Malam minggu...
Malam dimana salah satu circle dirumorkan akan pergi berkencan buta. Nahas, Ellera malah jatuh tergelincir, kini gadis itu tidak bisa memastikan apakah Reiley benar-benar pergi ke taman sudut kota yang tak jauh dari Eleranda Palace.
"Els, lo balik aja gapapa! Gue bisa sendiri. Dan lo Sell, mending lo pulang kerjain tugas yang belum rampung tadi. Ntar juga Elend ke sini. Gue tau kalian berdua banyak tugas."
Ellera mengusir Sellena dan Elsana secara halus. Sebelumnya ia tidak pernah seperti ini, dan hal ini membuat Sellena terbengong saling tatap dengan Elsana.
"T-tapi—gue, Elle ... ayolah! I'm your friend! More than sister!"
Sellena tidak akan pergi begitu saja kala sahabatnya terbaring lemas di atas ranjang menahan rasa sakit seperti itu. Meski keluarganya berada di rumah. Namun Sellena tidak mempercayakan Ellera kepada mereka, secara orang tuanya begitu sibuk.
Elsana menoleh kebelakang, memastikan apakah papa dan mama Ellera ada dibelakang dan mendengar pembicaraan mereka. "Elle, gue sebenernya tau sih maksud lo ngusir gue sama Sellena," bisik Elsana dengan nada bicara sangat serius.
Sellena kedadapan, ia juga baru ngeh. "Heih, gue ... gue juga tau. Sialan emang." Sellena menyadari dan langsung kesal terhadap Ellera. "Dengan lo kaya gitu, nggak dapet apa-apa lo, Ell!" seru Sellena lirih supaya tidak ada yang mendengar mereka. Meski keadaan benar-benar hening, dan kamar Ellera cukup besar dan luas.
Ellera menelan ludah. "U-udah tau, kan?" gagapnya sambil memalingkan wajah. Tadinya Ellera harus bertindak sendiri, kini ada Sellena dan Elsana yang juga tahu rumor kencan buta yang akan dilakukan Reiley malam ini itu.
Namun Sellena sedikit ragu. "Apakah benar? Tau dari mana? Awal mula rumor ini muncul dari mana?" pikir Sellena. Ia benar-benar tidak tahu apa-apa.
Ellera mendengus pelan. Wajahnya kembali serius saat membahas persoalan Reiley akan kencan malam ini. "Yang pastinya gue dan Elsana, yang mergokin tuh anak saat tidur di apart 50 malam itu," ungkap Ellera berkata jujur.
"Maksudnya?" Sellena tidak sepenuhnya paham, membuat Elsana geram kepadanya.
"Ashhh ... makanya lo molor sih, jadi gue dan Elle malam itu belum tidur sampe dini hari. Nahh ... karena semua pada tidur, lo tau sendiri, kan? Diantara kita dari dulu ga ada yang namanya private apalah itu. Semua yang dilakukan anak-anak, kita semua tahu! Dan gada yang disembunyiin. Apalagi handphone! Benar, nggak? Ibaratnya gini, handphone lo, handphone gue. Begitu pula sebaliknya! Nah, malam itu gue sama Ellera lagi playing music pake handphone Reiley tuh...."
Sellena menyimak sangat serius. Ia membenarkan duduknya dan tak berkedip sama sekali. "Terus? Gimana-gimana?" kepo Sellena menekan Elsana supaya bicara lebih cepat tidak bertele-tele.
"Ya gituu ... ada cowok yang telepon Reiley berkali-kali gitu. Gue dan Elle sengaja nggak angkat, mungkin orang iseng pikir gue. Kenapa? Karena Reiley nggak save tuh nomor, mungkin takut ketahuan kita kali. Nggak sampai disitu, nomor tidak dikenal itu juga spam ribuan pesan teks yang berisikan 'malam minggu jangan lupa' astagaa ... asal lo tau Sell, gue dan Elle syok minta ampun. Heuh ... lo tau, kan? Lo bisa membayangkan ekspresi Elle saat memergoki hal-hal yang tidak diinginkan sebelumnya?" cecar Elsana sampai lupa untuk bernafas.
Sellena memukul pelataran dada Elsana.
Deg ... Deg ...
"Nafas dulu, Els ... tarik nafassss!!!" pinta Sellena sangat heboh.
Sedangkan Ellera hanya geleng-geleng menyimak obrolan Elsana yang memang jujur itu. "Bukan temen gue ... bukan temen gue nih....," kata Ellera menciutkan wajahnya.
"Hahaha diem lo, Ell. Gue penasaran gimana Elsana lanjutin ceritanya," kesal Sellena. Karena Elsana terlalu bertele-tele dan banyak jedanya.
"Udah napa tarik nafasnya. Gimana kelanjutannya?" Sellena mengoyak Elsana sampai tubuh Elsana terguncang hebat.
"Baiklah, heuuuuhhh...." Menghembuskan nafas dengan kasar.
"Elle, lo tau, kan Ellera kalo kesal gimana?" Elsana semakin bertele-tele. Membuat Sellena emosinya meluap.
"Sini lo, Els ... gue bunuh lo anj*ng." Hantaman bantal guling mengenai Elsana.
Bugh!
"Rasakan sensasinya!!!! Main-main lo ama gue? Hah?"
BUGH!
BUGH!
***
Beberapa menit kemudian...
"Udah? Capek?"
"Gue tambahin!"
BUGH!
"Arrgghh," rintih Sellena yang mendapatkan hantaman mungkin yang keratusan kali.
"Udah, Ell ... sialan lo, gimana nih jadinya? Kita turun nggak nih? Ke taman kota? Malam minggu uhhuyyy ... para jomblowati mendadak jadi petugas patroli." Elsana harus tahu tindakan apa selanjutnya. Karena jujur saja, dirinya juga tidak suka jika benar Reiley akan pergi berkencan buta. Tentu itu akan merusak pertemanan saja, secara Reiley kalau sudah menjalin hubungan asmara selalu bucin. Alias keteteran membagi waktu bersama teman. Hal itu sudah dialami oleh para circle, lima tahun yang lalu. Dimana Reiley dengan percaya dirinya memamerkan pacar ke para circle yang saat itu posisinya baru putus semua. Jujur saja, hal itu sangat memberatkan kelima circle-nya.
"Lo pastiin lewat CCTV. Tuh anak di rumah atau engga, kalo engga baru kalian turun!" suruh Ellera selaku anak dari pemilik Penthouse 100 lantai ini. Karena studio CCTV terbesar ada di lantai 99, selaku rumahnya saat ini. Ellera meminta agar Sellena dan Elsana memasuki studio CCTV.
"Gue takut, Ell," tolak Elsana. Meski ia sudah bertahun-tahun tinggal di Penthouse mewah ini, namun sama sekali dirinya tak pernah memasuki ruangan itu.
"Ngapain? Mumpung kalian di apart 99, tinggal keluar aja susah, ya? Kalo gue nggak kaya gini udah turun sendiri, ngapain pada basa-basi," kesal Ellera.
"Udahlah, Els ... ayo sama gue!" Elsana turun dari ranjang king of size Ellera. Ia harus mendahului perjalanan agar diikuti Elsana dibelakang. "Nanti tanya ke petugasnya gimana? Mau ngecek CCTV lantai 48 atas nama siapa?" tanya Sellena.
"Ribet amat hidup lo. Tinggal bilang, lantai 48 udah gitu aja. Ngapain merambat ke Tante Yuki?"
Elsana dan Sellena siap untuk keluar. "Yaudah gue cabut, ya?"
"Oke," ujarnya menarik selimut kembali.
***
Waktu menunjukkan pukul 20:00. Dimana Elend dan Esme sudah selesai mengerjakan tugas masing-masing berdua di apart 50.
Siang tadi Esme begitu ingin memakan salad lezat buatan Reiley. Namun apalah daya, itu hanyalah angan-angan belaka. Meski sudah pulang kuliah, Reiley tidak menunjukkan keberadaan dirinya sama sekali. Dalam arti, menghilang begitu saja seperti ditelan bumi.
"Kak, Elend. Sekarang?" tanya Esme yang sedari tadi lapar itu. Namun di sisi lain ia juga ingin menjenguk Kakaknya Ellera ke lantai 99, bahkan hampir ke Griya Tawang.
"Iya sekarang. Karena lo udah ngerjain tugas bla ... bla ... bla ... sekarang yuk malem mingguan di Griya Tawang. Sekalian jenguk Ellera. Gue dah masak banyak ini, kan sayang kalo lo yang makan sendiri haha." Sebenarnya Elend sudah memasak cukup banyak. Namun itu semua bukan untuk Esme, melainkan Ellera. Kini Esme hanya bisa menelan ludah karena aroma hidangan itu begitu menusuk di hidungnya.