Mata Prof Eleranda menajam. Menatap Ellera dengan tatapan kekecewaan yang teramat mendalam. Rahang Prof Eleranda cukup mengeras. Tangannya tidak bisa berhenti mengepal setelah apa yang dilakukan putrinya tadi.
Ellera terpaksa meninggalkan Sellena karena harus pulang lebih awal, padahal masih ada beberapa kelas lagi. Prof Eleranda harus memberikan putrinya itu dengan hukuman yang setimpal, supaya ada efek jera. Meski Ellera tidak terlalu salah, namun fisik keempat pria itu sangat parah. Akibatnya harus menjalani beberapa perawatan yang cukup serius. Dan semua biaya sudah diurus oleh Prof Eleranda dan Presdir Abinata.
"Papa tahu betul kamu pasti yang membesar-besarkan bukan? Itu sebabnya! Coba kamu tadi tidak menyerang cowok berandalan itu terlebih dahulu. Kecewa papa!"
Ellera melepaskan earphone yang melekat di telinganya. "Laper," jawab Ellera mengalihkan pembicaraan. Prof Eleranda sudah tidak terkejut lagi dengan tingkah putrinya.
"Ellee!" teriak Prof Eleranda, ia tidak percaya putri satu-satunya itu akan mempunyai sifat keras kepala seperti itu. "Siapa yang dia tiru? heuu—" Mengehala napas pelan.
***
Meski di rumah Ellera terdapat banyak hidangan mewah. Namun itu tak membuatnya tergiur meski lapar. Ellera, gadis itu lebih memilih pergi ke apart 50 meski tidak ada satu anak pun di lantai sana. Hal itu karena suasana hatinya semakin memburuk, kala papanya dirumah.
Hari semakin siang juga, Ellera sengaja melucuti sweater tebalnya. Dan kini ia hanya beralaskan kaos tipis dengan tanktop yang menurutnya lebih isis.
Apart 50 di desain oleh orang tua Sellena sesuai selera keenam circle itu. Kurang lebih 15 tahun apart lantai 50 ini berdiri, dan mulai dijadikan tempat pulang para circle selain rumah masing-masing. Apart 50 ini benar-benar rumah kedua bagi mereka.
Desain mewah, interior serba elegan nan glamor rata di bagian ruang tengah. Harga meja, sofa, dan dekorasi lainnya juga sangat fantastis pastinya. Di dalam apart 50 ini lengkap dengan fasilitas untuk hobby bahkan keseharian keenam circle itu. Seperti ruang dan alat gym, ruang karaoke, ruang bermain, ruang khusus belajar, kamar pribadi yang berjumlah 6, dan terdapat satu kamar besar untuk dibuat tidur bersama juga. Orang tua Sellena juga menempatkan dapur bersih dan kotor sesuai selera mereka.
Setelah selesai menikmati hidangan yang disajikan langsung oleh dirinya sendiri, meski tidak terlalu lezat. Ellera dengan sangat malas berjalan menuju keluar apartemen. Dirinya suntuk sehingga memilih untuk pergi bermain bola golf di lantai 100.
Griya Tawang tidak hanya terdapat taman bunga saja, karena saking luasnya. Prof Eleranda juga membangun lapangan golf di atas sana. Sebelum keluar dari apart 50, Ellera mendadak teringat akan Adinata yang menolongnya di kampus tadi. Benar, cowok itu tampan, tinggi, pintar, bahkan jantan. Namun, melihatnya saja sudah membuat Ellera marah. Namun kenapa setiap melihat Adinata, seperti ada sesuatu dibaliknya?
***
"Pasti Ellera gagal lagi berniat meminta maaf ke dosen itu. Gue yakin nih, yakin banget! Sebenernya tuh anak nggak ikhlas minta maaf deh kayanya. Haha, udah kelihatan banget pasti dia di paksa sama Om Eleranda."
Sellena beserta kedua circle-nya tidak bisa berhenti membicarakan Ellera yang sudah pulang terlebih dahulu. Mereka masih miris melihat pertarungan yang tak terduga tadi.
"Eh nanti malem minggu lo rencana mau kemana, Els?" tanya Sellena yang pandangannya tidak bisa lepas dari Reiley yang sedari tadi diam.
"Gue? Malam minggu? Jomblo mau ngapain heih? Ya mungkin ke apart 50 baca buku seperti biasa. Tugas gue banyak gila! Ya, nggak, Ley?" ucap Elsana melirik Reiley serius. "Eh ... kenapa muka lo pucet banget? Lo sakit, Ley?" Elsana menepuk-nepuk pipi Reiley yang sedari tadi melamun. Kini mereka sadar, Reiley diam ternyata sepertinya sakit.
Sellena seketika panik, ia juga baru menyadari bahwa wajah Reiley memang sepucat itu. "Ley ... Ley ... ke rumah sakit ayo!" seret Sellena yang sudah siap itu. Tak lupa dirinya membawakan tas selempang Reiley yang sangat berat berisi beberapa peralatan praktek.
"Enggak, gue nggak papa. Lebay deh kalian," tolak Reiley mentah-mentah. Ia tidak habis pikir kenapa ia tidak bisa menunjukkan wajah pucatnya di saat-saat seperti ini? Padahal ia sudah berusaha keras supaya tidak terlihat.
***
Waktu menunjukkan hampir pukul 14:00. Di saat Esme sudah pulang sekolah dan kini menuju ke apart 50 untuk mengambil bukunya yang tertinggal pagi tadi.
Jeglek!
Pintu utama terbuka. Esme mengerutkan keningnya. Bibir bawahnya tampak mengeras setelah melihat keheningan ruangan itu. "Tumben sepi," gumamnya. Meski belum masuk, namun Esme sudah memastikan bahwasanya di dalam pasti tidak ada kakak-kakaknya. Karena tidak ada sandal dan sepatu satupun yang berjajar di balik pintu.
Kini Esme mengurungkan niatnya untuk mengambil bukunya yang tertinggal tadi. Sekarang dirinya merasa lapar dan sangat ingin merasakan salad buah lezat yang dibuatkan langsung oleh Reiley. Karena dirinya menyadari kalau Reiley masih belum pulang kuliah, tak ada yang bisa dilakukannya selain mengirimkan sebuah pesan teks ke grup circle.
Obrolan grup.
Circle 🌹
[Esme] : Helloww ... maknae dah pulang, laper nih.
[Esme] : @Kak_Reiley, pulang kuliah kapan? Aaaa pen salad!
[Esme] : Jangan lama-lama! Esme tunggu di apart 50. Eoh? Awas kalo ga lama.
Isi pesan teks itu.
Sembari menunggu kedatangan Reiley, Esme kembali lagi masuk. Ia mencoba mengambil bukunya yang tertinggal tadi.
"Eh, ada Mba Ratna ternyata. Anak-anak berangkat kuliah jam berapa tadi, Mbak?" tanya Esme ke salah satu pelayan kebersihan Penthouse apart 50 itu.
"Eh, Non. Udah pulang sekolah, ya, Non? Wah cepet, ya pulangnya. Eum ... tadi embak sempet liat, Kak Elle masuk sih! Tapi kami tidak saling sapa," ungkap mbak Ratna seraya membersihkan sudut-sudut ruangan megah itu.
Esme membelalak. "Lohh ... yakin, Mbak? Cuma, Kak Elle aja? Yang lainnya?"
"Eum ... gimana, ya. Tadi embak lihat, Kak Elle sepertinya sedang marah gitu. Wjahnya menciut sedari tadi. Embak nggak berani nyapa, Non. Tau sendiri lah, ya gimana, Kak Elle kalau suasana hatinya tidak membaik."
"Eum ... ya juga sih, Mba. Yasudah, terima kasih, Mba. Eh ngomong-ngomong, masak apa Mba Ratna hari ini?"
"Hayoo, mau dimasakin, Kak Reiley apa Mba Ratna? Pilih yang manaa? Hahaha...."
"Mba aja deh! Ngeri kalau, Kak Elle. Haha...."
***
"Hah di mana? Kenapa bisa begitu? Astaga ... yasudah aku nyusul sekarang! Tolong kasih dia air putih yang banyak, jangan sampek banyak bergerak sebelum dapat pertolongan pertama."
Elsana secepatnya membuka pintu mobil. Secara tak terduga dirinya mendapat kabar bahwa Ellera tergelincir di lapangan golf Griya Tawang. Dan yang menghubunginya saat ini adalah keamanan security Griya Tawang/Penthouse.
Wajah Reiley sudah cukup pucat, ditambah kabar buruk datang dari Ellera. "Gimana, Els? Baik-baik saja, kan? Ya Tuhan ... semoga tidak terjadi apa-apa," risau Reiley dengan sigap menekan sabuk pengamannya. Mereka kini menuju ke Eleranda Penthouse.
"Els, gue aja yang nyetir. Biar cepet nyampe," usul Sellena mencoba menarik kerah baju Elsana. Sellena memberontak karena cukup khawatir, dirinya tidak bisa bernafas normal. "Lo pindah ke belakang!"
Karena sudah berganti posisi, Sellena pun mengemudikan mobil Elsana dengan kecepatan sangat tinggi. Tidak ada yang lebih penting dari keselamatan Ellera pikirnya. Sellena paham betul, di saat-saat seperti ini Ellera sangat membutuhkannya. Karena Sellena lah yang paling bisa membangkitkan semangat Ellera untuk sembuh. Mau sakit apapun itu, obatnya selalu Sellena.