Sepanjang perjalanan pulang, hanya keheningan yang menyelimuti para penghuninya. Apalagi Daffa yang tiba-tiba menyeretnya paksa keluar dari mall, sedikit banyak membuat Almira kesal.
Tadi itu memanglah Daffa, suami dari Almira sendiri. Saat Almira mengajukan pertanyaan, bukannya menjawab, Daffa justru malah menariknya keluar dari mall tanpa mengatakan apa pun.
Entah apa yang membuat laki-laki itu hingga langsung merajuk seperti ini. Harusnya, Daffa mengatakan apa yang salah pada Almira supaya wanita itu bisa tahu dimana letak kesalahannya hingga membuat Daffa marah.
Ah, berharap agar manusia es itu berbicara lebih dulu, sepertinya tidak akan pernah terwujud. Yang ada, Almira hanya akan terus makan hati dibuatnya.
"Daf, bukannya kamu bekerja? Kenapa malah di mall? Apa kamu sedang mengajak mainan mu jalan-jalan?" Tanya Almira mulai membuka suara.
Daffa menoleh dengan tatapan yang terlihat semakin kesal.
"Biasa aja kali, Daf! Lagipula, aku enggak mau ikut campur. Aku hanya ingin tahu saja. Memang sih, kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan masing-masing. Tapi, aku perlu tahu wanita jenis apa saja yang kamu kencani, supaya aku bisa semakin menjaga jarak darimu agar tidak tertular penyakit berbahaya. Aku itu ...."
"Aku habis meeting dengan klien, bukan habis main adu jotos!" Ketus Daffa memotong perkataan Almira.
"Ohhh ...."
"Hanya, oh?" tanya Daffa semakin sebal saja pada wanita yang berstatus istrinya itu.
"Lalu, aku harus bagaimana? Apa aku harus bertanya siapa yang meeting dengan kamu? Apa jenis kelaminnya? Dimana rumahnya? Masih muda apa sudah tua? Sudah punya istri atau suami belum? Kalian bahas apa saja? Kenapa meeting di mall? Makanan apa yang ...." Almira terus nyerocos tanpa henti membuat Daffa benar-benar mengeram kesal.
Cittt .....
Laki-laki itu langsung menginjak rem secara mendadak, membuat Almira yang sedang asik menyebutkan daftar pertanyaan aneh nya, seketika berhenti.
"Apa kamu berniat membunuhku, Daffa? Apa kamu memang berencana menjadi duda di usia pernikahan kita yang bahkan belum genap satu Minggu? Apa kamu begitu membenciku hingga .... Emmmbbbpp"
Daffa menjawab pertanyaan Almira yang tiada henti itu dengan menyatukan bibir mereka. Almira yang tidak siap dengan apa yang Daffa lakukan hanya bisa membulatkan matanya dengan tangan yang terus menepuk-nepuk dada bidang lelaki itu.
Namun, Daffa seakan tidak peduli dan terus memperdalam lumatan nya. Rasa manis yang baru pertama kali dia cicipi dari seorang gadis, membuat Daffa tidak mau menghentikan apa yang sudah dia mulai.
Apalagi, saat tahu Almira begitu pasif saat menerima serangannya, senyum di bibir lelaki itu semakin lebar saja. Daffa yakin kalau ini adalah first Kiss istrinya.
Almira yang gemas karena Daffa malah keenakan bahkan tangannya pun sudah mulai nakal, langsung melayangkan cubitan maut di perut lelaki itu. Tentu apa yang Almira lakukan, membuat Daffa langsung menghentikan perbuatannya.
"Kenapa kamu mencubitku?" Kesal Daffa manatap tajam sang istri.
"Harusnya aku yang bertanya! Kenapa kamu malah nyerang ku! Apa kamu tidak tahu kalau kamu sudah merampas first kiss yang seharusnya aku berikan pada suamiku?" Sengit Almira berapi-api.
Tepat! Dugaan Daffa memang tidak meleset jika dia sudah menodai bibir perawan istrinya. Itu membuat senyum di bibir lelaki itu semakin merekah saja.
"Bukankah aku memang suami kamu, Almira Chandra? Aku suami kamu, sekarang!" tekan Daffa penuh kemenangan.
"Ta-tapi kamu bukan suami yang sebenarnya. Kita akan berpisah setelah satu tahun pernikahan. Apa yang harus aku katakan pada suamiku nanti, kalau dia tahu bibirku sudah kamu nodai? Aku akan malu menghadapinya. Aku ..... Hiks ....." Almira langsung menangis terguguk.
Apa yang Almira lakuka Itu membuat Daffa membulatkan matanya tidak percaya. Bagaimana bisa istrinya menangis hanya karena dia serang bibirnya? Lagipula, apa yang Almira katakan tadi? Wanita itu akan malu menghadapi suaminya? Suami yang mana? Bukankah Daffa memang suaminya? Masa bodo dengan perjanjian pernikahan satu tahun sialan itu! Daffa benar-benar marah saat ini karena kelakuan Almira yang malah menangisi bibirnya yang Daffa nodai.
Laki-laki itu kembali mengukung tubuh sang istri, membuat wanita itu meringsek ketakutan.
"Apa yang mau kamu lakukan, Daffa? Jangan berbuat hal gila lagi! Aku tidak akan memaafkan kamu kalau berani berbuat lebih!" Kecam Almira dengan tatapan yang begitu tajam.
"Oya, apa yang akan kamu lakukan? Bukankah aku berhak atas dirimu, Almira? Bukankah kau sendiri yang mengatakan kalau aku ini suami untukmu selamanya? Lalu kenapa kamu menangis hanya karena aku merenggut kesucian bibir mu, Hem?" Kesal Daffa dengan tatapan yang begitu mengintimidasi.
"Aku mengatakan itu untuk melindungi kehormatan mu sebagai suamiku, Daffa! Tidak mungkin kalau aku mengatakan kepada semua orang jika kita akan menikah selama satu tahun saja dan setelah itu akan berpisah! Tidak mungkin aku melukai harga diri suamiku sendiri dengan mengatakan kalau kita tidak saling mencintai, bahkan menjalani semuanya dengan terpaksa! Tapi, bukan berarti kamu bisa berbuat lancang padaku! Kamu sendiri yang mengatakan tidak berminat untuk menyentuhku. Lalu sekarang apa? Apa seleramu sudah berubah dan kini menyukai wanita kelas rendah seperti ku? Apa sekarang kamu baru sadar bahwa wanita yang menjadi istrimu ini tidak kalah menarik dari pada para gundikmu? Jangan menjilat ludah mu sendiri, Daffa!" sakras Almira membyat Daffa bungkam.
Laki-laki itu langsung melepaskan kukungannya di tubuh sang istri, lalu kembali memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Entah apa yang ada dalam pikiran laki-laki itu saat ini. Tapi yang pasti, Almira lega karena Daffa tidak lagi berbuat gila dengan menakutinya.
Tak berselang lama, mereka akhirnya tiba di halaman rumah. Daffa langsung keluar tanpa mengatakan apa pun pada Almira. Membuat wanita itu hanya bisa menghela napasnya panjang.
Almira ikut turun dari mobil dan mengekor Daffa memasuki kamar. Bagaimanapun, Almira dan Daffa memang tinggal satu kamar meskipun beda ranjang.
Sampai di kamar, terlihat Daffa langsung memasuki kamar mandi dan lagi-lagi mengacuhkan Almira begitu saja.
Namun, bukannya itu membuat Almira sedih, tapi justru sebaliknya. Wanita itu merasa lega karena Daffa marah padanya dan tidak akan mencoba menodainya lagi.
Wanita itu memilih duduk di pinggir ranjang, untuk bergantian membersihkan diri dengan suaminya. Tak lupa, untuk mengusir rasa bosan Almira asik bermain ponsel, berseluncur di media sosial miliknya.
Sesekali Almira terkekeh kala melihat Poto , video, atau status orang yang menurutnya lucu. Wanita itu benar-benar melupakan kejadian tadi dan seperti tidak terjadi apa-apa antara dirinya dan juga Daffa.
Namun, saat sampai pada status orang yang sangat di kenalnya. Mata Almira langsung memerah. Tangannya terkepal erat, menyalurkan rasa amarah di hatinya.
"Apa karena ini kamu pergi dariku, Rian?"