahnya berubah gembira ketika tahu warna uang yang kuberikan.

"Berapa ini, Wan?" tanya Ayu karena belum tahu berhitung.

Aku mendekati dan berdiri dibelakang tubuhnya yang hanya sedadaku, kemudian mengajari dia sebentar, "Yang ini 5 dan yang ini 4. Jumlahnya 9."

"Ini, kamu pakai untuk beli pakaian baru ya." kataku padanya. "Utamanya, buat ganti yang ini loh. Yu" bisikku menarik kaos kutangnya dari celah besar di ketiaknya.

Ayu tersipu geli.

"Saya mau kamu cantik, luar dan dalam!" bisikku sambil kuselipkan tanganku merasakan payudaranya yang baru tumbuh. Puting susunya kecil dan keras diantara payudaranya lembut halus. "Geli! Wan!" rintih Ayu menghindari jemariku.

Ayu masih saja terdiam memandangi uang yang kuberikan. Saat ku hirup-hirup aroma tubuhnya dari tengkuknya. "Kamu ya, udah ikut sini. Jadi harus cantik."

Dia mengangguk kemudian menoleh ke wajahku. Lantaran aku mengecup tengkuk dan pundaknya.

"Kamu juga pakai celana bekas ya?" tanyaku menggerayangi pahanya.

Ayu mengangguk malu.

"Celana laki kan?", Ayu mengangguk lagi. "Aku lihat ya?" kataku menyingkap baju terusannya menemukan pahanya yang lebih putih dari bagian tubuhnya yang lain.

Ayu mengenakan celana pendek berbahan kain, celana ini nampaknya punya adik atau papanya Sofi yang sudah sangat lama.

"Saya buka boleh?" tanyaku sebelum melorotkan celana lusuh-nya.

"Wan! nyonya tidak marah?" tanyanya lugu dibalas aku menggelengkan kepala.

"Tapi..." balas Ayu tak selesai, terkejut aku segera melorotkan celana dalamnya.

Selangkangan anak lugu dari desa ini, dekil tak terawat. Memeknya tembem bagaikan kue apem bakar menghitam di berbagai lipatan.

"Saya mau ini mu ikut jadi wangi!" bisikku menyelipkan tanganku di selangkangannya.

Ayu meringis. dan dengan mata sayu menahan tanganku.

"Jangan Wan!" bisiknya memeluk bahuku. "Memek Ayu item. Ayu Malu."

Ayu menahan tanganku agar tak lagi meraba-raba bibir memeknya.

Ssst! Ssst! bisikku membelai rambutnya menyuruhnya tenang.

"Kamu perawan kan Yu?" tanyaku padanya yang kini tertunduk malu.

Ayu mengangguk lalu menggelengkan kepalanya.

"Kamu mau main seperti nyonya mu?" tanyaku mengecup pipinya.

"Wan! jangan. Ayu takut. Ayu tidak berani. Mbok nanti marah!" ujarnya menolak.

"Ya! jangan cerita ke Mbok mu lah!" ajakku kembali mengusap-usap buah dadanya.

Ayu memohon-mohon agar aku berhenti menggerayanginya, Wajahnya memelas.

Gadis belia ini sungguh lugu dan polos di hadapanku. Perawan kekanak-kanakan yang tidak tahu apa-apa.

"Wan, Mbok pasti tahu kalau Ayu udah sama Tuan." katanya gemetaran.

"Lah? kamu ini." kataku mengarahkannya "Mbok mu tahu kamu udah ngisep-isep anuku?"

Ayu menggelengkan kepalanya. "Lalu? cara Mbokmu tahu itu gimana?" rayuku lagi.

"Jangan Wan! Mbok pasti tahu." katanya terus menolakku.

"Emangnya, mbokmu itu meriksa-meriksa tempik mu juga?" tanyaku tertawa geli.

Ayu tersenyum dan melirik, tapi dia tak dapat menyembunyikan ketakutannya.

Gemulai lemas tubuh Ayu membuatku mudah menarik tubuh Ayu ke pangkuanku segera. Tangannya aku topang dan kupandangi ketiaknya.

"Wan, mau apain Ayu?" tanyanya curiga.

Aku tak menjawabnya, selain memandangi ketiaknya bagaikan orang lapar.

Wajahnya cemas, saat aku mulai mengelus-elus ketiaknya yang kusam. Ayu segera menutup ketiaknya dan menolak wajahku. "Wan! Apaan sih?"

Dia terperanjat saat aku mulai mengendus ketiaknya.

"Ih! Wan! Ayu geli!" bisiknya terdengar merintih.

"Yu! ini aku suka banget!" kataku menghirup ketiaknya terus-menerus. "Baunya aku suka, Yu!"

Hidung dan bibirku menempel di ketiaknya, menghirupnya dalam-dalam.

"Wan! kok jorok amat sih!" sahut Ayu menolakku jilatanku.

Dia sadar aku mulai menjilati ketiaknya yang berkeringat. "Wan, Ayu asem!" rintihnya melemah.

Ayu berusaha menghentikan jilatanku di ketiaknya. Dorongan tangannya menolak kepalaku semakin santer karena tubuhnya tertahan pelukanku.

Ia tak mampu bergerak selain mendesah lemas tak berdaya. "Wan! Udah! ketek Ayu kotor! Wan!"

Aku mengingatkan dia di depan kami berdua ada anakku yang sedang tidur. "Yu, kamu ini jangan berisik!" keluhku padanya.

Sambil menatapnya penuh nafsu, aku kemudian pindah menjilati ketiak kirinya.

Ayu ingin menjerit tetapi kutahan mulutnya.

Jilatanku pun berubah menjadi isapan-isapan nakal pada lekuk ketiaknya. Aku menganggap ketiak ini memeknya. "Duh Gusti!" rintihnya manja. Segala pertahanan dan penolakan Ayu nampak luluh seketika. Tak ada lagi kata dari mulutnya, selain erangan-erangan geli keenakan yang diikuti semerbak aroma memeknya.

"Ayu?" terperanjat aku mengetahui bau-nya. Aku melepaskan pelukanku. "Rupanya ini bau memek mu toh?" tanyaku padanya, "Rupanya selama ini, kalau aku sama istriku. Kamu?"

"Memek Ayu, cepet basah Wan!, Memek Ayu basah banget!" Kata aku Ayu memelukku dan mencium bibirku. Ia ingin menutupi bau memeknya yang kecut dan khas sekali.

Bau yang sering tercium kalah aku sedang main dengan istriku. Baunya keras dan anyir. Aromanya sangat aku sukai. Heran juga aku dan istriku tak pernah membahas bau ini.

Aku melepas celana pendek Ayu. "Ini juga! Beli celana ya! mosok pakai celana kayak begini terus." kataku melempar celana pendek nya ke lantai.

"Wan!" kata Ayu mencegah ku membenamkan wajahku ke selangkangannya. "Nyonya nanti marah loh!"

"Marah kenapa?" balas ku tak peduli. mendorong wajahku membenam di memek perawannya.

"Wan, jilati tempik Ayu gini!" katanya setengah kegelian, saat ku jilat memeknya yang kehitaman.

"Iya! Aku suka Yu!" kataku merekahkan memeknya dan merasakan lendir-lendir yang aromanya kusukai ini.

"Nanti kalau nyonya pulang, kamu minta maaf aja." kataku berhenti sebentar.

"ke, kenapa?" tanyanya terbatah.

"Maaf Nya, Tempik lebih enak!" kataku menggoda nya "Wani tah, yu, bilang gitu?"

"Emoh! Emoh! Ayu Emoh!" balasnya manja menikmati jilatanku.

Ayu pun akhirnya jatuh dalam pelukanku.