"Gue balikin, tapi lo ikut gue!" seru cowok itu memaksa. Seolah kedatangannya bukan secara kebetulan. Namun sudah direncanakan sejak awal.
"Engga, gue sibuk!" tolak Ellera mentah-mentah.
Tanpa menjawab, Adinata spontan menarik pergelangan tangan Ellera.
***
"Engga terasa, ya. Gue masih nganggep kalo semua ini mimpi," keluh Elsana. Tidak habis pikir, yang dirasakannya saat ini. "Kenapa harus mendadak seperti ini? Sell lo ngomong, dong! Ngomong apa kek, gue nggak bisa tinggal diem. Kayanya kita harus ngelakuin sesuatu deh. Gue paham betul, pasti Reiley menolak perjodohan itu mentah-mentah. Nggak mungkin Reiley mau. Tekanan kuat dari papanya tentu tidak mudah. Tau sendiri gimana Reiley sama orang tuanya, dia nurut banget wey....," kelakar Elsana membenturkan kepalan tangannya di meja kantin sedari tadi.
"Rencana apa? Gila lo? Kita nggak bisa berbuat apa-apa lagi. Udah ikutin aja alurnya!"
Sellena terlihat sangat pasrah. Ia menyerahkan semua kepada Reiley. Mau bagaimana pun juga, semua manusia diciptakan berpasang-pasangan, pikir Sellena.
Ting!
Satu pesan masuk. Elsana langsung merogo ponselnya di tas.
Elsana cantik, ke mana aja? Kok ngilang sih dari kemarin? Bosen, ya sama aku~ Isi pesan teks itu.
Spontan Elsana mematikan ponselnya setelah membaca pesan itu. Takut Sellena melihatnya.
"Kenapa lo? Siapa yang chat?" tanya Sellena.
"Engga, operator! Biasa operator kan emang kurang kerjaan." Elsana dengan tipu muslihatnya. Dan Sellena langsung percaya begitu saja.
"Weyy ... Ellera kemana?" Elsana mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Gila lo, Els....!" umpat Sellena.
"Kok gila? Gue nanya baik-baik loh padahal."
"Ya lo gila! Kita tadi udah bahas berapa kali? Gue juga udah kasih tau lo berkali-kali markonah! Elle, kan cabut gitu aja ninggalin gue selesai kelas tadi," sembur Sellena. Elsana begitu aneh setelah membaca pesan teks itu.
"Eh kapan lo ngomong gitu? G-gue? Hahaha iya sih, eh gimana-gimana? Iya, Elle dah cabut haha," ucap Elsana terbelit-belit. Membuat Sellena mengerutkan keningnya—menatap sengit Elsana yang tidak jelas asal usulnya bisa berucap seperti itu.
"Lo pasti bukan temen gue, kan? Sellena memekik lantang menunjuk-nunjuk wajah Elsana.
"Eoh gue orang-orangan sawah!"
***
Adinata menyeret Ellera sampai ke ruangan kampus paling belakang. Ruangan itu sedikit terbengkalai. Adinata tampak ingin menunjukkan sesuatu kepada gadis itu.
"Sakit le-lepasin...."
Tenaganya yang kuat itu masih kalah kuat dengan tenaga cowok itu, Adinata. Alhasil Ellera terseret sampai dimana Adinata berhenti—ditempat sedikit terbengkalai dan sepi tentunya.
Adinata melepaskan genggaman tangan gadis itu perlahan. Ellera pun berekspresi geram ke cowok itu.
"Gila lo?" teriak Ellera tidak terima. Gadis itu begitu naik pitam, sedangkan Adinata kebal dengan umpatan yang keluar dari mulut gadis itu.
"Ellera....," sahut seorang cowok yang tiba-tiba memanggil nama Ellera. Cowok itu berasal dari ruang remang-remang yang sama sekali tidak terpikirkan sebelumnya oleh Ellera. Bagaimana bisa ada manusia di dalam sana?
"Lo?" Ellera mengucek-ucek matanya. Memastikan apakah cowok itu...
"Ellera, lama tidak bertemu. Lo makin cantik aja," puji cowok itu. Semakin berjalan mendekat ke arah Ellera dan Adinata.
Ellera memundurkan langkahnya. Seolah enggan cowok itu mendekatinya. Sedangkan Adinata mencoba menjaga Ellera agar tidak tergelincir, karena cara berjalannya masih tidak seimbang.
"Engga papa, dia nggak akan nyakitin lo," ujar Adinata.
"Maksud lo apa, sih? Lo kenapa nyeret gue ke sini? Dan kenapa ada dia?" Ellera tidak bisa berhenti bertanya-tanya. Dirinya dibuat bingung dengan keadaan ini. Pertemuan tak terduga, semuanya tampak mendadak menakutinya.
Cowok itu semakin mendekat. Sampai pada akhirnya berhenti tepat menghadap ke arah Adinata yang membelakangi gadis itu.
"Gue udah bawa cewek ini," kata Adinata lirih ke cowok itu. Suaranya begitu manly.
BUGH!
Ellera spontan mendorong tubuh Adinata saat tiba-tiba mengingat akan sesuatu. "Sialan lo. Ngaku, lo siapa sebenarnya?" Ellera menekan tubuh Adinata dengan lututnya di lantai.
Adinata tersenyum miring setelah menyadari bahwa sepertinya gadis itu mengingat akan sesuatu.
Cowok yang berdiri di atas Adinata itu tiba-tiba berjongkok—mencoba menolong Adinata berdiri. "Haha keras banget, si, Elle," kata cowok itu tertawa renyah.
Kini tubuh Adinata kembali duduk di pelataran lantai dingin itu. Ia menatap Ellera serius, begitu pula cowok yang ada dibelakangnya itu. Ellera kini menjadi pusat perhatian kedua cowok tampan. Keringat dingin sedikit kentara.
"Gimana keputusan lo?" tanya Adinata yang masih berselonjor di lantai itu.
"Kenapa? Kenapa bisa? Gue ... gu-gue."
Ellera tidak bisa berucap dengan benar. Kedua cowok itu membuatnya mendadak gila.
Adinata merogoh sakunya, ia mencoba menyerahkan flashdisk kecil berwarna hitam ke Ellera. "Semua ada disini. Lo bisa lihat saat pulang nanti," suruh Adinata.
"Di," panggil cowok itu.
Adinata menoleh kebelakang. "Ya," jawabnya singkat.
"Di ... gila ngga sih gue? Bisa-bisanya gue baru tau kalo selama ini gue satu apartemen sama, Elle," beber cowok itu meringis kecil.
Cowok itu sengaja membuat Ellera semakin kebingungan. Namun Adinata sedikit kasihan, karena sepertinya mental Ellera agak bermasalah juga dengan masa lalu.
Ellera terdiam melemas. Ia menjatuhkan tatapannya. Ekspresinya tiba-tiba mengeras.
"Enggak ... jangan pingsan di sini, gue anterin pulang, ya?" tawar Adinata, menyentuh lembut lengan Ellera.
Cowok yang ada di belakang Adinata mencoba berdiri untuk membantu Ellera berdiri juga. "Elle ... tenang dong, refleks. Tarik napas dalam-dalam. Gue tau mungkin ini sedikit mendadak juga. Gue jauh-jauh datang kesini, masuk menyamar sebagai mahasiswa fakultas sini juga demi nemuin lo. Dan Adinata, dia berperan besar disini. Gue terima kasih banget sama ni anak. Alangkah baiknya kita berjabat tangan dulu? Sudah berapa tahun kita tidak bertemu?" Menyodorkan tangannya ke Ellera. Mengajak bersalaman.
Mulut Adinata melengkung membentuk senyuman kecil. Dan aura tampannya semakin terpancar. Sama halnya dengan cowok itu, Adinata juga menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Ellera.
"Lama tidak bertemu. Teman masa kecil," ucap Adinata.
Deg!
Ellera masih kaku. Ia belum berani membalas jabatan tangan kedua cowok itu. Karena begitu susah, Adinata pun menjabat tangan Ellera secara paksa. "Udah ayo pulang gue anterin. Denger-denger, lo abis tergelincir? Jalan lo sedikit pincang." Adinata berdiri untuk menggendong Ellera yang masih diam mematung itu.
Sedangkan jabatan tangan cowok yang ada dibelakang Adinata itu dihilangkan jejaknya. Karena tahu Ellera tidak akan menjabatnya balik. Namun itu bukanlah masalah besar.
"Ell, gue baru-baru ini pindah ke apartemen yang sama dengan lo," pekik cowok itu, sedikit berlarian kecil mengejar Adinata yang telah menggendong Ellera, untuk diantarkan pulang.
***
Hari mulai sore...
Sesuai perintah Reiley, para circle-nya tidak diwajibkan untuk pergi kerumahnya. Hal itu karena terserah masing-masing circle-nya mau menerima keputusannya atau tidak.
Antara terima atau tidak terima. Elend, Elsana, Sellena, Esme dan Ellera saat ini tengah berkumpul di apart 50 tanpa adanya Reiley. Mereka semua masih bimbang. Hal ini begitu mendadak untuk mereka. Namun Reiley tidak bisa berbuat apa-apa juga.
"Lo juga ngerasa gitu?" timpal Elsana yang terus menerus mendengus kasar sedari tadi. Dia orang pertama yang tidak terima akan ditinggal Reiley bersama seorang pria.
"Gue yakin, Kak Reiley masih bisa cari jalan keluar. Yasudah, kita turun sekarang! Tunggu apa lagi? Pasti acara sudah dimulai. Para orang tua kita juga pastinya sudah berada disana," ajak Esme.