Chereads / Circle : Anti Romantic / Chapter 11 - Setelah Sekian Lama

Chapter 11 - Setelah Sekian Lama

Esme tidak bisa berhenti mendengus di sepanjang jalan menuju ke lantai 99. Ditambah dirinya hanya seorang diri dengan Elend di dalam lift, membuat aroma lezat itu menggumpal.

"Kak, Elend," panggil Esme memelas menghentak-hentakan kakinya.

"Eoh?" saut Elend yang sibuk bermain ponsel itu.

"Kak, Elend ... laper!" rengek Esme lagi. Perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi. "Kak, Elend mau itu!" Menunjuk makanan yang dibawah oleh Elend.

Elend melirik makanan yang ada di jari jemarinya itu. "Ashhh ... lo tuh, ya," desis Elend pasrah. Dirinya menyerahkan makanan yang sebelumnya ia masak untuk Ellera. Nahas, si maknae merengek membuatnya tidak tega.

"Yeyyyyy ... tencuu, Kak Elend. Mwahhhh," sontak kegirangan karena berhasil merebut makanan itu.

96

97

98

99

Pintu lift terbuka. Esme keluar dengan keadaan perut kenyang. "Ishh ... ishhh." Elend tidak heran lagi. Ellera pikir belakang, yang penting Esme kenyang.

Dan saat ingin menuju ke rumah Ellera. Esme dan Elend dikejutkan dengan sosok Elsana dan Sellena. Mereka berpas-pasan di jalan.

"Heih? Lo di sini juga?" kaget Elend menyimpan ponselnya ke dalam saku.

Sellena tersenyum tipis. "Lo udah pulang kuliah? Tumben lama, mampir kemana?" tanya Sellena merentangkan kedua tangannya untuk mendekap Elend. Itu adalah gaya temu kangen yang kerap dilakukan para circle. Di susul dengan Esme dan Elsana, sebaliknya. Mereka juga saling peluk.

"Iya nih, tapi sebenernya udah pulang. Cuma si Esme minta bantuin kerjain tugas. Yaudah gue baru bisa naik sekarang. Lo mau ke rumah Ellera jua, kan? Gimana-gimana? Keadaannya gimana?" panik Elend heboh. Di saat-saat seperti ini dirinya bertingkah seolah menjadi ibu kandung.

"Langsung ke rumahnya aja, yu. Sekalian kita sapa Om Eleranda dan Tante Ellersane. Kapan lagi nggak, sih?" Mumpung dirumah pikir Elsana.

***

Ellera terbaring di kamarnya. Hatinya gelisah. Kebenciannya saat ini memuncak tinggi kepada Reiley.

Jeglek!

Tampaknya ada yang membuka pintu kamar Ellera. Ellera dengan sigap membuka matanya yang sedari tadi tertutup itu.

"Sayang," sapa bu Ellersane. Mama kandung Ellera.

Gadis itu memalingkan wajahnya saat tahu yang masuk adalah mamanya.

"Sayang, makan dulu, yuk. Mama sudah masak banyak banget nih. Makanan kesukaan kamu loh ini. Ayo, Nak....?" Suara lembut bu Ellersane terdengar memanjakan putrinya yang jarang ia sentuh itu. "Sayang ... kamu kan belum makan, Nak. Apakah sesakit itu? Mama periksa lagi, ya?" tawar bu Ellersane mengecek apakah kaki putrinya sudah ada peningkatan atau tidak, secara dirinya adalah seorang dokter bedah.

"Nggak usah sentuh-sentuh," ketus Ellera.

Bu Ellersane tidak menghiraukan putrinya, dan tetap menyentuh kakinya. "Kamu sensitif banget malam ini. Kenapa kamu, Sayang? Lagi jatuh cinta, ya?" goda bu Ellersane memijat-mijat kecil pergelangan kaki putrinya. Bagaimana gadis itu tidak marah dan enggan di sentuh olehnya? Bu Ellersane memang sesibuk itu. Sejak kecil putrinya diurus oleh asisten rumah tangga.

Sebenarnya ingin sekali rasanya gadis memeluk bu Ellersane. Kerinduannya selama ini sudah dipuncak ledakan. Hatinya sudah menggebu-gebu—sudah tidak tahan mendekap sang ibu. Nahas, niatnya diurungkan saat melihat wajah bu Ellersane. Ellera tidak bisa mendekap wanita yang selama ini acuh dengannya. Tangannya terus menerus mengepal, menahan niatnya.

"Apakah masih sakit, Sayang?" celetuk Prof Eleranda. Ia sedari tadi dibalik pintu kamar putrinya. Mendengar pembicaraan sang ibu dan anak. "Mau pergi ke Griya Tawang bersama papa dan mama?" ajak Prof Eleranda. "Kita lihat pemandangan kota dari atap. Mungkin kaki kamu sedikit membaik," tambahnya.

"Paa..." lirih bu Ellersane menoleh—mencari asal suara dibelakangnya.

Tetap sama. Benar, memang hal ini sudah dipikirkan matang-matang sebelumnya. Ellera tidak berkutik. Gadis itu diam tak menghiraukan kedua orang tuanya.

Dan tak lama kemudian...

Jeglek!

Seseorang membuka pintu kamar Ellera. Dan orang itu yang tak lain adalah para circle-nya. Ellera, gadis itu langsung menyadari dan mencoba berdiri dan berganti posisi duduk di ranjangnya. Yang datang itu sudah jelas teman-temannya, karena tidak mengetok pintu terlebih dahulu. Elend melangkah masuk mendahului teman-temannya. "Yaampun ... Elle," risau Elend. Ia membungkam mulutnya ternganga, melihat temannya terbaring diatas ranjang. "Elle, mau apa lo? Lo mau duduk? Jangan, Ell," berontak Elend menggagalkan niat Ellera.

Lalu keempat gadis itu menunduk—memberikan salam hangat ke orang tua Ellera.

"Om, Tante," sapa Sellena.

"Om, Randa ... Tante Ellersane....," sambung Elsana menyapa juga.

"Halo, Om, Tante...." Senyuman Esme tersungging manis ke orang tua Ellera.

Sedangkan Elend melangkah menyamping, berjalan mengarah ke Prof Eleranda dan Bu Ellersane, yang saat ini berdiri berdampingan di samping ranjang putrinya. Seperti ada yang ingin dibicarakan oleh Elend.

"Om ... Tante ... selamat malam," sapa Elend memeluk erat tubuh Bu Ellersane, sedangkan dirinya hanya bersalaman sopan dengan Prof Eleranda.

Sedangkan di sisi lain, Sellena, Elsana dan Esme menuju ke arah ranjang Ellera untuk memastikan keadaannya.

"Bagaimana, Elend? Sepertinya ada yang ingin kamu bicarakan," tanya Prof Eleranda kebingungan.

"Iya, Lend? Lancar kuliah kamu?" sambung bu Ellersane.

"Lancar, Tante hehe. Oh, ya, Om. Sebelumnya, Elend minta maaf jika lancang mengatakan ini. Namun, Elend tidak bisa hanya berdiam saja. Secara hal ini terus menerus mengganjal di benak Elend. Baiklah, Om, Tante ... sebenernya insiden lapangan golf itu ada sangkut pautnya dengan Anda berdua," ucap Elend begitu blak-blakan. Karena ketegasannya, ia harus menyelesaikan hal ini agar kedepannya tidak terulang kembali.

Sepasang suami istri itu saling tatap.

"A-apa? Ngomong apa kamu, Elend?" gagap bu Ellersane celingukan. Memastikan apakah putrinya mendengarkan pembicaraan Elend barusan.

"Heuuuhh...." Elend membuang nafasnya perlahan. Ia mencoba meraih ponselnya di saku. Dan menunjukkan sesuatu ke sepasang suami istri itu.

"Apakah kalian berdua sempat membaca unggahan ini? Saya rasa tidak pernah, tapi saya mohon kali ini saja. Tolong bacalah postingan putri Anda satu ini." Menyerahkan ponselnya. Dan Prof Eleranda yang meraihnya.

Sepasang suami istri itu terlihat fokus melihat layar ponsel Elend yang terpampang jelas—membuka laman Instagram pribadi Ellera.

Ellera tampak mengunggah sebuah pemandangan gedung-gedung dari atas Griya Tawang. Ia juga menuliskan sebuah caption yang berisikan.

"Setiap ada yang tanya, lahir tahun berapa? Gue selalu jawab, ENGGA PERNAH LAHIR! GUE BUKAN MANUSIA! Kalian semua pasti heran kenapa gue selalu jawab seperti itu? Dan jawabannya? Jawabannya bisa kalian cari di puncak Penthouse Eleranda." isi caption unggahan itu.

Prof Eleranda dan bu Ellersane cukup terkejut saat membaca sepetik kata yang ditulis oleh putrinya.

"Dan asalkan, Om, Tante tahu ... Ellera mengunggah ini sebelum ia tergelincir," beber Elend lagi. "Lihat saja, jam-nya!"

Seketika keduanya menatap putrinya yang tampak terbaring lemas di atas ranjang itu.

"Elend bukan memperburuk suasana, Om, Tante. Pertanyaan Elend cuma satu, setelah membaca postingan unggahan Ellera, apakah, Om, Tante bisa menyimpulkan arti terdalam dari unggahan ini?" tegas Elend lirih. Matanya juga tampak berkaca-kaca.

Bu Ellersane berjalan mendekati putrinya. Di susul dengan Prof Eleranda.

"Anakku...." ucap Prof Eleranda lirih kala mendengar beberan dari Elend.

"Sayang...." Begitu pula dengan bu Ellersane. Dirinya spontan mendekap erat tubuh putrinya.

Elend memberi kode ke para circle-nya untuk menjauh dari kerumunan kecil itu. Dan ketiga cewek itu langsung menyadarinya. Mereka semua membiarkan keluarga kecil itu menyatu kembali.