Chapter 8 - Alasan Kepergian Rian

Di sebuah unit apartemen mewah, terlihat seorang laki-laki duduk termenung di atas sofa. Di tangannya ada ponsel yang sedang memutar video kemeriahan pesta pernikahan dari kakak dan juga calon istrinya. Ah, tidak! Sekarang wanita cantik yang selama lima tahun ini dia perjuangkan, sudah berganti status menjadi kakak iparnya.

Matanya memerah menahan segala rasa yang berkecamuk di hatinya. Kalau bukan karena terpaksa, sudah pasti saat ini wanita cantik itu menjadi miliknya. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan apapun. Ini terjadi juga karena kesalahannya.

"Rian, kamu ngapain sih masih nonton pesta pernikahan kakak kamu sama wanita itu? Apa kamu masih berharap menjadi mempelai pria di acara itu?" Tanya seorang wanita yang baru keluar dari kamar.

Ya, laki-laki itu adalah Rian Eldaz, sang mempelai pria yang seharunya menikahi Almira kemarin. Namun ternyata, dia malah berada di apartemen ini bersama seorang wanita. Entah apa yang sudah terjadi sebenarnya.

"Ingat ya, Rian! Saat ini aku sedang mengandung anakmu dan kamu tidak boleh mengharapkan wanita manapun lagi termasuk Almira! Segera temui kedua orang tuamu dan nikahi aku, sebelum anak ini tumbuh semakin besar di perutku!" Titah gadis itu dengan tatapan yang begitu tajam.

Rian menganggukan kepalanya lemah. Inilah alasan laki-laki itu meninggalkan pernikahannya kemarin.

Flashback on.

Rian yang tengah bersiap-siap melapalkan untaian kalimat yang bisa menjadikan Almira menjadi miliknya, harus terganggu dengan suara deringan ponsel di sebelahnya.

Dengan perasaan yang sedikit kesal karena aktivitasnya terganggu, mau tidak mau Rian tetap mengangkat panggilan itu.

"Hallo, ada apa Livia? Kamu kan tahu, kalau hari ini aku akan menikah? Kenapa kamu masih saja menggangguku?" Kesal Rian pada wanita yang bernama Livia itu.

"Justru karena ini hari pernikahan mu dan ijab itu belum kamu lakukan, aku harus mengatakan semuanya padamu, Rian! Tinggalkan pernikahan itu dan datanglah ke apartemenku saat ini juga!" Titah Livia dengan suara yang tak kala kesal dari Rian.

"Apa kau gila? Untuk apa aku meninggalkan pernikahanku sendiri dan menemui mu? Bukankah aku sudah tegaskan sejak awal, kalau aku hanya menjalin hubungan denganmu itu untuk mencari kesenangan sesaat saja? Bukankah kau juga sudah setuju? Lalu kenapa sekarang kau seakan meminta aku meninggalkan pernikahan ku sendiri? Jangan bermimpi aku akan melakukannya, Livia!" Geram Rian tidak habis pikir dengan permintaan Livia, wanita simpanannya

Ya, selama ini diam-diam Rian menjalin hubungan dengan wanita bernama Livia ini. Itu Rian lakukan untuk mencari kesenangan lain karena Almira sama sekali tidak pernah mengijinkan Rian menyentuhnya lebih dari sekedar pegangan tangan saja.

Sebagai lelaki dewasa, Rian membutuhkan kepuasan lain yang tidak bisa Almira berikan padanya. Kebetulan, disaat yang bersamaan Livia datang dan menawarkan dirinya sendiri untuk menjadi pemuas lelaki itu dengan bayaran yang setimpal. Rian setuju asal hubungan mereka tidak akan terendus oleh siapapun juga dan hubungan mereka tidak akan lebih dari sekedar patner ranjang saja.

Setelah kesepakatan mereka capai bersama, mulailah Rian melakukan hal gila itu bersama Livia. Dimana pun dan kapanpun jika ada kesempatan. Selama ini, tidak ada yang tahu tentang kelakuan bejad dari lelaki itu termasuk Almira, kekasihnya sendiri.

Hingga hari ini, entah kenapa Livia malah meminta Rian untuk meninggalkan pernikahannya sendiri dan datang ke apartemen wanita itu. Padahal, kemarin malam Rian sudah memutuskan segala hubungan dengan Livia.

Rian mungkin gila karena mencari kepuasan lewat tubuh Livia, tapi cintanya tetaplah untuk Almira. Tidak mungkin Rian mau meninggalkan kesempatan untuk bisa memiliki gadis yang dia cintai itu seutuhnya. Sudah tidak waras jika Rian sampai melakukan hal bodoh seperti itu.

"Tinggalkan pernikahan itu dan datang padaku sekarang juga, Rian!" Teriak Livia penuh amarah.

"Aku tidak segila itu hingga meninggalkan wanita yang aku cintai, Livia! Hubungan kita sudah usai dan tidak ada lagi yang tersisa di antara kita!" Tolak Rian tegas.

"Aku hamil, Rian! Aku hamil dan ini anakmu! Tinggalkan pernikahan itu sekarang juga atau aku yang akan datang kesana dan menggagalkan pernikahanmu! Kamu tentu tahu apa resikonya kalau aku datang ke sana, Rian! Bukan hanya kamu yang tidak akan jadi menikahi Almira, tapi seluruh keluarga mu juga akan menanggung malu! Keputusan ada di tanganmu! Aku menunggu kamu untuk datang ke sini lima belas menit dari sekarang!"

Tut.

Livia langsung mematikan sambungan teleponnya membuat Rian langsung mengacak rambutnya frustasi.

Selama ini, Rian memang tidak pernah menggunakan pengaman karena tidak suka dengan sensasi permainan yang sedikit berkurang. Bahkan dia juga tidak memperbolehkan Livia menggunakannya juga dengan alasan yang sama. Untuk meminimalisir semua kemungkinan buruk yang akan terjadi, Rian selalu membuang segalanya di luar. Tapi entah kenapa Livia sekarang mengatakan kalau dia hamil dan itu adalah anak dari Rian.

Tak ingin terus menduga-duga dan semakin membuang banyak waktu lagi, Rian segera keluar dari kamarnya tanpa sepengetahuan siapapun. Biarlah ketika sampai di apartemen nanti dia akan mengintrogasi Livia dan meminta pertanggung jawaban dari semua ini. Dia juga yakin jika pernikahannya akan di batalkan tanpa ada dirinya, sang mempelai pria.

Flashback off.

Sial memang, harapan tinggal harapan. Keluarganya malah menikahkan Almira dengan sang kakak, Daffa Eldaz. Bahkan sampai saat ini pun, tidak ada yang mencarinya sama sekali.

Mungkinkah mereka memang sudah melupakan kehadiran Rian? Atau ini bentuk kekecewaan dari keluarganya terhadap apa yang sudah dia lakukan?

"Hey! Kenapa kamu enggak jawab dan malah diam saja? Aku enggak mau anak ini lahir dan kamu belum menikahi aku juga!" Tekan Livia begitu kesal karena Rian sering melamun setelah tahu jika Almira menikahi Daffa.

"Apa kamu yakin jika itu anakku, Livia? Aku akan memastikan nya sendiri baru memutuskan untuk menikahimu. Aku tidak ingin terjebak dalam pernikahan bersama orang yang tidak aku cintai ditambah lagi harus membesarkan anak yang bukan milikku!" Sakras Rian begitu menohok.

"Apa kamu gila, Rian? Untuk apa aku melakukan hal gila itu? Aku benar-benar hanya bermain denganmu saja dan tidak ada laki-laki lain! Jangan berusaha mengelak dari tanggung jawab hanya karena kamu masih mencintai wanita itu!" Geram Livia mendapatkan tuduhan menyakitkan dari laki-laki di hadapannya.

"Aku tidak menuduh mu, tapi aku hanya tidak ingin terjebak bersama wanita seperti mu! Kita akan membuktikan segala kebenarannya dulu baru memutuskan jalan yang harus di tempuh kedepannya," tegas Rian lalu meninggalkan Livia yang hanya bisa menatap penuh kemarahan pada punggung tegap yang perlahan menghilang di balik pintu kamar.

"Aku akan pastikan jika kamu akan bertanggung jawab terhadap anak ini dan melupakan gadis sialan itu, Rian! kamu tidak akan punya pilihan lain, selain menikahi aku dan mengakui anak ini!" gumam Livia dengan mata yang memerah karena menahan amarah.