Mbok Yan yang biasanya acuh padaku hari itu ramah padaku. Ia telah memanaskan makanan untukku, dan melayaniku dengan baik. Dia pun memberi perhatian dan mengamati ku menyantap makan malam. Merasa diamati; aku jadi bertanya padanya: "Ada apa Mbok?"
Mbok Yan segera mengambil tanganku dan menciumnya. Ia berterima kasih padaku karena aku memberi uang pada anaknya untuk memberi pakaian.
"Lho? kenapa?" tanyaku berpura-pura terkejut.
Kebaikanku seperti itu rupanya belum pernah dirasakannya selama bekerja pada Keluarga Chang puluhan tahun. Anaknya; biasanya hanya diberikan pakaian-pakaian bekas keluarga Chang. Katanya barulah kali ini ada aku yang membiarkan dia membeli pakaian barunya sendiri. Begitu juga wajah riang Ayu yang sedari tadi tersenyum-senyum padaku. Mereka tampak senang malam ini.
Aku terharu oleh apa yang mbok Yan katakan. "Gimana Yu? bagus-bagus baju mu sekarang?" tanyaku hanya dibalas Ayu mengangguk. Senang rasanya.
Aku makan sendiri ditemani siaran lagu radio malam, sampai Ayu kembali untuk membereskan meja makan. Segera aku memeluknya dari belakang. "Ibu mu bilang apa?" tanyaku berbisik.
"Mbok bilang; Wan baik sekali." jawabnya malu. Lirikannya manja sekali, seperti memintaku untuk kembali menjilati selangkangannya seperti tadi siang. Aku tersenyum dan mengecup pipinya.
"Dia tahu saya sayang kamu?" Ayu menggelengkan kepala.
"Dia tahu aku tadi main sama kamu?" Ayu menggelengkan kepala lagi.
"Jadi?", aku membalikkan tubuhnya, dan bertanya lagi "Dia sudah tidur?"
Ayu menggelengkan kepala, wajahnya tersipu-sipu.
"Walah!" Akupun segera melepas tubuh Ayu, takut dipergoki oleh Mbok Yan sedang mesra sama anaknya.
"Kamu beli apa saja sih Yu?" tanyaku kembali duduk.
Ayu bercerita bahwa tadi, dia dengan Mbok Yan pergi ke pasar di dekat rumah kami, dan membeli pakaian-pakaian itu di sebuah toko di sana. Namun ceritanya tiba-tiba terhenti. "Wan! koq lihatin ayu kayak gitu terus sih?"
"Mana bajunya?" tanyaku tak sabar mendengarkan ceritanya.
Ayu membeli sepasang pakaian dalam, dan dua baju baru. Dia menunjukkannya padaku dan menunjukan lipatan uang kembalian yang tersisa. Aku menyuruhnya menyimpan uang kembalian itu dan membuka-buka apa yang telah dibeli.
"Bagus-bagus!" pujiku padanya "Kamu senang tah yu?"
"Wan! Ayu belum tahu cara pakainya. Wan bisa ajarin Ayu?" tanyanya menyandingkan BH barunya ke dadanya. Aku mengangguk menyambutnya tersenyum, tahu aku apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Ayu ke dede dulu yah." pamit Ayu menuju ke kamar anakku.
Malam semakin larut dan setelah memeriksa Mbok Yan sudah tidak lagi di dapur, aku pun menyusul Ayu ke kamar anakku
Mengendap-endap tak ingin membangunkan anakku yang sedang di timangnya, aku memeluk tubuh Ayu dan kembali mengendusi tengkuknya.
"Nanti ke kamarku, cobanya di depan cermin." Bisikku padanya.
"Wan! ajarin Ayu aja ya. Jangan macem-macem." balasnya manja.
"Walah!" kataku menoyor kepalanya lembut lalu meninggalkannya menyelesaikan apa yang jadi tugasnya.
Saatnya aku mempermainkan pikirannya. ujarku memandangi cermin di kamarku.
"Wan, ini gimana pakainya ya?" tanya Ayu menyerahkan pakaian dalam barunya.
"Mosok tidak tahu Yu?" tanyaku tertawa geli. "Yang Ayu beli beda sama punyanya si Mbok. Ayu bingung.''
Aku menyuruhnya membuka bajunya dan ku tarik kaos kutangnya lepas, Ayu ku giring ke depan cermin telanjang hanya mengenakan celana pendeknya saja. Dia menyilangkan tangannya menutupi payudara kecilnya.
Aku menarik kedua tangannya itu keatas dan membungkus dadanya dengan beha barunya. "Gini Yu!" kataku mengaitkan BH putih dengan pita kecil merah di tengahnya, kemudian meraba payudaranya sambil memuji "Halus bahannya, dan cantik, pintar kamu Yu."
Ayu bergaya didepan cermin dan mengamati BH model barunya. Dia nampak senang sekali.
"Ini!" kataku menyerahkan celana dalam barunya. Kamu bisa pakai ini sendiri kan?
Ayu membuka celana pendek yang dikenakannya menyuguhi aku selangkangan dan belahan pantatnya, tubuhnya lincah mengenakan celana dalam barunya,
"Bagus kan!" ujarku mengamati. Ayu mengangguk-angguk senang melirik bentuk pantatnya di depan cermin.
"Saya jadi gemes sama kamu Yu." Bisikku, kemudian menarik tubuhnya mendekat. Dia mendesah saat aku mulai mengelus permukaan celana dalamnya merangsang kewanitaannya dengan jariku.
"Saya mau kamu, Yu." kemudian melorotkan celana dalam baru ke lantai. Ayu menggelengkan kepalanya menolak ajakanku. "Tadikan udah wan!"
Tangannya kutuntun merasakan ereksi dibalik celanaku. "Ayu takut Wan!" katanya memohon lalu menarik tangannya. Ayu melihat tubuhnya yang kecil didalam pelukanku. Wajahnya cemas dan tubuhnya terasa hangat di pangkuanku.
"Buka nya gini Yu." bisikku melepas beha barunya, dan menaruh beha barunya di meja rias di depan cermin. Ayu tak berdaya saat ku raba dan remas payudaranya sambil memandangi wajah cantiknya. "Anunya tuan itu gede!" katanya dengan mata melotot, ia mencoba menghentikan nafsu padanya. Tangannya meremas tanganku. Memohonku berhenti menggodanya.
Dia menggelengkan kepalanya terus-menerus, berharap aku segera menurutinya. Tapi wajah manisnya dan kenakalannya tak mungkin membuatku ingin menikmati tubuh moleknya.
Ayu menyilangkan kakinya; menutupi selangkangannya. mencegahku merabanya . "Wan, Ayu malu Wan!" katanya kemudian memandangku dengan mata sayu.
"Kamu itu takut atau malu?" tanyaku berbisik meraba-raba bibir vaginanya yang tadi siang aku jilati. Bunyi decak dari lubang hangatnya menunjukan bila Ayu tengah berbohong padaku.
"Tempik mu kayaknya enak banget malam ini." kataku menghembuskan nafsuku ke telinganya.
Ayu menahan tubuhku dan bertanya sekali lagi "Wan Wei? bener-bener sayang Ayu ya? "
Aku mengangguk dan tersenyum padanya. "Nanti, sakit tidak ya?" tanyanya penuh keraguan, tetapi tubuhnya semakin pasrah terangsang elusan ku. "Enak! Yu!" balasku menjawabnya dan mengecup keningnya.
"Duk! Duk-duk!" Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dari luar.
"Wan, maaf. Ayu disitu ya?" terdengar suara Mbok Yan mencari Ayu.
Aku dan Ayu gelisah dan panik mendengar suara ibunya. Dia bangkit dari pangkuanku memungut pakaian-pakaiannya, lalu lari bersembunyi di dalam kamar mandi. Meninggalkanku untuk mencari alasan untuk menutupi kenakalan kami berdua.
"Wan?" tanya dan ketuk Mbok Yan lagi.
"Iya Mbok! Ayu disini." balasku tak ingin membukakan kunci pintu kamarku.
"Yu?" Panggil Mbok yan ke anaknya. "Kamu ngapain nduk?"
"Pijat! Ayu lagi pijatin saya mbok." Jawabku melirik ke kamar mandi.
"Pijat?" Tanya mbok Yan nampak curiga. "Wan, mau saya panggilkan tukang pijat?"
"Tidak!" Ndak apa! Ayu bisa kok." balas ku menolak tawaran mbok Yan.
"Yu? kamu bisa tah?" panggilnya lagi.
"Bisa Mbok" aku menjawabnya dan terdengarlah langkah Mbok Yan meninggalkan pintu kamarku.
"Mbok mu sudah pergi Yu!" ujarku menyusul Ayu yang bersembunyi. Anak itu berjongkok ditepian bak mandi ketakutan. Wajahnya pucat.
"Sudah yu!" bujukku agar dia kembali ke pangkuanku, tapi wajahnya tampak marah denganku. Badannya gemetar merasa terancam.
"Wan! Ayu tak bisa wan!" ujarnya mengumpulkan pakaiannya, lalu memintaku berhenti menggodanya malam ini. "Nanti ketahuan sama si Mbok! Ayu tak mau lagi."