"Elle ... katanya lo laper? Kenapa malah memperlambat jam istirahat, sih? Bukannya cepet-cepet makan. Katanya mau menyelesaikan masalah secepatnya?" Sellena tidak bisa diam disaat perutnya lapar seperti itu.
Elsana seakan-akan ingin menyambar ucapan Sellena. Namun dirinya malah berpikir, apakah Sellena selama ini tahu permasalahan Ellera dan dosen itu? "Bukannya gue doang yang tau selama ini?" gumam Elsana dalam hati.
Dan jika memang benar Sellena tahu permasalahan ini, mungkin Ellera semakin sensitif terhadap Sellena. Karena Ellera adalah tipe cewek yang sangat tertutup sejak satu bulan terakhir ini.
Ellera harus pandai-pandai meredam emosi. Karena ia tidak mau sampai Reiley melihatnya lagi-lagi ribut. Hal itu karena Ellera tahu betul bahwa Reiley memperhatikannya sedari tadi. "Lo pesen gih," ucap Ellera lirih, bahkan hampir tak terdengar—bak orang yang malu-malu karena di mabuk asmara. Namun Sellena sudah paham dan langsung berdiri dari kursi tempat ia duduk. Sellena bergerak cepat memesankan makan siang untuk Ellera. Begitu pula dengan dirinya.
"Els, lo udah makan? Sekalian gue pesenin, ya?" tawar Sellena menghentikan langkahnya.
"Enggak, gue udah kenyang. Sorry juga karena kelas gue tadi cuma sebentar, jadinya gue keluar lebih cepat," tolak Sellena sambil mengelus-elus perutnya yang sedikit buncit karena sudah kenyang itu.
Kemudian Sellena melirik Reiley yang tampak duduk seorang diri dari kejauhan itu. Reiley benar-benar seperti orang yang sedang diasingkan. "Ehh, Ley ... lo sekalian pesen, nggak? Sekalian?" tawar Sellena sambil berteriak-teriak karena jarak dirinya dan Reiley cukup jauh. Ditambah kantin yang begitu luas dan besar, kemungkinan suaranya hanyut terkena angin.
Namun Reiley mendengarnya. Reiley yang menyadari bahwa Sellena mengajaknya bicara. Reiley spontan mengibatkan tangannya memberi kode ke Sellena, bahwa dirinya sudah tak perlu pesan makanan lagi. Karena di hadapannya sudah terlihat jelas ada beberapa hidangan.
Sellena mengangguk dari kejauhan. "Oh sudah kenyang?" teriak Sellena lagi. Kali ini memperagakan gerakan dengan mengelus perutnya, agar Reiley paham apa yang dirinya katakan.
Karena Reiley dan Elsana sudah kenyang. Sellena pun melanjutkan langkahnya untuk memesan makan siang untuk dirinya dan Ellera.
Elsana berkali-kali memberikan kode ke Reiley untuk bergabung dengannya, namun jawaban Reiley tetap sama, yaitu geleng-geleng. Mungkin dengan begini akan baik-baik saja, karena Reiley memahami situasi hati Ellera. Dan dirinya tahu betul, bahkan Ellera tidak pernah menyapanya sama sekali selama ini, jadi ia berpikir untuk apa kesana? Setiap berkumpul berenam, Reiley hanya dianggap angin lewat oleh Ellera, situasi ini benar-benar sangat canggung untuk mereka berdua.
***
Srekk....
Srekk....
Srekk....
Srekk....
"Sialan! Suara apaan, si?" Ellera celingukan mencari asal suara itu. Di susul dengan Sellena dan Elsana, karena suara itu benar-benar sangat bising dan sakit di telinga.
"Liat, lo liat kebelakang," tunjuk Elsana kebelakang Ellera.
Sellena dan Elsana menoleh kebelakang untuk mencari asal suara itu. "Kurang kerjaan banget tuh cowok," kata Sellena mengepalkan kedua tangannya di atas meja kantin. Makan siangnya merasa terganggu karena ulah mahasiswa cowok yang tengah bermain permainan aneh.
Namun kali ini Ellera yang berdiri dari kursi kantin terlebih dahulu. "Lihat aja, emang ini kampus bapak elo?!" umpat Ellera melempar kursi kantin yang hampir nyangkut di kakinya. Membuat Sellena dan Elsana menahan tawa.
"Eh mau kemana tuh anak?" Elsana mengoyak tubuh Sellena. "Astaga ... jangan-jangan dia mau bikin keributan lagi."
Elsana tidak bisa tinggal diam, ia dan Sellena langsung menyusul Ellera yang telah berapi-api menghampiri mahasiswa cowok yang membuat suasana kantin sangat berisik.
Sampailah Ellera di kerumunan empat cowok yang menimbulkan suara sakit di telinganya. Ellera tak segan-segan melabrak cowok-cowok perusuh itu. Sepertinya cowok itu satu angkatan dengan Ellera, jadi bukan senior, bukan juga junior.
Dan para cowok itu menyadari bahwa sepertinya Ellera akan marah besar kepada mereka. Mereka seketika menghentikan permainan aneh itu.
"Anjinggg!!! Lo kira ini kampus bapak lo? Haaahh? Pergi gak lo—" teriak Ellera meradang—merebut benda yang menimbulkan suara aneh dan sakit di telinga itu.
PYARRR!
Ellera dengan beraninya membuang dan menghancurkan mainan aneh itu ke pelataran lantai kantin.
Para cowok itu kemudian saling tatap satu sama lain bersama teman-temannya. Dan mulai menertawakan Ellera.
"Hahaha dia lagi, Bro"
"Yaaa! Ini kampus bapak gue! Apa? Gak terima? Sini lo cewek murahan! Lo pikir gue takut sama cewek gampangan kek lo?" umpat balik cowok berambut pirang dengan celana sobek-sobek itu. "Apa? Ada apa dengan tatapanmu itu? Sini lo! Dasar lemah," tambah cowok itu semakin menantang Ellera.
BUGH!
Sontak Ellera menendang perut dan masadepan cowok itu satu persatu, karena merasa telah direndahkan dan diremehkan oleh mereka.
Plakk ... Plakk ... Plakk ...
"Arrgghh...." rintih salah satu cowok itu kesakitan. Sepertinya cowok itu paling cengeng di geng-nya.
Kemudian kempat cowok itu jatuh tersungkur dilantai kantin. Mereka tampak merintih kesakitan karena masa depannya telah di tendang habis-habisan oleh Ellera lagi.
"Siapa tadi yang bilang ini kampus bapaknya, berdiri lo! Sini lo duel ama gue! Bajingan tengik!" Tak sampai disitu, emosi Ellera semakin meluap. Raut wajahnya semakin memerah membuktikan bahwa dirinya benar-benar sakit hati dengan ucapan preman-preman kampus itu.
Kerumunan mahasiswa begitu banyak, mereka semua geleng-geleng melihat aksi Ellera yang begitu membabi buta. Bahkan sebagian ada yang bertepuk tangan, seolah perkelahian ini adalah pertandingan.
Tak lama kemudian, satu diantara keempat cowok itu ada yang berdiri. Karena Ellera lagi-lagi menantang mereka lagi. Kini cowok itu berdiri tepat di hadapan Ellera dengan rahang kiri yang sudah berdarah itu.
Sellena dan Elsana sontak lari karena suasana kian memanas. Dan kerumunan mahasiswa di kantin semakin bertambah.
"Rasakan ini Jalang....!" Cowok itu mulai melempar tangan berototnya ke wajah Ellera.
Namun...
"Stop!!!"
"Hahh, siapa itu, Els?" Sellena bertanya-tanya, di sisi lain ia juga bernafas lega karena ada penengah.
"Cowok itu, kan—cowok itu yang kemaren, kan?" Elsana malah ternganga akan ketampanannya. Bahkan ia tidak memedulikan Ellera yang hampir diserang oleh preman kampus itu lagi.
Arghh!
"Adinata....?" Preman-preman kampus itu saling tatap satu sama lain, karena melihat sosok Adinata yang tiba-tiba muncul secara tak terduga untuk membela Ellera.
Adinata memundurkan Ellera sedikit menjauh dari cowok-cowok sialan itu. Ellera membalas tatapan Adinata yang tidak bisa lepas. Kemudian di buyarkan oleh cowok-cowok itu lagi.
"Haha, ternyata itu cewek Adinata men. Hahaha, pantas saja! Sama-sama jagoan. Uwihhhh mengerikan." Cowok itu memancing emosi Adinata yang tidak tahu apa-apa sebelumnya.
"Kita bertemu lagi, Bro." Adinata berjalan mendekati preman-preman kampus itu seraya mengulurkan tangan berototnya, kini lengannya saling bertepuk dengan lengan cowok yang baru saja meledeknya itu.
Akibatnya, semua mahasiswa semakin heboh karena kedatangan Adinata.
"Lihatlah. Tuh cowok, kan mahasiswa pindahan yang kabarnya jenius banget. Sialan ganteng banget," heboh salah satu mahasiswi cewek yang begitu centil. Ia hampir tidak bisa bernafas karena ketampanan paripurna Adinata yang begitu memancar. Ditambah, Adinata yang hanya mengenakan kaos lengan pendek hitam saja, membuat otot-otot kekarnya semakin terlihat jelas dan sexy.
Setelah mengetahui ada sang penyelamat, Elsana dan Sellena segera menyeret Ellera kebelakang lebih menjauh. Reiley pun juga ikut menghampiri kerumunan itu. Ia khawatir dengan keadaan Ellera.
Adinata mendekap keras. Menanting. Mengumpat. Dan semakin mengepalkan keras lengan salah satu preman kampus itu di tangannya. Adinata berbisik kecil ke leher belakang cowok itu. "Gue jagoan! Kalian berempat lawan gue solo!" Adinata menantang preman-preman kampus itu balik. Sontak pertarungan kian meningkat, kerumunan pun bertambah banyak.
Adinata bertarung melawan keempat cowok-cowok itu sekaligus, dengan tangan kosong.
Hantaman keras tepat sasaran mengenai punggung bahkan kepala preman-preman kampus itu. Adinata mengeluarkan semua amarahnya.
BLAGHHH!!!
"Bangun lo banci kimak! Beraninya sama cewek." sorak mahasiswa cowok yang menonton. Ia ikut geram, karena preman kampus itu dari dulu sangat meresahkan.
Nafas Adinata terengah karena larut dalam emosi. Ia berhasil membuat keempat cowok itu jatuh tersungkur, namun ini lebih keras daripada hantaman Ellera tadi.
Arrgghh!!!
Adinata mendengus semakin keras. "Lo bahkan belom mati. Sini lo. Jangan cupu!!!" Suara manly Adinata keluar menantang cowok-cowok itu lagi. Sedangkan cowok-cowok itu telah berada di puncak kekalahan. Mereka tersungkur lemah di lantai kantin.