"Kenapa wajahmu terlihat lesu seperti itu, masih memikirkan tentang makan malam itu?" tanya Ben saat melihat wajah sendu Lexi.
Ben berniat untuk menginap di apartemen Lexi dan tidak pulang ke rumah. Besok dia harus datang pagi ke kantor dan jarak antara apartemen milik Lexi lebih dekat di bandingkan dengan rumah Ben.
Jadi lebih baik dia menginap di tempat gadis itu dari pada pulang, membayangkan betapa macetnya ruas jalanan besok pagi. Ben merasa tidak yakin dia akan sampai tepat waktu di kantor, sedangkan dirinya terlalu malas jika harus pergi ketika langit masih gelap.
Lexi tidak merasa keberatan saat Ben mengatakan untuk tinggal malam ini. Pria itu sudah terbiasa menginap di sana, bahkan tanpa sepengetahuan Lexi. Ben juga memiliki beberapa baju di dalam lemari nya, tanpa sadar pria itu sudah menaruh banyak pakaian di dalam lemari Lexi.
Entah sejak kapan Ben melakukannya, Lexi sendiri bahkan tidak sadar dengan hal ini. Ketika Lexi menyadarinya dia sudah mendapatkan banyak pakaian Ben yang ikut menumpuk bersama dengan pakaiannya di dalam lemari miliknya.
Terhitung sangat lengkap, karena Lexi mendapati semua jenis pakaian yang pria itu gunakan. Dari pakaian rumahan sampai pakaian kerja, bahkan Lexi juga mendapati beberapa pakaian olahraga nya di sana.
Lexi yang sibuk dengan pikirannya saat itu, tersentak kaget ketika Ben mengajaknya berbicara. Sejak tadi mereka hanya diam dan menonton tayangan televisi tanpa mengeluarkan satu kata patah pun, keduanya tidak banyak berbicara.
"Lesu?"
Ben menganggukkan kepalanya, "Ya, wajah kamu terlihat sangat lesu dan lemas. Kamu tidak memiliki anemia bukan?" tanya Ben absurd.
"Aku seorang Dokter, bagaimana aku tidak menjaga kondisi tubuhku sendiri hingga mengalami anemia," elak Lexi tidak terima dengan tuduhan yang Ben layangkan. Dia merasa kredibilitasnya sebagai seorang Dokter menjadi di ragukan.
Ben mengangkat bahunya acuh. "Kamu sendiri yang mengatakan jika Dokter juga manusia biasa dan dapat sakit juga."
Lexi menatapnya dengan kesal, tetapi tidak menyangkal perkataan Ben karena Lexi juga mengingat perkataannya itu sendiri. Namun begitu tetap saja Lexi merasa sangat kesal dengan ucapan Ben barusan.
"Tidak usah merasa marah aku `kan hanya bertanya."
"Aku tidak lesu karena memikirkan tentang makan malam itu," aku Lexi.
"Lalu?"
"Aku hanya merasa sedih saja karena pasien yang aku tangani beberapa hari yang lalu, ada kecelakaan tadi siang. Dan salah satu anak berusia tiga tahun menjadi salah satu korbannya. Dia terluka cukup banyak dan memiliki beberapa cedera, beruntung dirinya dapat di tangani dengan cepat dan selamat."
"Dia selamat, apa yang membuat kamu sedih?"
"Gadis kecil itu tidak memiliki orang tua," cicit Lexi dengan nada sedih.
"…"
"Ada banyak korban di sana dan banyak keluarga juga yang datang untuk melihat anggota keluarga mereka yang terluka. Akan tetapi, tidak ada satu orang pun yang datang kepada gadis kecil itu. Dia benar-benar sendirian, jadi ketika aku memiliki sedikit waktu luang. Aku akan pergi melihatnya."
"Lalu gadis kecil itu tinggal dengan siapa, jika dia tidak memiliki orang tua."
"Dia memiliki seorang paman dan bibi, tetapi mereka meninggal dunia dalam kecelakaan itu. Sekarang, gadis kecil itu tidak memiliki siapapun. Aku mendengar jika gadis kecil itu akan di masukkan ke dalam panti asuhan, entah kenapa mendengarnya aku menjadi sangat sedih."
"…"
"Aku melihat datanya dan ternyata orang tuanya memiliki usia yang sama denganku, melihat itu aku menjadi sangat bersimpati kepadanya. Dalam usianya yang masih kecil, dia sudah memiliki banyak beban dan kekurangan kasih sayang. Padahal gadis itu adalah anak yang baik dan sangat cantik."
"…"
"Ben, jika kamu ingin menikah denganku. Jika aku ingin mengadopsi nya sebagai anak angkat, apakah kamu akan setuju?" tanya Lexi memandang Ben yang sedari tadi diam dan tidak menanggapinya.
Ben cukup terkejut dengan pernyataan Lexi tentang niatan nya untuk mengadopsi seorang anak perempuan. Dia tahu jika Lexi adalah orang yang memiliki hati yang lembut dan memiliki rasa simpati yang sangat tinggi terhadap sesama.
Tapi, meskipun begitu dia tidak menyangka jika Lexi mengungkapkan keinginan tidak terduga nya tersebut kepadanya. Dia bahkan kembali membahas tentang ajakan Ben untuk menikah dengan dirinya saat ini, padahal Ben sendiri berusaha keras untuk tidak membahas hal itu dan menahan dirinya untuk bertanya tentang jawaban Lexi akan lamarannya.
Tanpa di duga hari ini dia membahasnya, apa itu artinya Lexi memikirkan kemungkinan menikah dengannya?
"Aku tidak merasa keberatan, jika kamu menyukainya maka aku akan mencoba untuk menyukainya juga," balas Ben yang tidak merasa keberatan sama sekali dengan persyaratan yang Lexi berikan.
"Sudah aku duga jika kamu tidak akan keberatan."
Lexi sudah mengenal Ben dalam waktu yang sangat lama, dia cukup tahu jika Ben adalah orang yang suka kepada anak kecil. Tidak jarang Ben juga mengajak Lexi pergi ke panti asuhan untuk memberikan beberapa bantuan baik itu secara materi ataupun tenaga.
Mereka suka menghabiskan waktu dengan anak-anak yang tidak memiliki keluarga tersebut. Lexi tidak merasa terkejut ketika Ben mengiyakan permintaannya, dia sudah menduga hal ini sejak awal.
"Kalau begitu ayo kita menikah." Tatapan mata Lexi kepada Ben sangat dalam dan penuh dengan keseriusan.
"Lexi, kamu tidak sedang bercanda bukan?" tanya Ben yang tidak percaya dengan kalimat yang baru saja sahabatnya itu ucapkan.
"Aku tidak sedang bercanda, aku mengatakan hal yang sebenarnya. Ayo kita menikah dan ambil anak gadis itu sebagai anak angkat kita berdua."
"Apakah ini sungguhan, aku tidak sedang bermimpi bukan."
"Kamu tidak bermimpi." Lexi menggelengkan kepalanya dan menyatakan jika hal yang Ben rasakan dan dengar saat ini sama sekali bukan mimpi.
Mendengar hal ini, Ben memeluk tubuh Lexi dengan gembira. Dia bahkan memberikan kecupan di kepala Lexi berkali-kali untuk mengungkapkan rasa bahagianya kepada Lexi yang menjawab lamarannya.
Dia menerimanya.
"Percayalah Lexi, ini adalah hari paling membahagiakan dalam hidup aku."
Lexi sempat merasa terkejut dengan reaksi Ben yang sangat berlebihan, dia memeluknya dengan erat dan menjatuhkan kecupan di atas kepalanya. Itu terjadi tidak sekali, tetapi berkali-kali. Tetapi, Lexi tidak bisa merusak kebahagiaan Ben saat ini. Dia menerima semua perlakuan dari pria itu tanpa keluhan.
"Aku percaya itu."
Ben melepaskan pelukan nya kepada Lexi dan meraih pundak wanita di depannya dan menatapnya dengan intens. "Kenapa?" tanya Lexi yang merasa heran dengan sikap Ben.
"Tidak ada, aku hanya memastikan jika orang yang berada di depan aku sekarang adalah benar kamu dan bukan orang lain."
"Tentu saja ini aku, kamu pikir aku adalah hantu."
Ben tertawa keras dan kembali memeluk tubuh kecil Lexi ke dalam rengkuhan nya. "Mana mungkin aku akan menikah dengan hantu, bodoh."