Semua orang ikut menyeka air mata mereka melihat kesedihan Almira. Jika gadis itu bersalah pada Rian, mungkin mereka tidak akan semarah ini pada Rian. Apa yang sudah laki-laki itu lakukan pada calon istrinya bukan hanya membuat luka di hati Almira tapi juga di hati semua keluarga.
"Lalu sekarang bagaimana Tuan Chandra? Kita tidak mungkin membubarkan tamu undangan yang sudah terlanjur hadir. Bisa rusak reputasi kita karena kesalahan anak saya," ucap Tuan Eldaz begitu prustasi.
Apa yang dilakukan anaknya benar-benar akan membuat dia menjadi gunjingan. Apalagi dunia bisnis itu sangat kejam. Mereka tidak membuat kesalahan pun, orang lain akan terus mencari-cari kesalahan untuk menjatuhkan nama baik mereka apalagi sekarang.
"Kenapa Tuan Eldaz bertanya pada saya? Anak Tuan sendiri yang membuat kita dalam posisi sulit seperti ini! Dia bukan hanya sudah melukai hati anak gadis saya tapi juga mencoreng nama baik kami!" Kesal Tuan Chandra.
"Saya tahu, dan saya benar-benar menyesal untuk itu. Tapi kita tidak bisa membatalkan pernikahan ini begitu saja, Tuan," sahut Tuan Eldaz.
"Aku tahu. Tapi apa Tuan bisa mendatangkan Rian kemari sekarang, hah? Tidak mungkin putri saya menikahi patung!" Bentak Tuan Chandra penuh amarah.
Tuan Eldaz terlihat menghela nafasnya sesak. Dia harus melakukan sesuatu agar reputasi keluarga mereka tidak hancur karena kelakuan bodoh dari Rian.
"Saya mungkin tidak bisa mendatangkan Rian kemari, karena saya tidak tahu keberadaan anak saya itu dimana. Akan tetapi, saya punya solusi lain," ucap tuan Eldaz membuat Tuan Chandra mengernyit heran.
"Maksud, Tuan?"
"Saya punya anak satu lagi dan tentu saja dia masih lajang. Kenapa tidak kita nikahkan Almira dengan putra sulung saya, Daffa?"
"Dad, apa maksud Daddy dengan aku menikahi Almira?" Tanya Daffa dengan nada tidak suka dengan usul dari ayahnya.
"Karena hanya kamu satu-satunya putra yang bisa menolong ayah. Tolong selamatkan nama baik keluarga kita, Daf." Pinta Tuan Eldaz dengan tatapan menghiba.
"Tapi Ayah....."
"Tuan, apa yang anda katakan? Saya tidak ingin menikahi Daffa. Saya tidak mencintainya!" Tolak Almira di sela-sela tangisnya.
"Cih, kau pikir aku juga mencintaimu? Jangankan mencintai, tertarik saja aku tidak!" Sentak Daffa tak terima mendengar Almira yang seakan menolaknya.
Berani sekali wanita itu menolak Daffa padahal selama ini tidak ada wanita yang bisa menolak pesona seorang Daffa Eldaz. Tapi gadis di hadapannya kini, bahkan terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya pada Daffa.
"Sudah! Kami tahu kalian tidak saling mencintai tapi bukan itu yang terpenting saat ini. Reputasi keluarga kita akan jelek jika pernikahan ini sampai batal. Jadi, kalian harus menikah sekarang juga!" Tegas Tuan Eldaz menatap tajam kedua anak muda di hadapannya.
"Tapi....."
"Mira, Tuan Eldaz benar. Ayah tahu kamu masih sangat sedih perihal kepegian Rian, tapi kita tidak bisa membatalkan acara pernikahan ini begitu saja. Kami berjanji tidak akan ikut campur dalam pernikahan kalian nanti, kalian bisa mengambil keputusan sendiri setelah beberapa saat bersama," timpal Tuan Chandra lesu.
Sebenarnya dia kurang setuju Almira menikahi putra sulung Tuan Eldaz. Lagipula siapa yang tidak tahu perangai lelaki itu. Pemain wanita sejati ada dalam diri Daffa Eldaz. Itulah kenapa sampai sekarang Daffa tidak ingin menikah. Karena baginya sebuah komitmen itu adalah hal yang hanya bisa memberi rasa sakit.
"Baiklah, demi kalian aku akan menikahi calon istri Rian ini, tapi aku tidak ingin jika pernikahan ini mengikat kebebasanku," ucap Daffa pada akhirnya.
Almira langsung berdecih dengan tatapan yang sangat sinis pada Daffa.
"Kenapa? Apa kau tidak suka dengan apa yang aku katakan?" Tanya Daffa pada Almira.
"Aku tidak peduli pada apapun yang akan kau lakukan nanti, bahkan jika kau masuk ke lobang gorila pun aku tidak akan keberatan. Jangan terlalu percaya diri kalau aku akan mengekangmu soal itu," jawab Almira sambil melipat tangannya di dada.
Memang sejak awal bertemu, tidak ada hari tanpa pertengkaran antara Daffa dan juga Almira. Mereka bagaikan minyak dan air yang sampai kapanpun tidak akan bisa disatukan.
"Hey, kau benar-benar menguji kesabaranku ya! Aku....."
"Sudahlah, kalian sudah setuju, kan? Jadi ayo kembali kepelaminan! Daffa, kau ikut Daddy lebih dulu untuk ijab kabul dan setelah semuanya selesai, barulah Almira akan menyusul karena dia harus membenahi dulu make-up yang sudah rusak karena menangis," ucap Tuan Eldaz membuat Daffa hanya bisa menurut saja.
Setelah kepergian Daffa, Almira langsung di bantu kembali berbenah oleh MUA yang memang kembali merias wajahnya setelah dihubung lagi oleh Nyonya Sonya.
Sementara Almira yang kembali di make-up, kini Daffa tengah menjabat tangan Tuan Chandra. Dihadapan Tuhan, seluruh keluarga dan para saksi juga tamu yang hadir, Daffa mengambil tanggung jawab atas Almira Chandra dari ayahnya.
Ketika kata 'SAH' menggema, resmilah Daffa menjadikan Almira sebagai istrinya. Semua orang langsung mengucap sukur meskipun dengan kebingungan yang masih menyelimuti mereka.
Bagaimana tidak? Mereka tahu nya yang akan menikah itu adalah putra bungsu Tuan Eldaz yaitu Rian Eldaz, tapi nyatanya kini yang menikah adalah Daffa Eldaz.
Tentu saja itu membuat berbagai dugaan dan prasangka menjejali semua orang. Tapi mereka tidak ada yang berani mengajukan pertanyaan karena mereka jelas tahu seperti apa kuasa keluarga Eldaz dan juga Chandra.
Begitu prosesi ijab kabul selesai, Almira datang dengan di apit oleh Nyonya Sonya dan Nyonya Diana. Mereka tak lain ibu dan juga mertua Almira sendiri.
Setelah mendudukan diri, Almira dan juga Daffa langsung di pimpin untuk memanjatkan do'a. Mereka memang tidak bisa menerima surat nikah sekarang karena jelas di buku nikah itu tertera nama Rian Eldaz bukan Daffa. Mungkin mereka memerlukan waktu beberapa hari atau Minggu baru bisa menerima buku nikah milik mereka sendiri.
Sebenarnya itu tidak terlalu penting untuk keduanya karena mereka tidak ada yang menginginkan pernikahan ini terjadi.
"Silahkan Nona Almira untuk mengecup tangan sang suami begitupun dengan Tuan Daffa balas mengecup kening istrinya," instruksi pembawa acara membuat hati keduanya kesal.
Tapi mereka tidak bisa menolak dan segera melakukan apapun yang di perintahkan orang itu.
Almira mengambil tangan Daffa, lalu mengecupnya dengan takzim begitupun dengan Daffa yang mengecup sekilas kening Almira.
Tidak ada momment romantis atau sekedar perasaan dag-dig-dug seperti para pengantin baru, mereka sama-sama datar-datar saja menjalani segala prosesi pernikahan. Kecuali saat melakukan sungkem kepada kedua orang tua, barulah Almira meneteskan air mata. Tapi itu tidak berlaku untuk Daffa, dia benar-benar titisan es batu yang tidak punya perasaan apapun.
Setelah acara ijab dan segala prosesi inti selesai, Daffa dan juga Almira masuk ke dalam kamar untuk beristirahat sejenak karena nanti malam mereka akan kembali melangsungkan resepsi.
Meskipun rasanya sangat malas, tapi mereka tidak punya pilihan lain lagi selain menurut saja. Apalagi nanti malam, yang hadir bukan hanya ratusan orang melainkan sampai seribuan lebih. Itu karena Tuan Eldaz dan Tuan Chandra yang memang memiliki banyak kenalan, baik itu rekan bisnis, teman biasa, bahkan para karyawan yang mereka miliki pun, malam ini akan memenuhi gedung resepsi.
"Huh menyebalkan! Gara-gara Rian aku harus terjebak dalam pernikahan menyebalkan seperti ini," garuti Daffa ketika mereka tiba di kamar.
Almira hanya diam dan pura-pura tidak mendengar apapun yang Daffa katakan. Laki-laki itu sepertinya memang memiliki banyak sekali energi untuk mengeluh sehingga sedari tadi bibirnya terus merancau tak karuan.
Kesal karena sedari tadi berbicara sendiri, kini Daffa menghampiri Almira yang tengah membersihkan makeup di wajahnya. Laki-laki itu langsung berdiri di belakang Almira dengan tatapan tajamnya pada pantulan bayangan Almira di cermin.
"Dengar, Almira! Aku menikahimu hanya karena ingin menyelamatkan nama baik keluargaku saja. Aku tidak mungkin tertarik pada wanita yang body nya datar kayak tembok macam kamu!" Celetuk Daffa dengan tatapan yang merendahkan pada Almira.
Mendengar hinaan yang meluncur dengan begitu bebas dari bibir Daffa, Almira bangkit lalu berbalik dengan tatapan tajamnya pada Daffa.
"Heh, Tuan Daffa Eldaz yang terhormat! Anda pikir saya sudi untuk anda jamah, begitu? Jangan terlalu percaya diri anda! Saya tidak biasa memakai barang bekas orang lain, bisa gatal-gatal nanti tubuh mulus saya ini." Serang balik Almira yang tidak terima Daffa merendahkannya.
Mendengar balasan yang tak kalah pedas dari Almira, mata Daffa semakin membulat sempurna.
"Baiklah kita jalani pernikahan ini masing-masing, jangan ikut campur pada urusan satu sama lain juga! Awas saja kalau kau jatuh cinta duluan padaku!" Tekan Daffa membuat Almira semakin mendelik kesal.
"Terserah aku tidak peduli! Dan untuk masalah siapa yang lebih dulu mencintai, itu kita lihat saja nanti. Aku tidak yakin kamu akan tahan dengan pesona seorang Almira Chandra," ucap Almira pongah.
"Terlalu percaya diri itu juga tidak baik," delik Daffa kesal.
"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya saja, Tuan Daffa. Lagipula anda sendiri yang memulai peperangan ini jadi kita lihat siapa yang akan menjadi pemenangnya!"
Tatapan permusuhan dari keduanya langsung membuat suasana kamar pengantin yang harusnya syahdu kini berubah menjadi sangat mencekam. Tidak ada adegan malu-malu atau aham-ahem di antara mereka berdua selain perkataan pedas yang senantiasa memenuhi seluruh kamar itu.